13.1.13

Mencermati Perbedaan Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional

Mencermati Perbedaan Bank Umum Syariah

dengan

Bank Umum Konvensional.


Oleh : Z. D u n i l


Perbankan di Indonesia menganut dual banking sistem., dimana digunakan dua sistem perbankan yang berbeda, yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah . Sistem perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang didasarkan pada syariah agama Islam. Kedua sistem perbankan ini berjalan bersama menopang perekonomian nasional. Dalam rangka pengembangan perbankan syariah yang munculnya di Indonesia lebih belakangan , maka otoritas moneter mendorong perkembangannya dengan berbagai cara antara lain bahkan bank umum konvesional dapat mempunyai unit syariah dalam sistem perbankan konvensional yang dilaksanakannya. Jadi satu bank dapat berusaha atau beroperasi dalam dua sistem perbankan yang berbeda yang masing-masing tunduk pada ketentuan yang berbeda.

Pokok perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah terutama terletak pada suatu ajaran dalam islam bahwa bunga atau interest itu adalah sesuatu yang haram. Karena itu bank syariah tidak memungut bunga dalam operasi nya melainkan menggunakan cara-cara yang lain yang tidak diharamkan dalam agama islam.
Dilihat dari sistem bank konvensional yang memperoleh penghasilan terutama dari bunga (interest), paling tidak sebelum perbankan konvensional berkembang dengan fee base activities, maka perbedaan antara kedua sistem perbankan tersebut merupakan perbedaan yang mendasar. Dalam praktik pelaksanaannya, kedua sistem ini sangat jauh berbeda baik dalam perlakuan terhadap peminjam maupun transaksi.yang dijalankan. Yang menjadi pembeda bukan hanya bunga, melainkan semua praktik pada perbankan syariah yang harus berdasarkan prinsip syariah agama islam.

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah sebagaimana yang dimaksud oleh UU RI No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Keberadaan Prinsip Syariah yang dituangkan ke dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia, merupakan salah satu aspek yang mendasari berjalannya sistem perbankan syariah;
Dalam rangka mengimplementasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia ke dalam Peraturan Bank Indonesia, maka Bank Indonesia menganggap perlu adanya masukan dari pihak yang kompeten dalam syariah dan ekonomi / perbankan syariah agar dapat menuangkan ketentuan-ketentuan syariah agama islam yang berkaitan dengan sistem perbankan syariah kedalam Peraturan Bank Indonesia. Untuk keperluan itu maka dibentuklah suatu komite yang disebut sebagai ’Komite Perbankan Syariah’. Komite ini bertugas memberikan masukan dan melakukan penafsiran dan pemaknaan fatwa di bidang perbankan syariah. Dijelaskan oleh Bank Indonesia, bahwa Komite Perbankan Syariah, adalah forum yang beranggotakan para ahli dibidang syariah muamalah dan / atau ahli ekonomi, ahli keuangan, dan ahli perbankan, yang bertugas membantu Bank Indonesia dalam mengimplementasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia menjadi ketentuan yang akan dituangkan ke dalam Peraturan Bank Indonesia

Lebih terinci , tugas Komite Perbankan Syariah adalah membantu Bank Indonesia dalam:
a. menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah.- 4 -
b. memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa ke dalam Peraturan Bank Indonesia.
c. melakukan pengembangan industri perbankan .syariah.
Hasil pelaksanaan tugas Komite disampaikan kepada Bank Indonesia dalam bentuk rekomendasi Komite. Komite bertanggung jawab kepada Bank Indonesia.

Berdasarkan hukum Islam, hubungan antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan / atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya haruslah sesuai dengan syariah. Beberapa diantaranya antara lain adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musharakah), prinsip jual beli barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa iqtina).
Dalam melakukan transaksi keuangan termasuk investasi berdasarkan prinsip syariah Bank Syariah haruslah menjauhi hal-hal seperti :
a) Riba
b) Uang bukan komoditi, tetapi sebagai alat tukar saja
c) Gharar (ketidak pastian)
d) Maysir (tindakan berjudi atau gambling)
e) Dalam setiap hasil harus menanggung risiko terhadap hasil tersebut.

“Riba”, adalah pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah).

“Gharar” adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.

“Maysir”, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung untungan;

Hal-hal diatas dijadikan dasar bagi bank syariah dalam mengelola sistem perbankan yang menundukkan diri pada ajaran Islam sebagai pedoman mutlak.
Dalam melaksanakan prinsip-prinsip syariah tersebut, perbankan syariah harus mengikuti fatwa yang diberikan oleh Dewan Syariah Nasional dari Majlis Ulama Indonesia. Dan dalam pengawasi pelaksanaan nya, apakah perbankan syariah telah melaksanakan aktivitasnya berdasarkan syariah agama Islam, maka Bank-Bank Syariah haruslah diawasi pula oleh suatu lembaga yang disebut sebagai Dewan Pengawas Syariah.

Dalam suatu PBI tentang Bank Umum Syariah , dikemukakan a.l. sebagai berikut : Penerapan prinsip syariah pada bank syariah dipandang menjadi semakin penting di mata semua stakeholder karena dalam kegiatan usahanya bank syariah menghindari transaksi keuangan yang bersifat spekulatif, mendorong transparansi, menghindari eksploitasi dan mendorong pertumbuhan sektor riil.
Kegiatan operasional perbankan syariah yang mencakup seluruh aspek kehidupan ekonomi seperti kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jual beli (murabahah, salam dan istishna), sewa (ijarah) dan jasa lainnya (rahn, sharf dan kafalah) telah menjadikan bank syariah lebih dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat (universal banking).

Itulah yang menjadi pokok perbedaan operasional perbankan syariah dengan perbankan yang beroperasi secara konvensional.. Jadi bukan hanya operasionalnya saja yang dapat dibedakan, melainkan organisasi perbankannyapun akan berbeda.

Disamping perbedaan-perbedaan pokok tersebut diatas terdapat pula perbedaan lain, yaitu menyangkut praktik manajemen, antara lain praktik tentang manajen risiko pada kedua sistem perbankan , konvensional dan perbankan syariah.

Untukmemudahkan melihat perbedaan kedua sistem tersebut, berikut suatu tabel yang menggambarkan perbedaan kedua sistem ditinjau dari berbagai aspek.



Tinjauan Aspek ----------------Bank Konvensional--------------- Bank Syariah---------

1.Undang-Undang
Yang mengatur


2. Organisasi



3. Kecukupan Modal






















4. GWM















5. Sarana Pengendalian Moneter BI









6. Pelaksanakan fungsi BI sebagai lender of the last resort.








7. Modal untuk pendirian Bank


8. Operasional:


























































9. Manajemen Risiko.

UU No. 7 tahun 1993, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998.

Pengurus Bank terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi.


CAR:
Mengikuti saran dari Bank for International Settlement yaitu Basel II yang sudah di adopsi oleh BI, a.l.
CAR minimal = 8 % dari ATMR

Modal Inti Minimum:
Terdiri dari :
a. Modal disetor
b. Cadangan tambahan modal
c. Modal inovatif
Modal Inti Minimum sebesar
5 % dari ATMR.

ATMR:
Terdiri dari;
o ATMR risiko kredit
o ATMR risiko Operasional
o ATMR risiko pasar, yang hanya wajib bagi bank tertentu a.l bank dengan asset diatas Rp.20 T

GWM dalam Rph terdiri dari:
o GWM Utama :sebesar 5 % dari DPK Rph.
o GWM Sekunder ditetapkan 7,5 % dari DPK Rph
(PBI. No.10/25/PBI/2008 tgl.23 Okt.2008). GWM sekunder diberi jasa giro sebesar 2,5 %. (SEBI.10/37/DPM tgl.13 Nov.2008).
o GWM valuta asing ditetapkan sebesar 1 % dari DPK valuta asing. (PBI No10/19/PBI/2008 tgl.28 Okt.2008)

o PUAB
o Operasi Moneter:
o Operasi Pasar Terbuka
- FTO ( FTK & FTE).
- Penyediaan standing
fasilities
o Menggunakan SBI
o Menggunakan SBN
( dari DepKeu RI)
o FASBI


Menggunakan :
o FLI (Fasilitas Likiditas Intrahari). Ada 2 macam:
1. FLI Kliring
2. FLI RTGS.
o FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek).
o FPD (Fasilitas Pembiayaan Darurat) bagi bank yang mempunyai masalah solvabilitas yang berdampak sistemik.

Modal disetor untuk pendirian Bank sekurang-kurangnya sebesar Rp.3 T.

Pendanaan ( DPK) :
o Giro
o Deposito
o Tabungan
o Lain-lain
Semua DPK diberikan bunga




Pemberian Kredit,
o Mengenakan bunga..
o Terdapat berbagai macam skim kredit sesuai penggunaan /tujuan pemberian kredit / menurut penerima kredit.






Transaksi Valas.
o Spot
o Forward


o Swap


o Option

Transaksi Import/Eksport:

o Menggunakan L/C import/eksport yang
tunduk kepada UCPDC
(Uniform Custom Practices
for Documentary Credit).




Perdagangan surat berharga:
o Surat berharga dapat diperdagangkan (mencari selisih harga jual dan beli untuk memperoleh keuntungan atau menghindari kerugian yang lebih besar) .
o Dianggap sebagai investasi (hold to maturity).
o Jenis surat berharga yang diperdagangkan adalah segala jenis yang menghasilkan bunga (yield) dan/atau Capital Gain.

Diatur antara lain pada Peraturan Bank Indonesia No:. 5/8/PBI/2003 Tentang ‘Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum’: a.l;
Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif. disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta
kemampuan Bank
Sekurangkurangnya mencakup:
a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Risiko sebagaimana dimaksud diatas mencakup:
a. Risiko Kredit;
b. Risiko Pasar;
c. Risiko Likuiditas;
d. Risiko Operasional;
e. Risiko Hukum;
f. Risiko Reputasi;
g. Risiko Strategik;
h. Risiko Kepatuhan.
Bank yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi hanya wajib menerapkan Manajemen Risiko sekurang-kurangnya untuk 4 (empat) jenis Risiko dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
UU No. 21 tahun 2008.



Disamping ada Dewan Komisaris dan Direksi terdapat Dewan Pengawas Syariah.

Diatur BI tersendiri, namun CAR tetap = 8% dari ATMR. ATMR pada Bank Umum Syariah berbeda dengan ATMR Bank Konvensional



















GWM dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5 % dari DPK dalam Rupiah.


GWM dalam Valuta asing = 1 % dari DPK Valuta asing.
(PBI No. 10/23/PBI/ 2008 tgl.16 Okt.2008).







o PUAS
o Operasi Moneter Syariah:
o Operasi Pasar Terbuka
Syariah (OPT Syariah).
- Penyediaan Standing
fasilities syariah
o Menggunakan SBIS.
o Menggunakan SBSN
(Surat Berharga Syariah
Negara dari DepKeu)
o FASBIS

Menggunakan :
o FLIS (Fasilitas Likiditas Intrahari bagi Bank Syariah).Terdiri dari FLIS Kliring dan FLIS RTGS.
o FPJPS (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah)





Modal Disetor untuk pendirian Bank Syariah sekurang-kurangnya Rp. 1 T.

Pendanaan (DPK):
o Giro wadiah
o Giro mudharabah
o Tabungan wadiah
o Tabungan mudharabah
o Deposito mudharabah
o Bentuk lain yang diperkenankan /sesuai syariah.

Pemberian pembiayaan menggunakan sistem Syariah:
o Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah)
o Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna)
o Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijarah).
o Pembiayaan berdasarkan prinsip pinjaman (Qardh).

Al Sharf.(jual beli valas).
o Spot diperkenankan
o Forward digolongkan haram karena mengandung maysir
o Swap digolongkan haram karena mengandung maysir
o Option digolongkan haram karena mengandung maysir


Transaksi import/eksport:

o Menggunakan LC Import /eksport Syariah yang diatur dengan akad Wakalah bil ujrah (dan dikombinasikan dengan Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah sesuai kebutuhan)

Investasi pada surat berharga (hold to maturity)
o Diutamakan sebagai investasi.
o Penjualan / Perdagangan dilakukan berdasarkan kebutuhan bukan untuk mencari capital gain.
o Jenis surat berhaga yang dijadikan sarana investasi adalah surat berharga dari perusahaan yang usahanya tidak bertentangan dengan syariah agama Islam.

Belum diatur secara khusus. Dengan demikian , ketentuan manajemen risiko yang diberlakukan pada bank umum konvensional, sepanjang relevan dapat pula diterapkan
pada bank syariah.



Perbedaan dalam berbagai aspek sebagaimana tabel tersebut diatas tentu saja belum lengkap. Namun sementara itulah yang dapat di-identifikasi. Penulis yakin bahwa masih banyak aspek yang berbeda pada sistem perbankan konvensional dengan sistem perbankan syariah. Kalau pada 2 bank sesama Bank Umum Konvesional saja kita sering menemukan perbedaan yang signifikan, apalagi antara Bank Umum Konvensional dengan Bank Umum Syariah tentu perbedaannya akan dapat ditemukan pada berbagai aspek karena yang berbeda tersebut adalah filosofi dasar pada kedua sistem yang menopangnya.

Pemahaman terhadap perbedaan tersebut sangat diperlukan dalam melakukan review terutama menyangkut review atau kaji ulang terhadap manajemen risiko pada Bank Umum Syariah. Kaji ulang manajemen risiko pada Bank Umum Syariah lebih perlu dilakukan sejak dini mengingat petunjuk khusus dari Bank Indonesia mengenai bagaimana menerapkan manajemen risiko khusus pada bank syariah belum ada. Dari kenyataan ini kita akan dapat memperkirakan bahwa akan banyak praktik manajemen risiko yang sangat berbeda antara suatu Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Syariah yang lainnya. Walaupun pelaksanaan manajemen risiko memang tidak mungkin seragam karena sangat tergatung pada berbagai hal, antara lain ukuran dan kompleksitas usaha, namun penerapan prinsip prinsip manajemen risiko yang universal tentu perlu di usahakan agar manajemen risiko itu efektif mencapai tujuan yang diinginkan.

Sekedar catatan, dalam tulisan diatas andaikata terdapat istilah yang belum dipahami disarankan viewers untuk mencari pengertiannya pada : //istilahbank.blogspot.com.

Tulisan diatas dimaksudkan sebagai pengantar sebelum mem-publish tulisan tentang ’Kaji Ulang Manajemen Risiko pada Bank Umum Syariah’

Jakarta, 30 Juni 2008.