29.3.09

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

GOOD CORPORATE GOVERNANCE
( G C G)
Ketentuan Bank Indonesia tentang GCG: BI melalui PBI No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang “Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum “ telah mengatur pelaksanaan GCG bagi perbankan di Indonesia a.l sebagai berikut :
Definisi :
Good Corporate Governannce adalah tatakelola yang berlandaskan prinsip-prinsip Keterbukaan (transparency), Akuntabilitas (accountability ), Pertanggung jawabab (responsibuility ), Independensi (Independency) serta Kewajaran (fairness).
Dalam bagian penjelasan dari PBI tersebut diuraikan makna dari prinsip-prinsip yang dimaksud diatas sebagai berikut :
Transperancy. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
Accountability. Yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggung jawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif
Responsibility. Yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan keraturan dan ketentuan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
Independency. Yaitu pengelolaan bank secara professional tanpa pengaruh/ tekanan dari pihak manapun.
Fairness . Yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan GCG. Minimal harus diwujudkan dalam pelaksanaan hal-hal sebagai berikut : 1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
melaksanakan fungsi pengendalian intern. 3. Penerapan fungsi kepatuhan , auditor internal dan auditor eksternal. 4. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern. 5. Penyediaan dana kepada pihak terkait termasuk penyediaan dana besar 6. Rencana strategis bank 7. Tranparansi informasi keuangan bank dan non keuangan bank.
Pelaku-pelaku kunci dalam GCG:
Dewan Komisaris.
Diatur tentang : I. Jumlah, Komposisi, Kriteria, dan independensi Dewan Komisaris II. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris III. Kewajiban Dewan Komisaris untuk membentuk : · Komite Audit · Komite Pemantau Risiko · Komite Nominasi dan Remunirasi IV. Rapat Dewan Komisaruis V. Aspek transparansi Dewan Komisaris
D i r e k s i .
Diatur tentang : I. Jumlah , Komposisi , Ktriteria dan Independensi Direksi. II. Tugas dan tanggung jawab Direksi III. Rapat Direksi IV. Aspek Transparansi Direksi

Komite- Komite .
Diatur tentang : I. Struktur dan keanggotaan Komite Audit; Komite Pemantau Risiko; Komite Nominasi dan
Remunerasi II. Jabatan rangkap Ketua- Ketua Komite III. Tugas dan Tanggung jawab Komite Audit; Komite Pemantau Risiko; Komite Nominasi dan
Remunerasi. IV. Rapat- Rapat Komite
Peranan Fungsi Kepatuhan , Audit Intern dan Audit Ekstern.
Diatur tentang kewajiban bank dalam melaksanakan Fungsi Kepatuhan; Fungsi Audit Intern serta Fungsi Audit Ekstern .

Pelaksanaan, pelaporan dan sanksi.

Diatur pula mulai berlakunya ketentuan tersebut bagi Bank-Bank Umum sesuai dengan size bank serta pelaporan pelaksanaannya dan sanksi atas pelanggaran. Peraturan Bank Indonesia tentang “Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum “yang ditetapkan BI tersebut sangat penting, karenanya perlu dipelajari secara mendalam agar dalam implemetasinya betul-betul sesuai dengan ketentuan termasuk dalam pelaksanaan pelaporannya agar terhindar dari kemungkinan dikenakan denda oleh Bank Indonesia.. Perlu juga dipahami bahwa pedoman pelaksanaan GCG yang disampaikan Bank Indonesia adalah ketentuan minimal yang dalam pelaksanaannya diharapkan Bank-Bank menerapkannya secara lebih luas dan komplit dibandingkan petunjuk tersebut.
Good Corporate Governance sebagaimana rekomendasi Bank for International Settlement.
Bank for International Settlement / Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) menerbitkan suatu paper berjudul , “Enhancing Corporate Governance in Banking Organisation “pada bulan Juli 2005 sebagai Consultative Document, yang ditunggu komentarnya oleh Komite Basel sampai bulan Oktober 2005. Sudah merupakan prosedur standar bagi Basel Komite bahwa suatu gagasan yang akan dijadikan rekomendasi kepada perbankan diterbitkan lebih dahulu dalam bentuk Consultative Paper. Setelah ditanggapi oleh kalangan perbankan dunia / organisasi Internasional yang terkait, gagasan / rekomendasi tersebut dibahas kembali dan apabila dianggap sudah ‘matang’ dan sesudah memnpertimbangkan berbagai pendapat yang relevan dan signifikan baru dijadikan final paper yang menjadi rekomendasi resmi dari BIS untuk dilaksanakan oleh perbankan Internasional. Pada bulan Februari 2006, diterbitkanlah paper dengan isi yang yang sudah disempurnakan tetapi dengan judul yang sama, yaitu : “ Enhancing Corporate Governance in Banking Organization “. Pembahasan dalam paper BIS Februari 2006 dimaksud dibagi dalam 5 Bagian sebagai berikut : I. Introduction II. Overview of Bank Corporate Governance III. Sound Corporate Governance Principles IV. The Role of Supervisors. V. Promoting an environment supportive of sound corporate governance

Bagian I .
Berisikan pengantar dan riwayat perkembangan perlunya diterapkan Good Corporate Governance ini pada perbankan. Bahwa konsep Good Corporate Governance ini mengikuti konsep dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development ) yang telah lebih dulu merumuskan konsep GCG. Setelah komite Basel menerbitkan pedoman bagi Banking Supervisor pada tahun 1999, OECD merumuskan lagi prinsip prinsip Good Corporate Governance pada tahun 2004 yang juga dapat di adopsi oleh perbankan. Terakhir Komite Basel meng-introdusir GCG untuk diskusi publik pada Juli 2005 dan di finalkan pada Februari 2006. Tujuan menerbitkan pedoman ini adalah untuk membantu organisai perbankan memperkuat kerangka kerja ‘corporate governance’ dan untuk membantu banking supervisor (Otoritas Pengawasan Perbankan) dalam melakukan asesmen kualitas kerangka kerja ini diperbankan. Implementasi prinsip prinsip GCG ini di perbankan harus disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, struktur, signifikansinya secara ekonomi, dan profil risiko dari bank atau grup dimana bank bernaung. Penerapan standard GCG pada suatu yurisdiksi tergantung pada hukum hukum yang relevan, peraturan, dan tata tertib serta ekspektasi dari Banking Supervisor. Prinsip prinsip GCG dapat diterapkan baik pada Bank yang menerapkan Basel II maupun Bank yang belum/tidak menerapkan Basel II. Pedoman ini merujuk pada struktur governance Bank yang terdiri dari Board of Directors (Dewan Komisaris) dan Senior Management (Direksi). Komite Basel menyadari perbedaan struktur di setiap yurisdiksi tentang supervisory board dan excecutive function ini. Dalam hal ini Basel Komite lebih menekankan perlunya pemisahan antara fungsi eksekutif dan fungsi supervisory .
Bagian II.
Tinjauan terhadap Bank Corporate Governance (Overview of Bank Corporate Governance).
Praktik-praktik Corporate Governance yang efektif sangat penting untuk memperoleh dan mempertahankan kepercayaan dan keyakinan masyarakat pada sistem perbankan, yang kritikal terhadap fungsi-fungsi pada sektor perbankan dan ekonomi sebagai suatu kesatuan. Corporate Governance yang buruk bisa menjadi penyebab kegagalan bank, yang dapat merupakan ‘biaya’ (cost) yang signifikan bagi masyarakat dan konsekwensinya dapat berdampak signifikan terhadap mekanisme asuransi/penjaminan simpanan dan kemungkinan juga mempunyai implikasi lebih luas pada makro ekonomi, seperti risiko contagion (yang bersifat sistemik) yang berdampak pada sistem pembayaran. Corporate governance yang buruk dapat menyebabkan pasar kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan suatu bank dalam mengelola asset and liability nya secara benar, termasuk deposit nya, yang pada waktunya menjadi pemicu terhadap krisis likiditas atau ‘lari’ nya dana bank. Sebagaimana tanggung jawabnya kepada pemegang saham , bank juga punya tanggung jawab kepada depositornya.
# Prinsip-prinsip dari OECD mendefinisikan Corporate Governance sebagai ‘ serangkaian hubungan antara manajemen suatu perusahaan , dengan dewan komisaris, pemegang saham dan pemangku kepetingan (stakeholders) lainnya. Corporate governance juga menyiapkan struktur melalui mana tujuaan-tujuan perusahaan , sarana (means) untuk mencapai tujuan tersebut dan pemantauan kinerja (performance) ditetapkan. Good corporate governance harus menyediakan insentif yang layak bagi dewan komisaris dan manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan yang menjadi kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi pemantauan yang efektif. Kehadiran sistem corporate governance yang efektif dalam suatu perusahaan secara individu dan pada lintas ekonomi secara keseluruhan, membantu penyediaan tingkat keyakinan yang diperlukan untuk berfungsinya suatu ekonomi pasar’ .
# Dari perspektif industri perbankan, corporate governance mencakup berbagai cara dimana bisnis dan urusan institusi secara individual dikelola oleh dewan komisaris dan direksi bank, yang berpengaruh terhadap bagaimana bank: o Menetapkan tujuan-tujuan perusahaan o Pelaksanaan operasional bank sehari-hari o Memenuhi kewajiban pertanggung jawaban kepada pemegansaham dan mempertimbangkan kepentingan dari stakeholders (pemangku kepentingan ) lainnya. o Menserasikan kegiatan perusahaan dengan kebiasaan dengan harapan bahwa bank akan beroperasi dengan cara yang sehat, aman dan mematuhi hukum serta ketentuan yang berlaku, dan o Melindungi kepentingan para depositors bank/pemilik dana.
# Otoritas Pengawasan Bank sangat berkepentingan terhadap GCG sebagai suatu elemen penting keamanan dan kelancaran fungsi dari suatu bank yang dapat mempengaruhi profil risiko bank apabila tidak di implementasikan secara efektif. Mengingat fungsi dari Dewan Komisaris dan Direksi bank berkaitan dengan penetapan kebijakan, implementasi kebijakan, dan pemantauan elemen elemen kunci dalam mengendalikan fungsi-fungsi suatu bank, supervisi yang efektif terhadap bisnis dan kegiatan bank oleh Dewan Komisaris dan Direksi merupakan kontribusi terhadap pemeliharaan suatu sistem pengawasan biaya yang efektif. Sound Corporate Governance memberikan kontribusi terhadap perlindungan deposan dan para kreditor bank dan memungkinkan bagi Otoritas Pengawasan Bank untuk lebih menaruh keyakinan terhadap proses internal bank Pengalaman dari otoritas pengawasan bank, menekankan pentingnya tingkat pertanggung jawaban masing-masing level yang sesuai serta check and balances pada masing-masing bank. Dapat ditambahkan, dalam praktik Sound Corporate Governance khususnya pada situasi dimana suatu bank sedang mengalami suatu masalah, atau dimana suatu tindakan koreksi perlu dilakukan, Otoritas ( Banking Supervisor) mungkin memerlukan keterlibatan komisaris secara substansial dalam mencari pemecahan dan mengawasi pelaksanaan implementasi dari tindakan koreksi yang dilakukan.
# Ada tantangan yang unik dalam Good Corporate Governance, dimana apabila pada struktur kepemilikan terdapat kesenjangan keterbukaan (lack of transparency ) atau ketidak cukupan check and balances pada kegiatan yang tidak wajar atau karena dipengaruhi oleh insiders (orang dalam) atau pemegang saham pengendali. Basel komite tidak menyarankan bahwa keberadaan pemegang saham pengendali didalam perusahaan sebagai suatu yang kurang patut ( inappopriate). Sesungguhnya pemegang saham pengendali merupakan sumber yang menguntungkan bagi suatu bank, dan dalam banyak pasar dan pada kebanyakan bank-bank kecil hal ini sudah dianggap biasa dan pola kepemilikan yang sesuai /wajar tidak merupakan bagian yang perlu diberikan perhatian lebih dalam perizinan bank. Namun demikian Otoritas Pengawasan Bank perlu mengambil langkah-langkah untuk meyakini bahwa struktur kepemilikan demikian bukan halangan bagi sound corporate governance. Khususnya , otoritas pengawasan bank harus mempunyai kemampuan untuk melakukan asesmen terhadap ‘kesesuaian dan kepatutan’ (fitness and propriety) dari pemilik.
# Good Corporate Governance memerlukan dasar kelembagaan, hukum dan ketentuan yang sesuai. Berbagai faktor termasuk, kebijakan ekonomi makro, sistim hukum bisnis, standar akuntansi, dapat mempengaruhi kepercayaan pasar dan kinerja ekonomi secara keseluruhan. Namun demikian, faktor-faktor dimaksud sering diluar jangkauan Otoritas Pengawasan Bank. Walaupun demikian Otoritas senantiasa harus mengembangkan dan menyadari (aware) terhadap kesulitan-kesulitan dalam aspek hukum dan institusi terhadap Sound Corporate Governance, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membantu perkembangan dasar-dasar dari corporate governance yang efektif, dimana hal tersebut merupakan kewenangan hukum otoritas untuk melakukannya.
# Kesepakatan-kesepakatan (arrangements) dalam Good Corporate Governence, sebagaimana juga tentang sistem hukum dan ketentuan yang berlaku, sangat berbeda pada beberapa negara. Namun demikian, sound governance dapat dicapai melalui bentuk perusahaan yang digunakan oleh suatu organisasi perbankan , sepanjang beberapa fungsi penting telah berjalan dan siap pakai. Terdapat empat bentuk pengawasan yang penting yang inklusif dalam struktur organisasi setiap bank untuk meyakini kesesuaian checks and balances : 1) Pengawasan (oversight) oleh dewan komisaris atau suatu badan pengawas. 2) Pengawasan oleh seseorang yang tidak terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pada bisnis area. sehari-hari 3) Perngawasan langsung pada berbagai line bisnis area oleh bisnis area yang bersangkutan. 4) Fungsi manajemen risiko, fungsi compliance dan fungsi audit yang independen.
Perlu ditambahkan, adalah penting bahwa pegawai-pegawai kunci ‘fit and proper’ pada job-nya masing-masing. Walaupun kepemilikan Pemerintah terhadap suatu bank berpotensi untuk merubah strategi dan tujuan dari bank, suatu bank yang dimiliki pemerintah akan menghadapi banyak risiko serupa yang terkait dengan corporate governance yang lemah.. Konsekwensinya, prinsip-prinsip umum dari good corporate Governance dapat juga diterapkan pada bank-bank milik pemerintah. Logisnya, prinsip-prinsip ini dapat diterapkan pada bank-bank dengan struktur kepemilikan yang unik, umpamanya pada bank yang dimiliki keluarga, dan bank-bank yang kepemilikannya tertutup (not publicly listed).
Bagian III.
Prinsip-prinsip ‘Sound Corporate Governance’ .

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, Otoritas Pengawasan Bank mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh apakah bank telah melaksanakan praktik sound corporate governance’. Pembahasan berikut ini didasarkan pada pengalaman otoritas mengenai masalah-masalah corporate governance pada organisasi perbankan dan dirancang untuk memperkuat prinsip prinsip yang dapat membantu untuk meminimalisasi masalah. Prinsip-prinsip ini harus dipandang sebagai elemen-elemen penting dalam proses corporate governance yang efektif.
Prinsip # 1.
Meyakini bahwa anggota komisaris cakap untuk posisinya, mempunyai pemahaman yang jelas tentang peranannya dalam corporate governance dan mampu memberikan pertimbangan yang sehat terhadap kegiatan bank.

# Dewan Komisaris merupakan penangung jawab puncak dari kesehatan operasional dan finansial bank. Dewan komisaris dan anggota-anggota komisaris akan memperkuat corporate governance suatu bank apabila mereka ; o Memahami dan melakukan peranan pengawasannya termasuk pemahamanterhadap profil risiko bank. o Menyetujui strategi bisnis bank secara overall, termasuk persetujuan terhadap kebijakan risiko secara overall serta prosedur prosedur dalam manajemen risiko. o Melaksanakan tugas-tugas berkaitan dengan loyalitas dan kepedulian (‘duty of loyalty’ and ‘duty of care’ ) terhadap bank sebagaimana diatur oleh otoritas dan ketentuan hukum yang berlaku o Menghindari pertentangan kepentingan, atau bentuk-bentuk konflik lainnya dalam kegiatan mereka seperti aktivitas dan komitment mereka terhadap organisasi lain/ dengan perusahaan lain. o Menghindarkan diri dari pengambilan keputusan apabila mereka menghadapi pertentangan kepentingan yang membuat mereka tidak mampu secara wajar mempertahankan tugas yang dipercayakan kepada mereka. o Mampu untuk mencurahkan waktu dan tenaga yang cukup untuk memenuhi tanggung jawabnya. o Mempunyai kapasitas dan efisien dalam membahas dan sungguh sungguh dalam mendiskusikan permasalahan bank. o Terus mengembangkan diri dan mempertahankan keahlian pada level yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan bank. o Mampu melakukan strukturisasi terhadap diri sendiri (sebagai Dewan Komisaris) dengan suatu cara, termasuk menstrukturisasi ukuran besar/kecilnya dewan , mengembangkan efisiensi dan diskusi yang benar benar strategik. o Secara periodik melakukan asesmen terhadap efektivitas praktik governance yang mereka laksanakan, termasuk menominasikan dan memilih anggota baru komisaris, menetapkan kelemahan-kelemahan apabila ada, dan melakukan perubahan dimana perlu. o Memilih, memantau dan dimana perlu mengganti pejabat eksekutif kunci, selain meyakini bahwa bank sudah mempunyai rancangan suksesi untuk eksekutif, dan memastikan bahwa setiap calon eksekutif pengganti adalah qualified, fit and proper untuk mengelola kegiatan-kegiatan bank. o Melaksanakan pengawasan (oversight) terhadap direksi bank, melalui pelaksanaan tugas-tugas mereka dan kewenangan untuk bertanya dan memperoleh jawaban secara langsung dari direksi, yang harus diterima tepat waktu dan dalam waktu yang cukup untuk menilai kinerja dari direksi . o Mengadakan pertemuan secara teratur (regular) dengan direksi dan internal audit untuk menetapkan dan menyetujui kebijakan, menetapkan garis komunikasi dan memantau perkembangan pencapaian tujuan perusahaan. o Mengembangkan keamanan dan kelancaran, memahami lingkup peraturan dan meyakini bahwa bank memelihara hubungan baik dengan otoritas . o Memberikan adpis yang ‘ sound and objective’ dan merekomendasikan praktik-praktik yang sehat pada berbagai situasi. o Menghidari diri dari campur tangan seolah sebagai ‘direksi’ dalam manajemen bank sehari hari. o Memberikan kontribusi dalam keahlian tertentu dalam pengawasan kegiatan bank yang mungkin tidak diperoleh dari induk perusahaan atau kelompok lain dalam grup. o Melakukan due diligent terhadap penunjukan dan pengawasan terhadap eksternal auditor, dalam yurisdiksi dimana hal itu merupakan tanggung jawab dari Dewan Komisaris. ( Dalam yurisdiksi tertentu , ekternal auditor ditunjuk langsung /ditetapkan oleh pemegang saham).
# Bank harus mempunyai anggota komisaris dalam jumlah dan komposisi yang cukup yang mampu memberikan pertimbangan dan pandangan secara independen tentang manajemen, kepentingan politik serta pihak diluar bank. Dewan komisaris mengemban kepercayaan untuk melindungi bank terhadap hal-hal ‘illegal’ dan tindakan penyalah gunaan atau pengaruh dari pemegang saham dominan atau pemegang saham pengendali baik yang mengganggu ataupun tidak terhadap kepentingan utama bank serta pemegang sahamnya. Independensi dan objektivitas dapat diperkuat dengan memasukkan anggota komisaris non eksekutif yang qualified atau dengan membentuk suatu ‘supervisory boards’ atau ‘boards of auditors’ yang terpisah dari ‘management boards’ yang dapat memperkuat independensi dan objektivitas. Hal ini sangat penting dalam area dimana terdapat risiko bahwa direksi sangat dominan terhadap dewan komisaris atau ada pengaruh politik untuk melakukan suatu tindakan yang bukan merupakan kepentingan terbaik bagi bank (dapat untuk kepentingan pribadi tertentu atau pemegang saham mayoritas dari bank), atau dimana terdapat potensi pertentangan kepentingan dalam berbagai area kunci dalam bank. Contoh dari area kunci dimaksud, termasuk meyakini integritas laporan keuangan atau laporan non keuangan, kaji ulang terhadap transaksi-transaksi pihak terkait, nominasi anggota komisaris dan eksekutif kunci, serta kompensasi untuk komisaris dan eksekutif kunci. Komisaris independen yang qualified dapat membawa perspektif bisnis baru yang dapat meningkatkan dan memberikan arah strategik kepada manajemen, seperti pandangan terhadap kondisi lokal , yang dapat pula menjadi sumber keahlian yang signifikan bagi manajemen.
# Secara bersama sama Dewan komisaris harus mempunyai pengetahuan yang sesuai dengan masing-masing tipe kegiatan keuangan yang material yang cendrung dikejar oleh bank. Dewan Komisaris harus mempunyai keahlian dan pengetahuan yang memadai agar dapat melaksanakan dan mengawasi governance secara efektif. Dalam beberapa kasus tertentu komisaris bank mungkin tidak mempunyai pengetahuan mendetil tentang perbankan, keuangan, manajemen risiko, hukum/ketentuan, IT, atau topik lainnya. Atau sebaliknya dengan kekurangan pengetahuan individual seperti dimaksud diatas, bank harus mengembangkan program-program pendidikan berkesinambungan untuk anggota angota komisaris atau melakukan langkah-langkah lain agar pengetahuan yang dibutuhkan tersedia pada komisaris untuk meningkatkan kemampuan dalam mengemban taggung jawab mereka.
# Pemegang saham pengendali ( misalnya bank milik pemerintah, milik keluarga atau dengan kata lain sahamnya tidak terdaftar di bursa ) mempunyai pertimbangan yang menentukan dalam menunjuk anggota-anggota Dewan Komisaris. Dalam kasus demikian, harus selalu diingat bahwa Dewan dan anggota komisaris bertanggung jawab terhadap bank.. Dalam kasus bank yang dimiliki pemerintah (negara), pemerintah seharusnya tidak campur tangan atau melibatkan diri dalam manajemen bank sehari-hari, independensi dari dewan komisaris seyogianya dihargai, dan dewan komisaris diperkenankan untuk melaksanakan tugas kepercayaan yang diberikan kepadanya secara independen, lepas dari pengaruh politik yang dapat menjerat nya dalam pertentangan kepentingan (misalnya, komisaris adalah pejabat pemerintah atau secara eksplisit mempunyai kepentingan politik tertentu). Hal ini tidak mengesampingkan hak pemerintah sebagai pemilik, yaitu untuk menetapkan tujuan bank secara overall.
# Dalam sejumlah negara, khususnya yang menerapkan ‘single board’ yang menggabungkan (mengkombinasikan) fungsi pengawasan dengan fungsi manajemen, mereka memanfaatakan pembentukan komite-komite khusus tertentu yang memberikan adpis dan masukan kepada dewan. Untuk kepentingan keterbukaan/transparansi dan pertanggung jawaban yang lebih luas, dimana komite-komite tersebut dibentuk, mandat, komposisi (termasuk anggota komisaris independen), prosedur kerja, harus didefinisikan dengan baik dan dilakukan secara terbuka. Hal ini berguna dalam mempertimbangkan pelaksanaan rotasi dari keanggotaan dan ketua-ketua dari komite dimaksud.
# Di presumsikan bahwa, sesuai keperluannya Bank yang besar dan Bank yang aktif secara international (internationally active banks) harus mempunyai suatu komite audit atau semacam struktur yang dipersamakan (seperti suatu, statutory boards of auditors) yang bertanggung jawab untuk fungsi serupa. Komite Audit bertanggung jawab terhadap penyediaan informasi tentang pelaksanaan pengawasan baik oleh internal maupun ekstenal auditors, menyetujui atau merekomendasikan kepada Dewan Komisaris atau kepada pemegang saham persetujuan penunjukan mereka, kompensasi dan penggantaian eksternal auditor, kaji ulang dan menyetujui cakupan audit serta frekwensinya, menerima laporan audit, dan meyakini bahwa manajemen telah melakukann tindakan koreksi yang sesuai dalam waktu yang layak untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern, ketidak patuhan terhadap kebijakan, hukum dan ketentuan yang berlaku dan masalah-masalah lain yang di-identifikasi oleh auditor.
Untuk mencapai objektivitas dan independensi yang cukup, komite ini harus terdiri dari, minimum, suatu mayoritas anggota komisaris independen yang mempunyai pemahaman yang memadai tentang peranan komite audit, manajemen risiko serta ‘bank governance’. Audit Komite sering terdiri dari hanya komisaris komisaris independen.. Apabila terdapat eksekutif menjadi anggota Audit Komite, untuk meningkatkan pembahasan masalah secara lebih leluasa, akan lebih baik bagi anggota komisaris independen untuk melakukan rapat secara terpisah. Hal ini juga lebih bermanfaat dalam melakukan penunjukan atau pemberhentian internal mauppun pemutusan eksternal auditor, akan lebih baik apabila keputusan dilakukan oleh pihak yang independen.yaitu komisaris-komisaris independen Pada tingkat minimal, ketua atau sekurang-kurangnya satu diantara anggota komite audit harus mempunyai pengalaman dan pengetahuan mutakhir serta keahlian yang sesuai dengan kompleksitas dari organisasi bank. , dan secara bersama sama (kolektif) mempunyai suatu keahlian dan pengetahuan yang seimbang, setara dengan kompleksitas organisasi bank dan tugas tugas yang ditetapkan mengenai laporan keuangan , akuntansi dan atau auditing.
# Diantara komite-komite khusus yang semakin meningkat keberadaannya adalah :
o Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee) .
Melakukan pengawasan terhadap kegiatan direksi didalam mengelola risiko kredit, risiko pasar, risiko likiditas, risiko operasional, risiko hokum/legal, risiko kepatuhan (complianc erisk), risiko reputasi dan risiko-risiko lain pada bank.(Sesuai pedoman dari Bank Indonesia, komite ini disebut “ Komite Pemantau Risiko”)
o Komite Kompensasi ( Compensation Committée).
Penyediaan pengawasan (oversight) terhadap renumerasi yang diberikan kepada direksi serta key personel lainnya dan meyakini bahwa kompensasi yang diberikan konsisten dengan budaya bank (bank’s culture), objektif, sesuai dengan strategi dan lingkungan pengendalian, sebagaimana tercermin dalam kebijakan formulasi kompensasi.
o Komite Nominasi/Corporate Governance/Human Recource .

Menyediakan asesmen untuk efectivitas pekerjaan komisaris dan mengarahkan proses pembaharuan dan penggantian anggota-anggota komisaris. Komisaris non eksekutif, sebagaimana halnya komisaris lain, dengan pengetahuan dan keahlian yang relevan dapat memainkan peranan kunci dalam komite komite tersebut diatas.
Prinsip # 2.

Dewan Komisaris menyetujui dan mengawasi sasaran-sasaran strategik bank (bank’s strategic objectives) dan nilai-nilai perusahaan (corporate value) yang dikomunikasikan pada setiap tingkatan organisasi bank.

# Sulit untuk mengatur kegiatan dalam suatu organisasi apabila tidak terdapat tujuan-tujuan strategik atau petunjuk tentang nilai-nilai perusahaan (corporate value). Karena itu, dewan komisaris harus menetapkan tujuan strategik dan pedoman kemampuan professional yang tinggi (high standard of professional conduct) yang akan mengarahkan kegiatan bank yang sedang berjalan (on going) serta memperhatikan kepentingan dari pemangku kepentingan (stakeholders) dan pemilik dana (depositotrs). Dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk meyakini bahwa tujuan tujuan dan standar standar dimaksud sudah dikomunikasikan secara luas dalam organisasi bank. Contoh corporate culture yang memberikan mandat dan menyediakan insentif yang sesuai untuk kebiasaan professional sangat penting sebagaimana pentingnya nilai nilai tertulis standar professional. Dalam hubungan ini Dewan Komisaris harus memimpin dan mengembangkan nuansa ‘tone at the top’ dan menyetujui standar standar professional untuk dirinya, direksi serta pegawai lainnya. Praktik yang konsisten terhadap ‘hight professional standards’ adalah untuk kepentingan bank yang lebih utama yang akan memperkuat kredibilitas dan kepercayaan terhadap bank dalam pelaksanaan operaional sehari-hari dan dalam jangka panjang. Sangat penting bahwa standards dimaksud ditujukan terhadap perilaku korupsi, penyalah gunaan, self dealings dan perilaku illegal lainnya yang tidak terpuji dalam kegiatan internal dan eksternal bank.
# Dewan Komisaris harus meyakini bahwa direksi mengimplementasikan :kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan dan integritas professional. Dewan juga harus meyakini bahwa direksi meng-implementasikan kebijakan yang melarang atau membatasi sepantasnya kegiatan-kegiatan, hubungan hubungan atau situasi yang dapat mengurangi kualitas dari corporate government. Seperti : o Confict of interest o Pemberian pinjaman kepada staff, pegawai , direksi atau pemegang saham pengendali (dalam hal ini apabila dibolehkan oleh undang undang). Apabila ada pinjaman internal seperti itu, maka harus tunduk pada keamanan dan kesehatan bank. Misalnya, dibatasi sesuai dengan syarat syarat pasar, atau persyaratan yang diperlakukan kepada semua pegawai sebagai suatu bagian yang rutin dari renumerasi yang diberikan, dan dibatasi pada tipe pinjaman tertentu saja. Laporan terhadap pinjaman internal itu harus diberikan kepada dewan komisaris dan merupakan objek audit oleh internal dan eksternal auditor dan otoritas. o Menyediakan preferensi pengaturan kepada pihak terkait dengan bank dan perusahaan tertentu (seperti pemberian pinjaman dengan syarat syarat yang dipermudah, untuk menutup kerugian dalam suatu transaksi dagang, atau sebagai pemberian komisi)
# Pertentangan kepentingan (confict of interest) dapat terjadi sebagai hasil dari berbagai kegiatan dan peranan dari bank ( misalnya, bank memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan, sementara terdapat satuan kerja/unit bank yang melakukan fungsi perdagangan (trading) memperjual belikan surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan itu. Atau antara kepentingan bank/nasabahnya dengan dewan atau direksi (misalnya, bank memasuki hubungan bisnis dimana pemilik nya adalah salah satu dari anggota komisaris bank). Pertentangan kepentingan dapat pula terjadi, jika suatu bank merupakan bagian dari struktur suatu grup besar. Contohnya, jika bank merupakan bagian dari grup, garis pelaporan dan arus informasi diantara bank, perusahaan induk dan /atau subsidiaries dari perusahaan induk dapat mengarah pada kegawatan pertentangan kepentingan yang sama (seperti, sharing pada kepemilikan yang potensial, kerahasiaan atau informasi yang sensitif dari perusahaan berbeda.). Dewan komisaris harus meyakini bahwa direksi meng-impolementasikan kebijakan untuk meng-identifikasi potensi pertentngan kepemtingan , dan apabila hal ini tidak bisa dicegah, agar dikelola secara wajar.(Berdasarakan pada hubungan atau transaksi yang diperkenankan dibawah ‘sound corporate policy’ konsisten dengan hukum-hukum nasional dan standar dari otoritas perbankan.
# Kebijakan-kebijakan Dewan Komisaris harus meyakinkan bahwa aktivitas bisnis bank yang dapat meningkatkan pertentangan kepentingan harus dilakukan dalam suatu tingkatan independensi yang memadai satu sama lain , umpamanya ; menetapkan batasan (barriers) informasi diantara kegiatan yang berbeda dan menyediakan jalur pelaporan serta pengendalian intern berbeda. Harus berhati-hati dalam hal demikian, untuk meyakini bahwa semua informasi yang ditujukan kepada nasabah atau nasabah potensial (seperti, informasi tentang sifat dan biaya jasa-jasa yang disediakan, atau rekomendasi terhadap instrumen keuangan dan strategi investasi adalah jelas (clear), wajar (fair) dan tidak menyesatkan (misleading). Kebijakan kebijakan ini harus meyakini melalui prosedur yang cukup, bahwa transaksi dengan pihak terkait dengan bank, khususnya dengan pemegang saham , eksekutif bank, atau anggota komisaris dilakukan secara wajar sesuai ketentuan yang berlaku (arms length basis), sekurang-kurangnya diperkenankan dalam batasan kebijakan secara terbuka dan wajar tentang ‘ Pertentangan Kepentingan’ dan dalam batasan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan bank, pemegang saham dan pemilik dana (depositors).
# Dewan komisaris harus meyakini kecukupan keterbukaan terhadap publik(public disclosures) dan atau menginformasikan kepada otoritas pengawasan bank tentang kebijakan bank yang berkaitan dengan ‘ Pertentangan Kepentingan’ atau hal hal yang potensial yang menimbulkan pertentangan kepentingan. Termasuk cara pendekatan bank dalam menangani pertentangan kepentingan yang konsisten dengan kebijakan yang telah ditetapkan.. Juga harus dimasukkan kebijakan bank dalam pertentangan kepentingan atau potensi pertentangan kepentingan terkait dengan afiliasi atau transaksi dengan perusahaan dalam satu grup, sebagaimana penanganan bank terhadap pertentangan kepentingan yang material yang tidak masuk dalam kebijakan yang telah ditetapkan. Bank juga harus terbuka dan / atau melaporkannya kepada otoritas pengawasan bank pertentangan kepentingan yang material yang terjadi yang tidak sesuai dengan kebijakan bank.
# Terdapat pertentangan kepentingan dimana suatu bank berada dibawah kepemilikan Pemerintah, begitu juga Otoritas Pengawasan Bank juga berada dibawah (dimiliki) pemerintah. Dalam keadaan demikian harus ada pemisahan penuh secara adminstratif kepemilikan fungsi otoritas pengawasan bank untuk meminimalisasi intervensi secara politik dalam pelaksanaan pengawasan bank
# Nilai-nilai perusahaan (corporate values) harus mengenali hal-hal penting dan kritikal secara tepat waktu dan membahas masalahnya secara gamblang. Dalam hubungan ini pegawai harus berani dan mampu secara bebas mengkomunikasikan (dengan mendapat perlindungan yang cukup dari perusahaan) tentang subjek yang berkenaan dengan hal-hal yang melawan hukum (illegal), hal-hal yang tidak etis (unethical), atau praktik-praktik yang perlu dipertanyakan. Karena praktik praktik itu dapat menimbulkan suatu akibat yang merugikan pada reputasi bank . Hal ini dapat menjadi alasan bagi bank untuk menetapkan prosedur yang memadai yang sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku (secara nasional) untuk mengkomunikasikan masalah masalah yang material dan penting secara langsung atau tidak langsung (misalnya melalui independen audit atau proses kepatuhan (compliance process) atau melalui suatu ombudsman secara ‘konfidensial’ kepada komisaris independen dalam ‘garis komando’ perusahaan. Pada gilirannya, dewan komisaris dan direksi harus menanggapi komunikasi yang disampaikan secara sah itu.. Setiap proses untuk melaporkan hal hal yang material harus termasuk dalam mekanisme ‘perlindungan terhadap kerahasiaan pegawai’ . Dewan Komisaris dan Direksi harus melindungi pegawai yang melaporkan hal-hal yang ‘illegal’,‘unethical’dan‘questionables practices’ secara wajar, dari tindakan ‘disiplin’ baik langsung maupun tidak langsung, atau konsekwensi buruk lainnya yang diambil ‘atas nama’ bank.
Prinsip # 3.
Dewan Komisaris harus menetapkan dan melaksanakan garis pertanggung jawaban yang tegas dan jelas pada setiap tingkatan organisasi bank .

# Dewan Komisaris yang effektif secara jelas mendefinisikan kewenangan dan tanggung jawab mereka., sebagaimana dilakukan terhadap direksi. Mereka juga mengetahui bahwa garis pertanggung jawaban yang tidak spesifik akan membingungkan. Garis pertanggung jawaban yang multilines dapat memperumit suatu masalah karena reaksi yang lambat atau kurang. Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi kegiatan direksi yang harus konsisten dengan kebijakan yang sudah ditetapkan Dewan Komisaris sebagai bagian dari ‘checks and balances’ sebagai perwujudan dari ‘sound corporate governance’.
# Prinsip yang sama diterapkan pula apabila bank berada dalam struktur grup yang lebih luas, baik sebagai induk perusahaan(‘Parent Company’) maupun sebagai suatu anak perusahaan ( ‘Subsidiary’). Namun, dimensi grup akan menambah sejumlah masalah (issues) yang relevan dengan perspektif ‘corporate governance’ yang sedikit banyak akan berdampak pada tingkat tertentu terhadap struktur ‘corporate governance’ dalam kegiatan dewan komisaris baik pada induk maupun pada anak perusahaan. Tanggung jawab ‘corporate governance’ pada bank dan pada induk perusahaan harus dipatuhi. Komisaris atau direksi pada induk perusahaan bertindak untuk kepentingan pertanggung jawabannya terhadap ‘corporate governancer’ – dibebani untuk menetapkan strategi umum dan kebijakan dari grup dan anak perusahaan dan menentukan struktur ‘governance’ yang bagaimana yang dapat memberikan kontribusi terbaik dari anak perusahaan terhadap mata rantai pengawasan bagi grup secara keseluruhan. Dewan Komisaris pada bank sebagai anak perusahaan memelihara tanggung jawab ‘corporate governance ‘ pada bank, termasuk kesehatan bank dan perlindungan terhadap kepentingan ‘depositors’ bank, dan harus meyakini bahwa bank mematuhi hukum dan melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan.
# Dimensi grup menghadirkan suatu tantangan terhadap suatu ketentuan khususnya apabila suatu bank menghadapi suatu masalah dimana diperlukan tindakan koreksi yang sifatnya segera ; dalam situasi ini otoritas pengawasan bank memerlukan keterlibatan yang sungguh-sungguh dan campur tangan yang signifikan dari Dewan Komisaris dalam mencari pemecahan masalah dan melakukan tindakan-tindakan perbaikan
# Dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap ’corporate governance’, dewan komisaris perusahaan induk hendaknya waspada terhadap risiko-risiko yang material dan masalah-masalah yang dapat berdampak pada perusahaan yang jadi konstituennya dalam organisasi , dan karena itu perlu melakukan pengawasan (oversight) yang cukup terhadap kegiatan anak-anak perusahaan.. Walaupun tanggung jawab dewan komisaris induk perusahaan tidak mengurangi tanggung jawab dewan komisaris dan direksi pada anak perusahaan sebagaimana dikemukakan dalam paper ini, namun pengulangan struktur corporate governance dan kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dapat dihindari melalui integrasi dan koordinasi yang memadai.
# Dimensi grup juga memberikan peningkatan terhadap sejumlah tantangan pada bank dan juga terhadap otoritas pengawasan bank. Umpamanya, bank adalah sebagai suatu anak perusahaan dari suatu perusahaan induk, struktur dan kegiatan bank mungkin terintegrasi dengan atau dipengaruhi oleh induk perusahaan atau anak perusahaan lainnya. Komite Basel mencatat suatu peningkatan kecendrungan pada matriks parent company dan struktur garis manajemen bisnis yang tidak sejalan dengan struktur bank yang resmi (misalnya, dimana pegawai mempunyai dua garis pelaporan baik kepada garis manajemen bisnis dan juga kepada satuan manajemen yang resmi.). Sementara struktur tersebut mungkin efektif dan dapat memenuhi kepentingan bisnis yang penting dan tujuan pengendalian bagi organisasi secara keseluruhan, namun demikian struktur demikian menjadi tantangan bagi corporate governance yang efektif jika menghasilkan kesenjangan dalam kewenangan dan pertanggung jawaban pada unit operasional anak perusahaan. Dalam kasus demikian, dewan komisaris, direksi dan fungsi pengendalian intern harus meyakini bahwa keputusan matriks demikian dan struktur manajemen bisnis konsisten dengan pemenuhan pertanggung jawaban corporate governance dari bank dan pada tingkat grup.
# Apabila suatu bank melakukan outsourcing terhadap fungsi-fungsi kunci / penting, pertanggung jawaban dari dewan komisaris dan direksi tidak dapat dilimpahkan kepada perusahaan penyedia jasa outsourcing. Ousourcing dalam grup sendiri (intra-group) terhadap fungsi operasi yang substansial yang terkait dengan internal audit, kepatuhan (compliance) dan manajemen risiko, atau fungsi operasional lainnya, tidak mengurangi kewajiban bank dalam menetapkan dan mempertahankan kecukupan fungsi pengawasan (tanpa duplikasi yang tidak perlu pada bank dan grup), juga tidak mengurangi tanggung jawab komisaris dalam memahami dan mengelola risiko bank.
Prinsip # 4.
Dewan komisaris harus meyakini bahwa direksi telah melakukan pengawasan yang memadai sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan dewan komisaris.
# Senior Management (direksi) bank terdiri dari suatu grup inti dari individu-individu yang bertanggung jawab terhadap manajemen bank sehari-hari, termasuk, misalnya the chief financial officer dan kepala-kepala divisi. Individu-individu ini harus mempunyai skill yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis dibawah supervisinya sebagaimana pengendalian terhadap individu-individu kunci dalam area tersebut.
# Para senior manager berkontribusi terhadap elemen pokok dari suatu sound corporate governance bank dengan melakukan pengawasan terhadap line manager dalam area bisnis yang spesifik dan kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh komisaris bank. Salah satu peran kunci dari direksi adalah pembentukan suatu system pengendalian intern yang efektif. dibawah arahan dari dewan komisaris. Bahkan pada bank-bank yang paling kecil , keputusan keputusan manajemen kunci harus dilakukan oleh lebih dari satu orang (‘four eyes principles’). Situasi manajemen yang perlu dihindari, termasuk oleh direksi, oleh mereka yang : · Melibatkan diri dalam pembuatan detail keputusan line bisnis secara tidak sewajarnya. · Penugasan untuk mengelola suatu area tanpa sebelumnya memperoleh skill serta pengetahuan yang dipersyaratkan. · Tidak dapat melaksanakan pengendalian yang efektif terhadap kegiatan nyata seseorang pegawai’bintang’. Hal ini sering menjadi dilemma karena managers gagal mempertanyakan pegawai yang menghasilkan produktivitas yang tinggi dibandingkan ekspektasi yang diharapkan (yang reasonable). Misal, diperkirakan risikonya rendah, kegiatan margin trading juga rendah tapi diluar dugaan memberikan penghasilan yang sangat tinggi), karena takut kehilangan penghasilan atau kehilangan pegawai yang bersangkutan
Prinsip # 5.

Dewan Komisaris dan direksi hendaknya mendayagunakan secara efektif hasil pekerjaan yang dilakukan oleh fungsi internal audit, eksternal auditor serta fungsi fungsi pengendalian intern lainnya.

# Komisaris seyogianya memahami dan mencerahkan kepada yang lain bahwa auditors yang independen, kompeten dan qualified serta fungsi pengendalian lainnya (termasuk fungsi kepatuhan dan fungsi hukum ) adalah vital terhadap proses corporate governance dalam rangka mencapai sejumlah tujuan-tujuan penting. Khususnya, komisaris harus memanfaatkan hasil kerja auditors dan fungsí pengendalian lainnya sebagai sarana bagi pengecekan secara independen kebenaran dari informasi yang diterima dari manajemen terhadap operasional dan kinerja bank. Direksi juga harus menggaris bawahi pentingnya internal dan eksternal audit. yang efektif serta fungsí-fungsi pengendalian untuk kesehatan bank jangka panjang.
# Dewan komisaris dan direksi dapat memperkuat efektivitas fungsí internal audit. dalam meng-identifikasi masalah melalui suatu manajemen risiko perusahaan dan sistem pengendalian intern dengan : = Menghargai pentingnya audit dan proses pengendalian intern dan meng-komunikasikan pentingnya hal ini pada seantero organisasi bank = Memanfaatkan, dengan waktu dan cara yang efektif temuan-temuan auditor untuk pelaksanaan koreksi permasalahan oleh manajemen dalam waktu yang sewajarnya = Mengembangkan independensi auditor, misalnya melalui laporan kepada dewan komisaris atau audit komite , dan = Menugaskan internal auditor untuk menilai efektifitas dari pengendalian intern yang penting (key internal controls)
Dewan komisaris dan direksi dapat berkontribusi terhadap efektivitas eksternal auditor untuk meyakini bahwa laporan keuangan bank sudah menyajikan secara wajar posisi keuangan dan kinerja dari perusahaan dalam semua aspek yang material, melalui :
§ Meyakini bahwa eksternal auditors mematuhi dan telah sesuai dengan ketentuan dan praktik standar professional akuntan publik
§ Mengembangkan, sesuai dengan standar nasional, bahwa penanggung jawab utama auditor eksternal bertanggung jawab terhadap eksternal auditor lainnya yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan dalam satu grup dan operasi global bank, sehingga dapat menghindari adanya gap dalam scope pemeriksaan dari kegiatan audit dan meyakini kebenaran dari laporan keuangan.
§ Menugaskan eksternal auditor untuk menilai efektifitas dari pengendalian intern yang berkaitan dengan sifat keterbukaan laporan keuangan .
§ Meyakini bahwa eksternal auditor memahami tugas tugas bank dan melaksanakan pekerjaannya secara professional (professional care ) dalam melakukan audit. § Perlu dipertimbangkan penggantian (rotasi) eksternal auditor , atau, minimal rotasi terhadap ‘lead partner’ , dan
§ Untuk bank milik pemerintah, memelihara suatu dialog sesuai kebutuhan dengan badan pemeriksa dari instansi yang berwenang (di Indonesia BPKP, BPK) yang bertanggung jawab dalam melaksanakan audit terhadap bank. sebagaimana juga terhadap otoritas pengawasan bank.
# Bank harus memelihara fungsi pengendalian intern yang sehat, termasuk fungsi kepatuhan yang efektif, yang antara lain secara rutin memantau kepatuhan terhadap ketentuan ketentuan corporate governance, peraturan, kode etik/conduct, kebijakan kebijakan terhadap mana bank dinilai dan meyakini bahwa penyimpangan dilaporkan kepada tingkatan manajemen, atau apabila perlu kepada dewan komisaris.
# Merupakan praktik yang sehat untuk mempertimbangkan adanya laporan langsung dari fungsi internal audit kepada dewan komisaris melalui audit komite atau struktur lainnya yang terdiri dari mayoritas anggota independen. Selain itu, akan bermanfaat bagi komisaris independen apabila mengadakan rapat dengan eksternal auditor tanpa dihadiri oleh manajemen (direksi) sekurang-kurangnya sekali setahun serta dengan kepala internal audit, dengan fungsi kepatuhan dan fungsi hukum. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan dewan komisaris suatu bank untuk mengawasi implementasi kebijakan-kebijakan dewan komisaris dan untuk meyakini bahwa suatu strategi bisnis bank dan eksposure risiko sudah sesuai dengan parameter risiko yang ditetapkan dewan komisaris bank.
Prinsip # 6.
Meyakini bahwa kebijakan dan praktik balas jasa (kompensasi) sesuai dengan budaya perusahaan (bank’s corporate culture), tujuan dan strategi jangka panjang dan lingkungan pengendalian (control environmenmt).
# Kegagalan untuk mengaitkan kompensasi insentif bagi anggota-anggota dewan komisaris dan direksi terhadap strategi bisnis jangka panjang dapat menghasilkan tindakan yang kontra produktif terhadap kepentingan bank dan pemegang sahamnya. Hal ini dapat menjadi kasus, umpamanya bisnis dicatat berdasarkan volume dan atau keuntungan jangka pendek pada bank yang sedikit banyak mempunyai konsekwensi risiko dalam jangka pendek maupun jangka panjang
# Dewan komisaris harus menetapkan atau menyetujui, dimana perlu dengan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemegang saham, balas jasa terhadap dewan komisaris, direksi dan key personnel lainnya, dan harus meyakini bahwa kompensasi dimaksud konsisten dengan budaya bank (bank’s culture), lingkungan pengendalian (control’s environment), strategi dan tujuan jangka panjang bank. Hal ini mungkin dapat menjadi kebijakan renumerasi yang sesuai (appropriate) apabila ditangani oleh suatu komite dari dewan komisaris yang terdiri dari sebagian besar atau mayoritas dari komisaris independen untuk mengurangi potensi pertentangan kepentingan (conflict of interest) dan untuk meyakinkan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya (other stakeholders) .
# Sehubungan dengan peranan pengawasan serta fungsi ‘check and balances’ dewan komisaris terhadap direksi sebagaimana telah dibahas terdahulu, maka renumerasi terhadap komisaris non eksekutif (non executive directors) khususnya yang menjadi anggota dari komite-komite seperti Komite Audit, Komite Manajemen Risiko (di Indonesia Komite Pemantau Risiko), harus mempertimbangkan tanggung jawab mereka dan keterikatan waktu (time commitment), namun tidak perlu dikaitkan dengan kinerja jangka pendek dari bank.
# Apabila komisaris (executive directors) dan key personnel lainnya eligible untuk memperoleh insentif dikaitkan dengan kinerjanya, kompensasi terhadap mereka tunduk pada kondisi bank yang relevan dan objektif yang dirancang untuk memperkuat nilai perusahaan (corporate value) dalam jangka panjang. Untuk menghindari pemberian insentif yang dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi (pada pejabat / unit tertentu), skala gaji haruslah di-set dalam cakupan kebijakan bisnis yang umum sedemikian rupa sehingga mereka tidak sangat tergantung pada performance jangka pendek, seperti keuntungan perdagangan dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan renumerasi harus secara spesifik mengatur syarat-syarat dimana anggota komisaris dan eksekutif kunci dapat menahan dan memperdagangkan saham bank atau perusahaan afiliasi dimana bank mempunyai kepentingan keuangan yang material, sebagimana prosedur yang harus diikuti dalam memberikan / menawarkan dan menetapkan harga opsi saham yang merupakan komponen yang material dalam kompensasi yang lebih menyeluruh.
Prinsip # 7.
Bank harus dikelola (governed) dalam suatu cara yang transparan.
# Transparansi, penting dalam sound corporate governance yang efektif. Sebagaimana telah ditetapkan dalam pedoman Basel Komite tentang transparansi bank, adalah sulit bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya serta pelaku pasar secara efektif memantau dan memperoleh pertanggung jawaban dari dewan komisaris dan direksi bank sebagaimana harusnya apabila terdapat kesenjangan (gap) dalam transparansi. Hal ini terjadi dalam situasi dimana pemegang saham, pemangku kepentingan lainnya dan pelaku pasar (market participant) tidak memperoleh informasi yang cukup pada struktur kepemilikan dan tujuan bank berdasarkan mana efektivitas dari dewan komisaris dan direksi bank dinilai dalam pengelolaan bank.
# Keterbukaan yang wajar akan memfasilitasi disiplin pasar dan sound corporate governance, sebagaimana memperkuat kemampuan otoritas pengawasan bank dan pemangku kepentingan lainnya secara efektif memantau keamanan dan kesehatan dari bank-bank dimaksud. Walaupun disiplin pasar mungkin kurang relevan bagi bank bank yang tidak go public, khususnya bank-bank yang secara penuh dimiliki perorangan / kelompok tertentu, bank yang non listed ini dapat menghadapi type risiko yang sama pada sistem keuangan sebagaimana bank public yang melakukan berbagai kegiatan perdagangan, termasuk partisipasinya dalam sistem pembayaran dan penerimaan deposit secara retail. Keterbukaan yang sewajarnya dan pelaporan aspek aspek corporate governance yang konsisten dengan aturan nasional dan praktik pengawasam dari otoritas pengawasan bank, dapat membantu pelaku pasar dan pemangku kepentingan dalam memantau keamanan dan kesehatan bank.
# Keterbukaan kepada publik yang akurat dan tepat waktu yang berkenaan dengan topik topik dibawah ini dibutuhkan dalam website bank , dalam laporan tahunan dan laporan periodik, dalam laporan kepada otoritas, atau dalam bentuk bentuk lainnya. Keterbukan hendaknya proporsional dengan ukuran, kompleksitas serta struktur kepemilikan, kepentingannya secara ekonomi serta profil risiko bank, begitu juga dengan apakah bank adalah bank publik (listed) atau bank yang tidak terdaftar di bursa efek. Hal hal berikut ini bukan merupakan daftar yang komprehensif dari semua tipe informasi yang harus dibuka kepada publik atau dilaporkan ( misalnya, otoritas dapat saja mewajibkan keterbukaan atau pelaporan yang terkait dengan data financial, eksposure risiko, kepatuhan dan isu isu internal audit, dan sebainya), namun umumnya lebih terkait dengan informasi yang secara spesifik berhubungan dengan pengelolaan (governance) bank.:
1. Struktur dewan komisaris bank (baik menurut hukum, ukuran, keanggotaan, proses seleksi, kualifikasi, kemampuan /kepemimpinan, kriteria independensi, kepentingan tertentu dalam transaksi, atau hal-hal yang dapat berakibat kepada bank, keanggotaan komite, charters dan tanggung jawab). Struktur dewan direksi bank (misalnya, tanggung jawab,garis pelaporan, kualifikasi dan pengalaman ).
2. Struktur kepemilikan yang mendasar, (kepemilikan saham mayoritas dan hak suara, pemilik sesungguhnya / yang berkepentingan, partisipasi pemegang saham utama dalam posisi dewan komisaris atau direksi , dan RUPS).
3. Struktur organisasi (misalnya bagan umum organisasi, line of bussines, perusahaan anak, subsidiaries dan afiliasi, serta komite komite manajemen).
4. Informasi tentang struktur insentif bank ( kebijakan renumerasi , kompensasi untuk eksekutif, bonus dan opsi saham ).
5. Aturan dan kebiasaan atau etika tentang bisnis, (termasuk setiap pelepasan hak, apabila ada) sebagaimana setiap kebijakan dan struktur governance yang dapat diterapkan (khususnya , isi dari tiap kebijakan dan proses untuk mengimplemantasikan aturan corporate governance, sebagaimana pelaksanaan self assessment oleh dewan komisaris terhadap kinerja mereka secara relatif terhadap kebijakan dan aturan ydm.).
6. Apabila bank adalah milik pemerintah, penjelasan kebijakan tujuan kepemilikan pemerintah secara menyeluruh, peranan pemerintah dalam corporate governance, dan bagaimana implementasinya.
7. Kebijakan bank yang terkait dengan pertentangan kepentingan sebagaimana halnya transaksi dengan afiliasi dan pihak-pihak terkait (termasuk juga secara aggregate bentuk-bentuk pemberian pinjaman secara rutin kepada pegawai), termasuk setiap hal dimana anggota dewan komisaris atau anggota direksi mempunyai kepentingan yang material baik langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga.
# Walaupun seksi ini tidak difokuskan pada keterbukaan keuangan (financial disclosure), namun perlu dicatat bahwa Laporan Keuangan (tahunan), dengan nota-nota pendukung dan lampirannya, perlu disediakan bagi depositors (pemilik dana) dan bagi nasabah lainnya (misalnya pada website bank, dalam edaran/leaflet, laporan kepada otoritas pengawasan bank dimana laporan laporan tersebut tersedia bagi publik) dalam rangka melengkapi mereka dengan informasi yang jelas dan gambaran yang komprehensif dan lengkap tentang posisi keuangan bank yang memungkinkan mereka untuk menguji ‘disiplin pasar’ (market discipline).
Prinsip # 8.
Dewan momisaris dan direksi harus memahami ‘ bank’s operational structure’ termasuk operasi dalam suatu yurisdiksi atau dalam structure yang mengurangi transparansi (umpamanya , ‘know your structure’ ).
# Tantangan bagi corporate governance timbul apabila bank beroperasi melalui ‘structure’ yang mengalami kesenjangan dalam transparansi .Bank-bank dapat memilih beroperasi dalam suatu yurisdiksi[1] tertentu atau dapat menciptakan suatu ‘structure’; yang kompleks (misal, special purpose vehicle, atau corporate trust ), sering untuk keperluan legitimasi memenuhi persyaratan hukum dan penyesuaian dengan tujuan bisnis. Beroperasi dalam suatu yurisdiksi demikian atau melalui ‘structures’ tersebut dapat, bagaimanapun, mengandung risiko financial, risiko hukum dan risiko reputasi terhadap organisasi perbankan, mengurangi kemampuan dewan komisaris dan direksi untuk melakukan pengawasan yang sesuai dan mengganggu pelaksanaan supervisi yang effektif. Konsekwensinya, dewan komisaris harus mempunyai kebijakan dan prosedur siap pakai untuk meyakini bahwa ‘structure’ yang dimaksud atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mematuhi hukum dan ketentuan, bahwa dewan komisaris mempertimbangkan kesesuaian dan menetapkan limit-limit tertentu untuk beroperasi dalam yurisdiksi atau penggunaan dari ‘structures’ yang dimaksud., dan bahwa direksi mengidentifikasi dan mengelola keseluruhan tingkat risiko yang terkait dengan ‘structures’ dan kegiatan. Dewan komisaris dan direksi harus mendokumentasikan proses dari pertimbangan ini, otorisasi dan manajemen risiko untuk menjadikan proses ini transparan bagi auditor dan otoritas pengawasan bank. Negara-negara dimana hukum dan ketentuan memperkenankan otoritas pengawasan bank untuk memperoleh dan menganalisa dokumentasi bank mengenai analisa bank dan proses otorisasi, dapat melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan kearah mencegah keborosan (deficiencies) dan kegiatan yang tidak wajar apabila diperlukan.
# Terhadap risiko langsung yang timbul dari operasi dalam yurisdiksi atau melaksanakan bisnis melalui ‘structures’ yang mempunyai kesenjangan dalam transparansi yang wajar, bank juga dapat melakukan pengungkapan risiko secara tidak langsung jika mereka membentuik jasa-jasa tertentu atau mengaburkan ‘structures’ untuk kepentingan nasabah. Contohnya, termasuk bertindak sebagai suatu perusahaan atau agen suatu PT (partnership formation agent), menyediakan suatu range dari jasa-jasa trustee. Dan mengembangkan suatu transaksi ‘strukctures’ keuangan yang kompleks bagi nasabah. Walaupun kegiatan ini sering menguntungkan (profitable) dan melayani tujuan bisnis yang sah bagi nasabah, dalam beberapa kasus nasabah mungkin menggunakan produk dan kegiatan yang disediakan bank untuk melibatkan bank dalam kegiatan yang illegal atau kegiatan yang tidak wajar. Hal ini dapat, pada gilirannya, bagi bank yang melayani jasa demikian bank menghadapi risiko hukum dan risiko reputasi. Bank yang terlibat dalam kegiatan demikian karenanya harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang siap diterapkan untuk secara hati-hati mengidentifikasi dan mengelola semua risiko yang material yang timbul dari kegiatan-kegiatan dimaksud.
# Sehubungan dengan itu, dewan komisaris bank harus mengambil langkah-langkah bahwa risiko-risiko dari kegiatan dimaksud sudah dipahami dan dikelola dengan baik :
o Dewan komisaris harus meyakini bahwa direksi bank mengikuti kebijakan yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan melalui ‘corporate structures’ atau dalam yurisdiksi yang mengaburkan transparansi
o Komite Audit dari perusahaan induk harus melakukan supervisi terhadap internal audit dari pengendalian yang berkaitan dengan structures dan kegiatan-kegiatan ini, dan harus melaporkan temuannya secara tahunan (annually) kepada dewan komisaris, apabila ditemukan kejadian yang material atau kekurangan-kekurangan yang di-identifikasi, dan
o Kebijakan, prosedur dan strategi yang sesuai harus tersedia sebelum pemberian persetujuan atas ‘financial structures’ yang kompleks, instrument atau produk-produk yang digunakan atau dijual dalam setiap bisnis unit bank. Lebih lanjut, dewan komisaris harus menetapkan kebijakan dan proses untuk meng-evaluasi secara periodik penggunaan oleh bank, atau penjualan structures ini, instrumen-instrumen atau produk-produk sebagai bagian dari regular review terhadap manajemen.. Bank hanya akan menyetujui financial structures yang kompleks jika risiko financial, risiko hukum dan risiko reputasi yang timbul dari penggunaan atau penjualan dapat di asesmen dan dikelola.
# Dewan komisaris dan direksi bank dapat memperkuat efektivitas mereka dengan mensyaratkan adanya kaji ulang pengendalian intern, tidak hanya bisnis inti (core businesses) melainkan juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam berbagai yurisdiksi .atau melalui ‘structures’ (selain untuk kepentingan bank, juga untuk kepentingan nasabah) dimana terdapat kesenjangan (gap) transparansi. Kaji ulang ini harus mencakup, misalnya kunjungan secara berkala oleh Divisi Internal Audit (SKAI), kaji ulang kegiatan-kegiatan untuk meyakini bahwa kegiatan tersebut masih dalam jalur yang benar dan sesuai dengan tujuan pembentukannya semula, kaji ulang terhadap kepatuhan hukum dan ketentuan yang berlaku, dan melakukan asesmen terhadap risiko hukum, risiko reputasi yang timbul dari kegiatan ‘structures’ini. Frekwensi kaji ulang didasarkan pada asesmen risiko, dan manajemen hendaknya meyakini bahwa dewan (komisaris) memperoleh informasi manajemen dari setiap risiko penting yang di-identifikasi .
# Walaupun dewan komisaris dan direksi bank bertanggung jawab untuk meng-identifikasi dan mengelola risiko-risiko yang material yang timbul dari semua kegiatan bank secara global, mereka tetap harus mengatur hal-hal yang memperkuat tingkat ‘due diligent’ dalam hal bank beroperasi dalam yurisdiksi atau melalui ‘structure’ yang kompleks, atau menyedikan jasa-jasa dimaksud kepada nasabah yang mengurangi transparansi yang berpotensi untuk mengurangi pengawasan yang efektif. Dalam kaitan ini, komisaris atau direksi harus konsisten terhadap pedoman yang diberikan oleh dewan komisaris, harus meyakini bahwa bank mempunyai kebijakan dan prosedur untuk :
o Secara berkala melakukan evaluasi terhadap kebutuhan operasional pada suatu yurisdiksi atau melalui ‘structure’ yang kompleks yang mengurangi transparansi.
o Meng-identifikasi, mengukur dan mengelola semua risiko yang material, termasuk risiko hukum dan risiko reputasi yang timbul dari kegiatan-kegiatan bersangkutan.
o Menetapkan kebijakan dan proses terhadap persetujuan transaksi-transaksi dan produk-produk baru khususnya yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkutan ( misalnya, limit yang diperkenankan, patokan-patokan untuk mengurangi risiko hukum dan risiko reputasi, dan informasi yang dipersyaratkan ).
o Menetapkan ekspektasi terhadap ‘ clear corporate governance’ serta tanggung jawab atas semua entitas yang relevan dan line of business dalam organisasi bank.
o Mendefinisikan dan memahami tujuan dari kegiatan-kegiatan dimaksud dan meyakini bahwa pelaksanaannya dilapangan dilakukan konsisten dengan tujuan yang diinginkan.
o Mengawasi asesmen yang dilakukan secara berkala terhadap kepatuhan pada hukum dan ketentuan yang berlaku , serta kebijakan-kebijakan internal bank.
o Meyakini bahwa kegiatan-kegiatan ini masih dalam cakupan pengendalian intern kantor pusat bank, sebagaimana yang dilakukan pula oleh eksternal auditor.
o Meyakini bahwa informasi menyangkut kegiatan ini dan risiko-risiko yang dikandungnya sudah disampaikan kepada kantor pusat bank , kepada Dewan Komisaris serta ororitas pengawasan bank, termasuk informasi yang cukup (adequate) tentang tujuan, strategi, structure, volume, risiko serta pengendaliannya serta keterbukaan sewajarnya kepada publik.
Bagian IV.
Peranan Otoritas Pengawasan Bank.
Dewan Komisaris dan direksi bank adalah penanggung jawab utama yang harus bertanggung jawab terhadap kinerja bank. Seyogianya , pemegang saham berhak meminta pertanggung jawaban Dewan Komisaris terhadap pengelolaan bank secara efektif. Peranan kunci dari Otoritas Pengawasan Bank dengan demikian adalah untuk mempromosikan (to promote) corporate governance yang kuat melalui kaji ulang dan menilai pelaksanaan (implementasi) dari prinsip-prinsip yang telah disampaikan diatas.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang dapat membantu Otoritas dalam melakukan asesmen terhadap corporate governance suatu bank , walaupun prinsip-prinsip tersebut lebih relevan bagi Otoritas Pengawasan Bank namun baik juga untuk diketahui oleh perbankan :
* Otoritas Pengawasan bank hendaknya menyediakan pedoman (guidance) bagi bank tentang Good Corporate Governance serta pro aktif memberikan petunjuk praktis. Dalam mengembangkan Pedoman, Otoritas perlu mengadopsi pendekatan yang berbeda mengenai GCG ini yaitu disesuaikan secara proporsional dengan ukuran, kompleksitas struktur serta profil risiko bank. Proses pengawasan oleh Otoritas dalam menilai pelaksanaan GCG harus mempertimbangkan aspek ini.
* Otoritas hendaknya mempertimbangkan GCG sebagai suatu elemen dalam memberikan perlindungan bagi penyimpan dana (depositors). Sound Corporate Governance mempertimbangkan tidak hanya kepentingan pemegang saham melainkan juga kepentingan penyimpan dana di bank. Otoritas harus menetapkan bahwa suatu bank secara individual mengelola bisnis mereka sedemikian rupa dengan tidak berdampak mengkhawatirkan pada kepentingan penyimpan dana (depositor). Karena itu kepentingan penyimpan dana harus menjadi pertimbangan dalam kaitannya terhadap semua pelaksanaan system penjaminan simpanan (deposit insurance system) , kebutuhan untuk menghindari “moral hazard” yang dapat terjadi sebagai akibat pendekatan tertentu terhadap perlindungan konsumen, dan prinsip-prinsip lainnya yang relevan.
* Otoritas hendaknya menentukan apakah suatu bank sudah mengadopsi dan secara efektif mengimplementasikan kebijakan dan praktik praktik Sound Corporate Governance. Suatu elemen penting dalam pengawasan keamanan dan kesehatan bank oleh Otoritas adalah pemahaman bagaimana dampak Corporate Governance pada profil risiko bank. Otoritas seharusnya tidak hanya menilai kebijakan Corporate Governance serta prosedurnya , melainkan juga harus meng-evaluasi implementasi dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur dimaksud. Otoritas hendaknya meminta bank agar mengimplementasikan struktur organisasi yang mencakup sistem check and balances yang sesuai. Petunjuk dari Otoritas harus menekankan pada Pertanggung jawaban (accountability) dan transparansi (transparency)
* Otoritas, sebagaimana kewenangan dalam per-izinan, harus mendapat informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi keahlian (expertise) dan integritas dari calon anggota Dewan Komisaris dan direksi . Kriteria ‘ kelayakan dan kepatutan’ (fit and proper) harus mencakup, namun tidak hanya terbatas pada: (1) Kontibusi skills dan pengalaman masing-masing individu yang menjadikan terlaksananya ‘safe and sound corporate governance’ dari bank. (2).Setiap catatan kegiatan kriminal atau pertimbangan hukum yang buruk yang tercatat pada otoritas yang menjadikan seseorang tidak layak menduduki suatu posisi penting dalam bank. Lebih lanjut , Otoritas hendaknya menetapkan bahwa dewan komisaris dan direksi dari suatu perusahaan sudah mempunyai proses kaji ulang pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya.. Hal ini mungkin dapat membantu Otoritas untuk melakukan ‘meeting’ dengan komisaris dan direksi secara individual sebagai bagian dari proses pengawasan berjalan (on going supervisory process).
* Otoritas hendaknya melakukan asesmen terhadap kualitas fungsi audit dan pengendalian bank. Otoritas hendaknya melakukan evaluasi apakah bank sudah mempunyai mekanisme berjalan yang efektif melalui mana dewan komisaris dan direksi dapat melaksanakan tanggung jawab pengawasannya. Mekanisme yang dimaksud termasuk internal dan eksternal audit, manajemen risiko, dan fungsi kepatuhan. Dalam hubungan ini, otoritas hendaknya melakukan asesmen terhadap efektifitas pengawasan dari fungsi fungsi tersebut oleh dewan komisaris bank. Hal ini dapat mencakup (dimana perlu, sesuai dengan pembidangan direksi) pertemuan (rapat) dengan internal dan eksternal auditors sebagaimana juga dengan senior risk managers. Pejabat fungsi kepatuhan serta pejabat kunci lainnya pada fungsi pengendalian. Otoritas hendaknya melakukan asesmen terhadap kecukupan pengendalian intern untukmeningkatkan effective governance. Penting, bahwa pengendalian intern yang efektif tidak hanya pendefinisian / penetapan kebijakan dan prosedur, melainkan juga implementasinya yang sesuai.
* Otoritas hendaknya melakukan evaluasi terhadap efek (pengaruh) dari struktur grup bank. Otoritas Pengawasan bank harus dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan struktur dari grup yang menjadi pemilik bank. Misalnya , manajemen harus, berdasarkan permintaan dari Otoritas, menyediakan suatu daftar yang lengkap (full list) dari semua entitas grup yang berafiliasi dengan bank, demikian juga line of business dari grup. Informasi tentang struktur grup memungkinkan otoritas untuk melakukan asesmen terhadap ‘ kelayakan dan kepatutan’ (fit and proper) terhadap pemegang-pemegang saham utama serta komisaris-komisaris dari induk perusahaan dan kecukupan proses pengawasan pada internal grup, termasuk koordinasi fungsi-fungsi yang sama baik pada bank maupun pada tingkatan grup.Otoritas harus juga meyakini bahwa terdapat sistem pelaporan internal serta komunikasi dari bank kepada dewan komisaris dari induk perusahaan dan sebaliknya, yang berkaitan dengan risiko-risiko yang material serta isu-isu lain yang mungkin membawa akibat kepada grup. Apabila bank dalam grup tersebut merupakan ‘International Active Bank’ , Otoritas Pengawasan Bank harus berkoordinasi dan sharing informasi dengan Otoritas Pengawasan Bank dinegara lain yang terkait secara timbal balik untuk memperkuat efektivitas pengawasan dan mengurangi beban pengawasan. Apabila bank beroperasi dalam suatu yurisdiksi, atau beroperasi melalui ‘structures’ , yang memperlemah transparansi, Negara harus bekerja dengan mengadopsi hukum dan ketentuan yang memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk me-review dan mengkaji ulang dokumentasi bank berkenaan dengan analisa-analisa yang dilakukan bank serta proses otorisasi untuk mengambil langkah pengawasan yang bertujuan untuk mencegah pemborosan dan kegiatan yang menyimpang apabila diperlukan.
* Otoritas hendaknya minta perhatian Dewan Komisaruis dan direksi bank terhadap masalah yang terdeteksi oleh Otoritas melalui kegiatan pengawasan mereka. Praktik-praktik Corporate Governance yang lemah dapat merupakan gejala (symptom) dari maslah-masalah besar yang menarik perhatian otoritas. Otoritas harus menaruh perhatian terhadap setiap peringatan dini (warning) sebagai tanda-tanda penyimpangan dalam manajemen kegiatan-kegiatan bank. Bilamana Otoritas meyakini bahwa bank mengambil risiko yang tidak dapat diukur atau dikendalikan, maka otoritas harus meminta penjelasan / pertanggung jawaban dari dewan komisaris dan direksi dan meminta mereka melakukan tindakan koreksi yang terukur dalam suatu jangka waktu yang ditetapkan.
Bagian V.

Mengembangkan suatu lingkungan yang menopang ‘sound corporate governance’.
Komite Basel menekankan bahwa tanggung jawab terhadap GCG ada pada Dewan Komisaris dan direksi bank. Namun Otoritas mempunyai peranan penting dalam mengembangkan pedoman dan melakukan asesmen terhadap praktik-praktik GCG . Selain itu terdapat banyak hal lain yang dapat meningkatkan GCG,termasuk : Pemegang saham ; melalui kegiatan minta penjelasan untuk memperoleh informasi sesuai hak-hak pemegang saham. Penyimpan dana dan nasabah lainnya; dengan tidak berbisnis dengan bank yang beroperasi dengan suatu cara yang tidak sehat. Auditors; melalui suatu profesi audit berkualifikasi dan diakui, standar-standar audit serta komunikasi terhadap Dewan Komisasris, direksi serta Otoritas Pengawasan Bank. Asosiasi Industri Perbankan; melalui inisiatif berkenaan dengan prinsip-prinsip industry yang bersifat voluntary serta kesepakatan tentang publikasi dari praktik-praktik yang sehat. Perusahaan–perusahaan konsultan risiko yang profesional; melalui bantuan kepada bank dalam meng-implementasikan praktik-praktik sound corporate governance yang sehat. Pemerintah ; melalui hukum, ketentuan perundang-undangan yang berlaku, penegakan hokum (enforcement) serta kerangka kerja peradilan yang efektif. Lembaga Pemeringkat (Credit Rating Agency) ; melalui kaji ulang dan asesmen terhadap dampak dari praktik-praktik corporate governance profil risiko bank. Badan Pengawas Pasar Modal (Securities Regulator), Bursa Efek (Stock Exchanges) dan Badan/Organisasi terkait lainnya, melalui keterbukaan (disclosure) serta persyaratan persyaratan listing , dan Pegawai ; melalui komunikasi dan kepedulian berkaitan dengan praktik-praktik melawan hukum dan melanggar etika atau kelemahan corporate governance lainnya.
# GCG dapat ditingkatkan dengan mengarahkan sejumlah isu hukum seperti ;
o Melindungi dan mengembangkan hak-hak pemegang saham
o Memperjelas peranan GCG pada tubuh perusahaan
o Meyakini bahwa korporasi berfungsi dalam suatu lingkungan yang bebas korupsi dan penyelewengan,dan
o Mengembangkan pencerahan tentang kepentingan para manajer, pegawai serta pemegang saham melalui hukum dan ketentuan serta ukuran-ukuran kepatutan lainnya yang sesuai.
Semua hal diatas dapat membantu meningkatkan kesehatan bisnis dan lingkungan hukum yang menopang GCG serta inisiatif pengawasan yang relevan.
# Komite Basel memahami bahwa sebagian negara mungkin menghadapi tantangan-tantangan tertentu dalam memperkuat corporate governance. Kerangka dasar dan mekanisme untuk GCG yang berubah sesuai per kembangan ekonomi seperti kerangka kerja hukum dan proses pengawasan yang efektif, pengadilan yang independen serta pasar modal yang efisien mungkin lemah atau hilang dalam transaksi-transaksi ekonomi. Penguatan terhadap kerangka kerja dan mekanisme untuk GCG akan didorong oleh keuntungan-keuntungan tersebut sebagaimana perbaikan dalam efisiensi operasional, akses yang lebih besar terhadap dana dengan suatu biaya yang lebih rendah, dan perbaikan dalam reputasi. Perkuatan ini sepertinya akan selalu berubah setiap saat sebagaimana berbedanya perkembangan suatu negeri, mulai dari kepatuhan terhadap ketentuan yang minimal sampai peningkatan komitmen terhadap sound governance.
 (Z. D u n i l).
_____________________
Referensi :
Bank Indonesia : 1. Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang: Pelaksanaan Good Corporate Governane Bagi Bank Umum 2. Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006, Tentang : Perubahan Atas Peraturan Bank Indonedsia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum 3. Surat Edaran Bank Indonesia No.9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007, Perihal : Pelaksanaan Good Corpoarate Governance Bagi Bank Umum 4. Surat Edaran bank Indonesia No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang : Pedoman Standar Sistem PengendaLIAN Intern Bagi Bank Umum
Bank for International Settlement , Basel Committee on Banking Supervision : 1. Enhancing Corporate Governance in Banking Organisation , Februari 2006. 2. Enhancing Corporate Governance in Banking Organisation, September 1999 3. Enhancing Bank Transperancy, September 1998.
[1] Dapat meliputi offshore financial center dan offshore yurisdiktions dimana kesenjangan informasi dan kelemahan mekanisme penegakan hukum serta diragukan adanya manajemn dan supervise yang efektif.