28.9.09

PRINSIP PRINSIP MANAJEMEN RISIKO BAGI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

MENURUT
ISLAMIC FINANCIAL SERVICES BOARD


oleh : Z. D u n i l


Islamic Financial Service Board (IFSB) adalah suatu lembaga internasional yang didirikan pada tahun 2002. IFSB berfungsi sebagai lembaga pengatur dan pengawas (regulatory and supervisory Agency) yang mengembangkan dan menetapkan standar internasional di industri jasa keuangan Islam. IFSB juga aktif terlibat dalam mempromosikan kesadaran dan edukasi masyarakat mengenai berbagai isu yang memiliki dampak di bidang jasa keuangan Islam .
IFSB melakukan sidang Dewan sebanyak 2 (dua) kali setahun dan Sidang Umum sebanyak 1 (satu) kali setahun . Keanggotaan IFSB terdiri dari full member , associate member , dan observer member. Jumlah anggota penuh IFSB sebanyak 16 negara , yaitu ; Bahrain , Brunei , Mesir , Indonesia , Iran , Islamic Development Bank , Jordania , Kuwait , Malaysia , Pakistan , Qatar , Saudi Arabia , Sudan , Uni Emirat Arab , Bangladesh dan Singapura. IFSB berkedudukan (Kantor Pusat) di Kuala Lumpur, Malaysia.

Pada Desember 2005, IFSB menerbitkan ‘ GUIDING PRINCIPLES OF RISK MANAGEMENT FOR INSTITUTIONS (OTHER THAN INSURANCE INSTITUTIONS) OFFERING ONLY ISLAMIC FINANCIAL SERVICES’ untuk menjadi pedoman bagi Lembaga Keuangan Islam, termasuk Perbankan Islam (yg di Indonesia lebih pupuler dengan istilah Perbankan Syariah ) dalam melaksanakan Prinsip Prinsip Manajemen Risiko.

Berikut ini adalah terjemahan bebas dari Guiding Principles tersebut oleh penulis , dengan catatan :

1. Penyusunan Guiding Principles tersebut oleh IFSB menyertakan banyak pihak yang mewakili keanggotaan dan keahlian yang disebutkan satu persatu namanya dalam guiding principles tersebut, nama-nama tersebut tdk disebut dalam tulisan ini.
2. Executive Summary, tidak diterjemahkan. Executive Summary sengaja tidak diterjemahkan agar pembaca lebih mendalami uraiannya.
3. Role of Supervisory Authority juga tidak diterjemahkan, karena seksi ini adalah domain nya otoritas (Lembaga Pengawasan Bank ).
4. Terdapat istilah –istilah yang belum dapat diberikan istilah Indonesia atau padanannya yang tepat, sehingga dalam terjemahan masih dipakai istilah asli dari guiding principles dimaksud. Terjemahan atas suatu istilah adalah menurut penulis, bukan istilah resmi dari otoritas , kecuali istilah baku atau yang sudah populer sebagai istilah perbankan Syariah di Indonesia.
5. Terjemahan bebas ini semata-mata hanya ditujukan bagi penyebarluasan pengetahuan khususnya pengetahuan tentang perbankan islam atau perbankan Syariah dan tidak bersifat komersial.
6. Susunan /sistimatika tulisan ini tetap mengikuti sistimatika yang telah diatur oleh IFSB.
7. Dalam tulisan ini digunakan juga akronim, yang dimaksudkan untuk memudahkan/ meringkas, sebagaimana berikut ini :

Akronim.
1. LKI ; Lembaga Keuangan Islam, sebagai terjemahan dari IIFS (Islamic Institute of Financial Service).
2. IFSB ; Islamic Financial Service Board.
3. BCBS ; Basel Committee on Banking Supervision
4.. Dekom; Dewan Komisaris
5. IMB : Ijārah Muntahia Bittamleek.
6. PRI : Pemegang Rekening Investasi,sebagai terjemahan dari Investment Account Holders(IAH).
7. PRIT : Pemegang Rekening Investasi Terbatas , sebagai terjemahan dari Restricted Investment Account Holders
8. fx : foreign exchange
9. KP : Kantor Pusat
10. KDN : Kebutuhan Dana Netto, terjemahan dari Net Funding Requirements (NFR).
11. CPK : Cadangan Pensetaraan Keuntungan, terjemahan dari Profit Equalisation Reserve (PER).
12 DCR : Displaced Commercial Risk.(belum diterjemahkan /belum ditemukan istilah Indonesia yang sesuai).


---------------------“ Guiding Principles of Risk Management For Institutions------------------
------------------------------( Other than Insuranse Institution)-------------------------------
----------------------------Offering Only Islamic Financial Service “---------------------------

--------------------------Islamic Financial Service Board (IFSB) ,Desember 2005-----------------

Terjemahan bebas :

Pendahuluan :

1. Pedoman ini menyajikan seperangkat petunjuk berdasarkan best practice dalam menetapkan dan mengimplementasikan manajemen risiko dalam Lembaga Keuangan Islam (LKI) yang dalam bahasa aslinya disebut sebagai Islamic Institute of Financial Service disingkat IIFS . Ada kecedrungan bahwa petunjuk ini lebih sesuai digunakan pada institusi perbankan islam yang memberikan pelayanan keuangan Islam yang lengkap. LKI mencakup, namun tidak terbatas pada Bank-Bank Komersil, Investment Bank, finance houses, dan lembaga-lembaga yg memobilisasi dana sebagaimana ditetapkan oleh Lembaga Pengawasan Perbankan yang bersangkutan (Supervisory Authorities), yang menawarkan jasa yang sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip Syariah. Dimana dimungkinkan, petunjuk ini juga dapat diterapkan pada lembaga lainnya yang menawarkan layanan keuangan islam sebagai bagian dari bisnis mereka. Petunjuk ini sudah disahkan (di-endorse) oleh Komite Penasihat Syariah dari Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dan di akui oleh Ulama Syariah yang mewakili Bank-Bank Sentral dan monetary agencies, yang menjadi anggota dari IFSB (Islamic Financial Service Board).

2. Petunjuk ini menetapkan 15 (lima belas) prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko yang memberikan pengaruh pada praktik terhadap underlying risk dalam tujuan tujuan bisnis yang dapat diadopsi oleh Lembaga Keuangan Islam (LKI). Diberikan contoh dalam praktik nyata , dimana praktik-praktik ini dapat berubah apabila terjadi perubahan pada pasar, teknologi, financial engineering, dan perubahan koordinasi oleh otoritas yang memungkinkan diterapkannya suatu strategi baru dsb.nya. Dengan demikian petunjuk ini tidak menguraikan secara detil setiap prosedur pengendalian yang dimungkinkan.

3. Prinsip-prinsip dalam petunjuk ini dirancang untuk melengkapi (complement) Prinsip Prinsip Manajemen Risiko yang ada sekarang yang dikeluarkan oleh BCBS dari Bank for International Settlement (BIS) dan Badan Internasional lainnya. Otoritas hendaknya menetapkan Petunjuk mana yang akan digunakan oleh Lembaga Keuangan Islam .

4. Dalam kasus dimana prinsip-prinsip internasional yang sudah ada memenuhi syarat kompliant dengan Syariah , prinsip tersebut dapat dipertahankan dan/atau diperluas. Sehubungan dengan itu, maka prinsip itu dapat dijadikan Prinsip Umum , dan diringkas secara operasional dalam seksi-seksi. Dalam hal prinsip tersebut belum sesuai dengan Syariah , petunjuk ini adalah sebagai alternatif prinsip-prinsip yang sudah sesuai dengan Syariah.

5. Prinsip prinsip dalam petunjuk ini menyajikan petunjuk yang spesifik bagi setiap kategori risiko, yang disimpulkan dari praktik-praktik dalam industri perbankan Islam. Disini diuraikan serangkaian prinsip-prinsip yang dapat diterapkan pada 6 (enam) kategori risiko sebagai berikut :

o Credit Risk
o Equity Investment Risk
o Market Risk
o Liquidity Risk
o Rate of Return Risk
o Operational Risk

6. IFSB memahami bahwa praktik manajemen risiko yang spesifik pada Lembaga Keuangan Islam (LKI) akan berbeda dalam cakupan (scope) dan isi (kontent) yang tergantung pada aktivitas masing-masing. Pada negara tertentu, LKI sudah meng-eksplorasi praktik manajemen risiko yang sudah maju. Namun demikian diharapkan semua LKI melakukan asesmen risiko yang berarti (meaningfull) yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang diuraikan dalam petunjuk ini. Semua otoritas diharapkan bersedia untuk melakukan kaji ulang (review) rekomendasi-rekomendasi yang telah dilakukan , apabila bisa hendaknya didasarkan pada prinsip prinsip yang disampaikan ini.

7. Satu hal yang krusial adalah, untuk mencatat dan meng-evaluasi hal-hal yang sifatnya overlaping dan transformasi risiko yang ada diantara kategori risiko pada risiko yang dikemukakan diatas. LKI mungkin menghadapi rangkaian konsekwensi risiko bisnis terkait dengan pengembangan / perluasan pasar. Perubahan pasar yang tidak menguntungkan , nasabah (counterparties) , atau products sebagaimana perubahan pada kondisi ekonomi dan lingkungan politik (political environments) dimana LKI beroperasi dan akibat dari penanganan syariah yang berbeda , adalah contoh dari Risiko Bisnis. Perubahan ini dapat berakibat pada Rencana Bisnis (Business Plan), sistem yang menunjang dan Posisi Keuangan. Dalam hubungan ini diharapkan LKI untuk melihat manajemen dari risiko-risiko tersebut sebagai suatu perpektif analysis yang menyeluruh.

8. LKI juga menghadapi Risiko Reputasi (Reputational Risk) yang timbul karena kegagalan dalam tata kelola (governance), strategi bisnis dan proses. Publikasi negatif tentang praktik-praktik LKI, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Syariah dalam produk dan jasa yang diberikan, dapat berdampak pada posisi pasar mereka, profitabilitas dan likiditas. Sebagai refleksi dari sifat bisnis yang berbeda dan tingkat risiko yang dihadapi oleh LKI, Otoritas diharapkan untuk meng-adobsi pendekatan berbasis risiko (risk based approach) dalam melakukan asesmen dan evaluasi terhadap kegiatan manajemen risiko pada LKI
IFSB akan menerbitkan suatu petunjuk terpisah (a separate Guidance Prinsiples) berkaitan dengan Prinsip-Prinsip Pokok bagi Otoritas dalam melakukan review (kaji ulang) terhadap manajemen risiko pada Lembaga Keuangan Islam , termasuk Risiko Reputasi


1.1. Persyaratan Umum (General Requirement)

Prinsip 1.0.
LKI harus mempunyai perangkat manajemen risiko dan proses pelaporan yang komprehensif, termasuk pengawasan yang memadai oleh Dekom dan Direksi dalam meng-identifikasi , mengukur , memantau , melaporkan dan mengendalikan risiko yang dikategorikan relevan dan dimana perlu menyediakan capital yang cukup (adequate) untuk menghadapi risiko-risiko tersebut. Prosesnya , hendaknya dengan mempertimbangkan pula langkah-langkah yang sesuai dalam mematuhi hukum-hukum dan prinsip Syariah (Syariah’s Compliant) dan untuk meyakini kecukupan pelaporan risiko yang relevan kepada otoritas .


Pengawasan Dekom dan Direksi

9. Sebagaimana Lembaga Keuangan lainnya, kegiatan manajemen risiko LKI memerlukan pengawasan aktif dari Dekom dan Direksi. Tujuan Manajemen Risiko, Strategi, Kebijakan dan Prosedur yang konsisten dengan kondisi keuangan LKI harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dekom. Persetujuan tersebut harus dikomunikasikan kepada semua tingkatan dalam LKI tersebut yang terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan dimaksud.

10. Dekom hendaknya meyakini adanya struktur manajemen risiko yang efektif yang mengatur dan mengarahkan kegiatan LKI , termasuk sistem yang memadai dalam mengukur, memantau dan melaporkan dan mengendalikan eksposur risiko LKI.

11. LKI harus mempunyai Badan-Badan yang sesuai dalam rangka pelaksanaan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance) yang sehat, untuk meyakini bahwa produk dan kegiatan LKI telah sesuai dengan hukum-hukum dan prinsip Syariah sebagaimana yang telah disetujui di tiap-tiap yurisdiksi.

12. Limit – limit dari eksposur pembiayaan dan investasi secara agregat harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dekom untuk menghindari terjadinya konsentrasi risiko, dan dimana perlu harus diyakini bahwa LKI mempunyai capital yang cukup menghadapi eksposur tersebut. Dekom agar me-review efektivitas kegiatan manajemen risiko secara periodik dan melakukan perubahan dimana diperlukan.

13. Direksi melaksanakan strategi sesuai dengan arahan yang ditetapkan oleh Dekom secara ‘on going basis’ dan menetapkan garis kewenangan dan tanggung jawab yang jelas untuk mengelola (managing), memantau (monitoring), dan pelaporan risiko. Direksi harus meyakini bahwa kegiatan pembiayaan dan investasi berada dalam batasan (limit) yang sudah disetujui dan harus memperoleh persetujuan dari Dekom.

14. Direksi harus meyakini bahwa fungsi manajemen risiko adalah independen dari kegiatan risk taking unit (unit pelaksana) dan melapor langsung (berada dibawah) Dekom atau Direksi. diluar risk taking unit. Kegiatan bisnis, fungsi manajemen risiko, dilaksanakan oleh personel dari unit manajemen risiko yang independen atau dari suatu bagian umum (general operation) pada LKI yang bersangkutan atau unit kepatuhan namun ini tergantung pada kompleksitas serta ukuran dari LKI ybs. LKI yang kecil tanpa pemisahan fungsi manajemen risiko , hendaknya mengembangkan sistem check and balances untuk menghemat penggunaan tenaga staff. Personel-personel ini akan menetapkan kebijakan-kebijakan, menyusun prosedur, memantau kepatuhan terhadap limit yang sudah ditetapkan, dan memberikan laporan kepada Top Management tentang persoalan-persoalan yang berkaitan.

Proses Manajemen Risiko

15. LKI harus mempunyai suatu proses yang sehat dalam melakukan eksekusi terhadap semua elemen manajemen risiko, termasuk identifikasi risiko , pengukuran , mitigasi, pemantauan, pelaporan dan pengendalian risiko. Proses ini memerlukan implementasi kebijakan, limits, prosedur yang sesuai (appropriate) serta manajemen sistem informasi yang efektif dalam pelaporan ‘internal risk’ dan pembuatan keputusan, yang disesuaikan dengan cakupan (scope) , kompleksitas dan sifat kegiatan LKI yang bersangkutan.

16. LKI hendaknya meyakini bahwa sudah tersedia mekanisme sistem pengendalian yang cukup (adequate) dengan check and balances yang sesuai.
Pengendalian hendaknya :
(a). Mematuhi hukum dan prinsip-prinsip Syariah
(b) Mematuhi ketentuan dan kebijakan serta prosedur internal
(c) Mempertimbangkan integritas proses manajemen risiko

17. LKI hendaknya meyakini kualitas dan ketepatan waktu pelaporan risiko yang secara berkala disampaikan kepada otoritas. Sebagai tambahan terhadap sistem pelaporan formal yang standar, LKI hendaknya siap untuk menyampaikan laporan tambahan yang bersifat sukarela yang diperlukan untuk meng-identifikasi masalah (issue) yang kemungkinan mempunyai dampak risiko sistemik. Apabila diperlukan, informasi yang terkandung dalam laporan dapat dengan klausula ‘ konfidensial’ dan tidak boleh dibuka kepada publik.

18. LKI hendaknya memberikan informasi tepat waktu secara terbuka kepada nasabah investor / PRI sehingga yang bersangkutan dapat melakukan asesmen terhadap risiko potensial serta hasil (reward) yang akan diperoleh dari hasil investasi mereka dan untuk melindungi kepentingan mereka sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Standar Laporan Keuangan internasional dan standar auditing akan digunakan untuk tujuan ini.

2. R i s i k o K r e d i t

Prinsip 2.1.
LKI hendaknya mempunyai suatu strategi pembiayaan, menggunakan berbagai instrumen yang sesuai Syariah, dimana dicatat eksposur kredit yang potensial yang muncul dari berbagai tingkatan perjanjian pembiayaan.

Prinsip 2.2.
LKI hendaknya melakukan Due Deligence (pemeriksaan) terlebih dahulu terhadap nasabah sebelum keputusan pemilihan instrumen pembiayaan yang sesuai bagi mereka.

Prinsip 2.3.
LKI hendaknya sudah mempunyai metodologi yang sesuai untuk mengukur dan melaporkan risiko eksposur kredit yang berasal dari masing-masing instrument pembiayaan .

Prinsip 2.4.
LKI hendaknya sudah mempunyai teknik-teknik mitigasi risiko kredit yang mematuhi Syariah dan sesuai untuk masing-masing instrument pembiayaan


2.1. Latar Belakang .

19. Pedoman ini mengarahkan risiko kredit terkait dengan fitur spesifik akad pembiayaan Islam. Proses asesmen dan pengukuran yang dilakukan oleh LKI juga dapat dilaksanakan pada profit sharing assets (Mudharabah dan Musyarakah) yang digolongkan (berada dalam kelompok) Equity Investment. Penilaian risiko yang lebih pasti (termasuk due diligence) dan pengendalian terhadap investasi ini diperlukan dalam rangka .melihat/menilai eksposur mereka dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kebutuhan modal LKI. Seksi 3, pada petunjuk ini ditujukan terhadap mekanisme pengendalian dalam pengelolaan risiko-risiko equity investment.

20. Prinsip-prinsip risiko kredit pada seksi ini juga dapat diterapkan pada risiko kredit yang dikaitkan dengan kegiatan sekuritisasi dan investasi, karena dalam LKI, suatu sertifikat investasi (Sukuk) secara umum mewakili suatu kepemilikan resmi pemegang assets dari underlying project.

2.2. Definisi dan profil risiko kredit.

21. Risiko kredit, secara umum didefinisikan sebagai potensi kegagalan nasabah (counter party) dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Definisi ini dapat diterapkan pada LKI dalam mengelola eksposur pembiayaan atau piutang dan sewa / leases (misalnya : Murabahah , Diminishing Musyarakah , dan Ijarah ) dan pembiayaan modal kerja transaksi / proyek-proyek (misalnya ; Salam , Isthisna dan Mudharabah ). LKI perlu mengelola risiko kredit inherent dalam pembiayaan-pembiayaan dan portofolio investasi terkait dengan kegagalan pemenuhan kewajiban pembayaran (default), penurunan nilai pinjaman (downgrading) dan konsentrasi. Risiko Kredit mencakup risiko yang timbul dari penyelesaian (settelment ) dan kliring transaksi-transaksi.

22. Berikut ini pokok-pokok yang berkenaan dengan proses manajemen risiko kredit yang sehat pada LKI :

o Peranan LKI dapat mencakup pemberi pinjaman / pembiayaan (financiers) , supplier, Mudarib dan partner dalam Musharakah. LKI menyadari (concern) terhadap risiko kegagalan suatu counter party (nasabah) untuk memenuhi kewajibannya dalam bentuk penerimaan pembayaran dimuka atau dalam melaksanakan penyerahan assets. Kegagalan dapat terkait dengan penundaan atau kegagalan pembayaran atau penyerahan subjek dalam Salam atau Paralel Isthisna., yang dapat berakibat suatu potensi kerugian pendapatan bahkan modal pada LKI.

o Karena karakteristik yang unik dari masing-masing instrument pembiayaan, seperti sifat tidak mengikatnya suatu akad (kontrak), maka tingkatan pelaksanaan terkait risiko kredit juga menjadi beragam. Karena itu, asesmen terhadap risiko kredit harus dilakukan secara terpisah untuk masing-masing instrument pembiayaan untuk memfasilitasi pengendalian intern dan sistem manajemen risiko yang sesuai.

o LKI hendaknya mempertimbangkan type risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko kredit. Misalnya, selama jangka waktu kontrak (akad) , risiko inherent dalam akad Murabahah di transformasi dari Risiko Pasar kepada Risiko Kredit. Sebagai contoh lain, capital yang di-investasikan dalam Mudarabah atau Musyarakah akan ditransformasi menjadi Pinjaman (debt) dalam hal terdapat kecurangan yang dapat dibuktikan atau kesalahan dalam pelaksanaan oleh Mudarib atau Managing partner dalam Musyarakah.

o Dalam kasus terjadi default, beberapa yurisdiksi melarang Lembaga Keuangan Islam untuk mengenakan penalty, kecuali dalam kasus tertentu dengan mempertimbangkan dampak kedepan. Pada sebagian besar yurisdiksi, LKI dilarang mengenakan suatu penalty bagi keuntungan mereka, mereka harus menyumbangkan pungutan tersebut untuk keperluan amal/sosial. Hal ini meningkatkan biaya kegagalan bayar debitur.

2.3. Pertimbangan Operasional

23. LKI hendaknya sudah siap dengan suatu kerangka kerja Manajemen Risiko Kredit , mencakup ; identifikasi , pengukuran , pemantauan , pelaporan serta pengendalian risiko-risiko kredit. Kecukupan modal (adequate capital) harus disediakan untuk menopang risiko kredit yang diasumsikan. LKI juga harus mematuhi hukum , ketentuan yang relevan serta prinsip kehati-hatian terhadap kondisi dalam pelaksanakan kegiatan pembiayaan .

24. LKI hendaknya melakukan asesmen terhadap risiko kredit dengan analysis yang menyeluruh (a holistic manner) dan meyakini bahwa bentuk-bentuk manajemen risiko kredit adalah bagian dari suatu pendekatan yang integral terhadap manajemen risiko keuangan yang menyeluruh. Sesuai sifatnya, instrument-instrumen pada pembiayaan Islam , sumber risiko kredit mungkin sama dengan sumber risiko pasar dan risiko operasional. Contohnya, dalam suatu akad Salam, perubahan faktor-faktor risiko pasar seperti harga komoditi, dipengaruhi lingkungan external (umpamanya, cuaca buruk) merupakan penentu kunci yang berpengaruh terhadap situasi terjadinya gagal bayar.

25. LKI hendaknya siap dengan :

o Suatu strategi kredit yang sesuai, mencakup penentuan harga (pricing) dan toleransi terhadap risiko untuk menanggung berbagai risiko kredit.
o Suatu struktur manajemen risiko dengan pengawasan yang efektif terhadap manajemen risiko kredit, kebijakan kredit dan prosedur operasional termasuk kriteria dan proses kaji ulang kredit (credit review), bentuk-bentuk mitigasi risiko kredit yang akseptabel serta penetapan limit (limit setting).
o Suatu pengukuran yang sesuai dan analisa eksposur yang hati-hati, termasuk eksposur pasar dan likiditas yang sensitive, dan ..
o Suatu sistem untuk (a) memantau kondisi berjalan dari kredit-kredit individual untuk meyakini bahwa pembiayaan telah dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur LKI. (b) untuk menangani keadaan kredit bermasalah sesuai dengan proses perbaikan yang ditetapkan (c) untuk meyakini bahwa telah dibentuk alokasi pencadangan (ppap) yang sesuai.

Prinsip 2.1.

LKI hendaknya sudah mempunyai suatu strategi pembiayaan, menggunakan berbagai instrumen yang mematuhi syariah, dengan mana dicatat eksposur kredit yang potensial yang timbul dalam tingkat yang berbeda dari berbagai akad pembiayaan.

26. Dekom LKI hendaknya mendefinisikan dan menetapkan ‘risk appetite’ secara menyeluruh bagi institusinya, diversifikasi risiko, strategi alokasi asset yang aplikabel bagi masing-masing Instrumen Keuangan Islam , kegiatan ekonomi , penyebaran secara geografis, musim , mata uang dan jangka waktu (tenor). LKI hendaknya memikirkan dan mempertimbangkan bentuk-bentuk instrumen pembiayaan yang diperkenankan yang tersedia di berbagai lokasi apabila LKI melakukan transaksi lintas batas negara. LKI hendaknya mempertimbangkan aspek-aspek musiman yang dihasilkan dari suatu perubahan atau penghentian penggunaan instumen keuangan tertentu, yang mempengaruhi konsentrasi eksposur portofolio pembiayaan secara overall. Misalnya ; LKI dapat menawarkan kontrak Salam selama suatu periode musim tertentu dimana suatu produk sebagian besar dapat diserahkan dan dijual pada saat jatuh tempo.

27. Strategi pembiayaan pada LKI, hendaknya mencakup sebuah daftar tentang semua tipe transaksi dan pembiayaan yang diperkenankan dan telah mendapat persetujuan sebelumnya dari Dekom.Daftar yang sudah disetujui tersebut mencakup pula pengecualian-pengecualian resmi terhadap keterikatan LKI terhadap industri tertentu yang dilarang, seperti daging babi, alkohol, perjudian dsb.nya. Daftar persetujuan tersebut harus dijaga ke kiniannya dan dikomunikasikan kepada semua personel yang relevan dalam LKI yang bersangkutan., dan suatu fungsi kompliant di organisir dan diberdayakan untuk meyakini bahwa ketentuan tersebut dipatuhi.

28. LKI hendaknya waspada terhadap permulaan eksposure pada risiko kredit inherent dalam instrumen pembiayaan yang berbeda dan dalam berbagai yurisdiksi ketika mengembangkan strategi. Janji yang tidak mengikat dan enforcement aspek hukum berbeda diantara satu yurisdiksi dengan yurisdiksi yang lain, yang dapat meningkatkan risiko operasional dan masalah manajemen risiko lainnya berkaitan dengan kepatuhan terhadap Syariah.

29. Dalam menyusun ketetapan tentang tingkatan ‘risk appetite’ yang berkaitan dengan nasabah (counter party), LKI harus meyakini bahwa : (a) penghasilan yang diharapkan (expected rate of return) dari suatu transaksi adalah sesuai dengan risikonya , dan (b) kelebihan (excessive) risiko kredit (baik pada tingkat individual maupun pada tingkat portofolio ) dan konsentrasi risiko (misalnya instrumen-instrumen pembiayaan , kegiatan ekonomi , penyebaran secara geografis) , sudah dikelola secara efektif.

Prinsip 2.2.

LKI hendaknya melaksanakan suatu ‘due diligence review’ terhadap nasabah (counterparty) mendahului keputusan terhadap pilihan instrumen pembiayaan Islam yang sesuai bagi yang bersangkutan.

30. LKI hendaknya menetapkan kebijakan dan prosedur tentang nasabah (counter party ) yang eligible / yang boleh dibiayai (retail / konsumers ; corporate ; asing /sovereign), sifat pembiayaan yang disetujui, dan tipe dari instrument pembiayaan yang sesuai. LKI hendaknya memperoleh informasi yang cukup yang memungkinkan untuk melakukan asesmen yang komprehensif terhadap profil risiko dari counter party sebelum pembiayaan direalisir.

31. LKI hendaknya mempunyai kebijakan dalam melaksanakan suatu proses due diligence dalam melakukan evaluasi terhadap nasabah khususnya terhadap transaksi-transaksi sebagai berikut :

o Perusahaan baru (new Venture) dengan berbagai model pembiayaan : LKI perlu melakukan proses due diligence kepada nasabah atau rekanan luar negeri (sovereigns ) yang memakai model multiple pembiayaan agar sesuai dengan tujuan pembiayaan spesifik yang dirancang mematuhi Syariah, ketentuan hukum serta permasalahan perpajakan bagi nasabah.

o Kredibilitas dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal : Jika risiko investasi yang signifikan terdapat pada instrumen kerjasama, khususnya dalam pembiayaan mudharabah, tambahan review dan evaluasi oleh counterparty hendaknya di fokuskan pada tujuan bisnis, kemampuan operasional, pemberdayaan dan substansi ekonomi dari proyek yang diusulkan termasuk asesmen terhadap perkiraan yang realistik terhadap taksiran cashflow kedepan. Struktur mitigasi risiko harus sudah tersedia sejauh memungkinkan.

32. LKI, dalam kebijakan pengambilan keputusan, hendaknya menggunakan tenaga ahli yang sesuai, termasuk penasihat (advisor) syariah atau Dewan Syariah untuk mengkaji ulang atau meyakini bahwa usul-usul pembiayaan baru belum pernah diajukan sebelumnya dan atau merupakan perubahan dari akad (kontrak ) yang sudah ada, sudah sesuai dan akan sesuai Syariah seterusnya.. LKI perlu pula mempunyai ahli teknik yang sesuai (umpamanya seorang insinyur) untuk meng-evaluasi fisibilitas proyek proyek baru yang diusulkan dan untuk melakukan asesmen terhadap perkembangan dan proses penagihan (progress Billing) yang dilakukan dalam rangka pemenuhan suatu kontrak.

33. Dalam pembiayaan yang melibatkan beberpa perjanjian yang saling berhubungan, LKI perlu waspada terhadap ikatan kewajiban yang timbul dari risiko kredit yang terkait dengan underlying assets pada masing-masing perjanjian. Agar sesuai dengan Syariah, hal tersebut harus tunduk terhadap interprestasi oleh ulama Syariah, dan LKI harus meyakini bahwa semua komponen dari struktur finansial secara kontraktual adalah independen, walaupun hal ini dapat dieksekusi (dilaksanakan) secara paralel dan sifatnya saling terkait.

Prinsip 2.3.
LKI hendaknya menyiapkan methodologi yang sesuai untuk mengukur dan melaporkan eksposur risiko kredit yang timbul dari masing-masing instrumen pembiayaan Islam (Islamic Financing Instrument).

34. LKI agar mengembangkan dan meng-implementasikan metodologi pengukuran dan pelaporan risiko yang sesuai yang relevan dengan masing-masing instrumen pembiayaan Islam dalam rangka mengelola risiko nasabah (counterparty risk) yang dapat timbul dari berbagai tingkatan kontrak (termasuk counterparty risk performance pada akad Salam dan Isthisna). Tergantung pada Instrumen Pembiayaan Islam , LKI dapat menggunakan methodologi yang sesuai yang mempertimbangkan gejolak harga dari underlying assets. Methodologi yang dipilih haruslah sesuai dengan sifat, ukuran dan kompleksitas dari kegiatan kredit LKI yang bersangkutan. LKI hendaknya meyakini bahwa sistem dan sumber daya yang tersedia cukup untuk mengimplementasikan methodologi ini.

Prinsip 2.4.
LKI hendaknya menyiapkan teknik-teknik mitigasi risiko kredit yang sesuai dengan Syariah (Syariah compliant) dan cocok dengan masing-masing instrumen pembiayaan Islam yang bersangkutan.

35. LKI hendaknya mendefinisikan teknik-teknik mitigasi risiko kredit mereka , termasuk namun tidak terbatas pada :

a. Suatu methodologi dalam menetapkan tingkat mark-up menurut rating risiko nasabah (counterparty), dimana risiko yang diperkirakan (expected risk) hendaknya sudah diperhitungkan dalam penetapan keputusan harga.
b. Jaminan dan garansi yang diperbolehkan dan dapat dieksekusi apabila diperlukan
c. Dokumentasi yang jelas seperti, apakah PO (purchase Order ) dapat dibatalkan ?, dan
d. Prosedur yang jelas dalam mempertimbangkan ketentuan hukum Pemerintah dalam akad-akad yang berkaitan dengan transaksi keuangan (financing‘s transaction).

36. LKI hendaknya menetapkan limit dari tingkat keyakinan atas dapat dilakukannya eksekusi (enforceability) dari jaminan dan garansi yang diterimanya. Mereka harus melindungi diri terhadap hambatan-hambatan hukum yang membatasi akses pada jaminan tersebut pada saat mereka menuntut haknya berkaitan dengan hutang nasabah (counterparty).. LKI sepakat secara formal dengan counterparty (nasabah) pada saat penanda tanganan akad dalam penggunaan, penebusan, pemanfaatan jaminan jika counterparty (nasabah) gagal melakukan pembayaran hutangnya.

37. LKI hendaknya mempunyai kebijakan untuk mendefinisikan kecukupan tindakan (action) yang akan dilakukan oleh LKI jika nasabah (counterparty) membatalkan suatu kontrak yang tidak mengikat. Kebijakan ini hendaknya menjelaskan bagaimana LKI :

a. Memantau dan mengendalikan eksposur mereka kepada supplier, khususnya selama pengiriman (delivery) dari supplier kepada LKI dimana nasabah bertindak sebagai agent.
b. Meng-identifikasi apakah risiko yang dikaitkan dengan assets yang akan diangkut oleh supplier atau nasabah (yang bertindak sebagai agent dan menerima asset dari supplier). Misalnya, LKI dapat masuk pada suatu purchase order (PO) dengan supplier dengan perjanjian berbasiskan ‘ Sales or Return’ , dengan suatu opsi untuk mengembalikan barang yang dibeli dalam suatu periode waktu tertentu.

38. LKI hendaknya sudah mempunyai sistem manajemen kredit yang sesuai dan prosedur administrasi untuk melakukan tindakan perbaikan kredit secara lebih dini dalam hal terjadi ketidak beresan keuangan pada nasabah (counterparty), atau khususnya dalam menangani kredit bermasalah, adanya potensi atau nasabah gagal bayar. Sistem ini akan dikaji ulang secara berkala.
Tindakan perbaikan/penyelamatan ini mencakup administratif dan ukuran-ukuran keuangan .
Ukuran-ukuran administratif , antara lain meliputi :
a. Secara proaktif mem-follow up dan bernegosiasi dengan nasabah melalui kontak dengan nasabah secara berkesinambungan
b. Menetapkan waktu pembayaran yang lebih longgar atau menawarkan re schedulling hutang atau restrukturisasi (tanpa menambah jumlah pinjaman).
c. Penggunaan suatu agen penagih hutang
d. Melakukan tindakan hukum, termasuk melengkapinya dengan saldo kredit milik nasabah yang default tersebut sesuai dengan perjanjian antara mereka
e. Atau melakukan klaim kepada asuransi yang sesuai Syariah
Ukuran-ukuran keuangan antara lain mencakup ;
o Menerapkan penalti, hasilnya harus diserahkan untuk kepentingan sosial yang sesuai dengan syariah sebagimana ditetapkan oleh LKI dan Badan / komite Syariah .
o Melakukan pencairan kolateral atau garansi pihak ketiga.

39. LKI harus menetapkan persyaratan - persyaratan untuk penyelesaian yang lebih awal , yang dimungkinkan oleh hukum Syariah mereka serta prinsip-prinsip bagi masing-masing instrumen pembiayaan Islam. Sebagian nasabah mungkin mengharapkan diberikan diskon, dimana LKI dapat memberikan sesuai dengan keputusan mereka sebagai keputusan yang bersifat komersil yang dibuat case by case dan hal ini tidak diatur dalam kontrak. Alternatif, tidak sejalan dengan praktik keuangan industri, LKI dapat memberikan potongan (rabat) kepada nasabah dengan mengurangi hutang nasabah pada transaksi-transaksi berikutnya.

40. LKI hendaknya melakukan asesmen dan menetapkan kebijakan dan prosedur berkaitan dengan risiko eksposur mereka pada transaksi paralel. Misalnya dalam transaksi Isthisna. LKI memasuki kontrak Isthisna sebagai penjual untuk penyediaan barang-barang manufaktur atau suatu bangunan kepada suatu nasabah. Kemudian LKI tersebut memasuki kontrak Isthisna lainnya secara paralel sebagai pembeli (manufakturer atau pembangun/builder), menggunakan spesifikasi sesuai dengan kontrak asli / kontrak semula. Jika supplier gagal menyerahkan barang manufaktur atau bangunan sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, LKI tersebut juga akan gagal (default ) dalam pemenuhan kewajibannya. Jika diperlukan, sebagaimana kasus kasus pada beberapa LKI, pembentukan suatu ‘engineering department’ atau merekrut seorang expert dari luar untuk meng-evaluasi, menyetujui dan memantau aspek-aspek teknis dapat dilakukan. LKI juga dapat menetapkan syarat bahwa pihak pada kontrak pertama harus memeriksa barang-barang manufaktur atau bangunan dari waktu kewaktu selama proses produksi atau konstruksi untuk memastikan kesesuaian spesifikasinya dengan keinginan mereka (to satify themselves).

41. LKI hendaknya membentuk kebijakan dan prosedur yang sesuai yang mensyaratkan mereka untuk menyetujui komitmen mereka terhadap paralel kontrak nasabah. Pada beberapa negara, paralel kontrak perlu ditransaksikan dengan kontrak Salam pertama untuk mengurangi eksposur risiko pasar, namun tidak ada hubungan hukum resmi diantara kedua kontrak tersebut.

42. LKI harus sudah mempunyai suatu sistem untuk memastikan dan memenuhi kewajiban mereka berkaitan dengan penyewaan asset, yang secara permanen tidak mengganggu karena tidak ada gagal bayar (default) dari penyewa. Dalam kasus ternyata terjadi ketidak beresan, LKI diwajibkan menyediakan asset penggantri kepada penyewa dengan spesifikasi yang sama, jika spesifikasi tersebut disetujui, atau jika kontrak dapat diperbarui, atau untuk mengembalikan capital payments termasuk IMB lease rental sebagaimana yang dilakukan dalam pelaksanaan Ijarah. LKI perlu membentuk kebijakan menajemen risiko yang sesuai untuk mengurangi kerugian yang berasal dari kerusakan selama jangka waktu penyewaan.

43. LKI harus meyakini, dimana mungkin, bahwa ada asuransi yang sesuai Syariah yang menutup kerugian dari assets , yang tergantung pada ketersediaannya. Apabila mungkin, LKI dapat merekrut seorang penasihat asuransi pada tingkat paling dini untuk melakukan kaji ulang terhadap penutupan asurasi assets yang disewakan.

44. Jika terjadi kerugian disebabkan kelalaian penyewa , LKI diperkenankan untuk melakukan klaim kompensasi kepada penyewa. LKI (sebagai pihak yang menyewakan) menanggung risiko dari assets yang disewakan dan tidak dapat menggunakan jaminan dari penyewa untuk meng- recover jumlah kerugian yang terjadi pada asset yang disewakan. (kecuali hal ini terjadi karena salah penanganan (missconduct), kecurangan , atau pemutusan kontrak dari pihak penyewa).

45. LKI harus sudah mempunnyai kebijakan untuk menetapkan dan meng-alokasikan cadangan untuk :
i. Piutang yang diragukan termasuk eksposur nasabah
ii. Perkiraan pengurangan nilai assets yang disewakan.

3. Equity Invetment Risk

Prinsip 3.1.
LKI harus sudah mempunyai ketentuan yang berlaku mengenai Strategi , proses manajemen risiko dan pelaporan yang sesuai, berkaitan dengan karakteristik dari equity investment , termasuk Investasi Mudharabah dan Investasi Musyarakah

Prinsip 3.2.
LKI hendaknya meyakini bahwa metode penilaian mereka adalah cocok dan konsisten , dan dapat melakukan asesmen terhadap kemungkinan dampak metode itu terhadap kalkulasi dan Alokasi Laba Rugi . Metode tersebut harus disetujui bersama antara LKI dengan Mudarib dan / atau Musyarakah partnerts.

Prinsip3.3.
LKI harus mendefinisikan dan menetapkan ‘exit strategies’ berkaitan dengan kegiatan equity invesment, termasuk perpanjangan dan persyaratan penyelamatan terhadap investasi Mudharabah dan Musharakah, dan tunduk kepada persetujuan dari Lembaga / Badan Syariah.


3.1. Latar belakang.

46. Seksi ini mengatur prinsip-prinsip berkaitan dengan manajemen risiko yang inherent dengan penguasaan instrumen-instrumen equity untuk tujuan investasi. Secara khusus, untuk LKI , instrumen-instrumen yang relevan adalah bentuk-bentuk yang berbasiskan Akad Mudharabah dan Musyarakah. Seksi ini difokuskan pada kedua instrumen tersebut. Risiko yang dikaitkan dengan menahan equity investment untuk keperluan perdagangan atau untuk tujuan menjaga likiditas adalah terkait dengan risiko pasar pada Seksi 4 dibawah. Jika investasi dilakukan via Mudharabah dan Musharakah, maka hal ini dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan LKI, mereka terkait dengan risiko pasar, risiko likiditas, risiko kredit dan risiko-risiko lainnya., secara potensial dapat menyebabkan peningkatan volatilitas pada pendapatan dan capital.

47. Investasi capital melalui Mudharabah dan Musharakah dapat digunakan untuk membeli saham pada perusahaan perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa atau saham pada perusahaan swasta yang tidak diperdagangkan atau investasi dalam proyek tertentu baik portofolio maupun pada suatu pool investasi melalui suatu ‘kendaraan investasi’ (investment vehicle). Dalam hal investasi pada suatu proyek tertentu, LKI hendaknya melakukannya pada tingkat investasi yang berbeda-beda.

48. Suatu hal yang membedakan pembiayaan Mudharabah dan Musharakah adalah syarat keterlibatan LKI dalam investasi pada periode akad. Dalam Mudharabah, LKI menginvestasikan uangnya sebagai ‘silent partnert’ dan, manajemen adalah tanggung jawab ekslusif dari pihak lain yang bernama ‘mudarib’. Sebaliknya dalam pembiayaan Musharakah, LKI dan partnernya (atau partner-partner nya) menginvestasikan dananya bersama-sama dimana LKI mungkin sebagai silent partner, atau berpartisipasi dalam manajemen. Tanpa memandang kewenangan, dimana investasi instrumen-instrumen investasi bagi hasil itu dilakukan, keduanya , baik Musharakah maupun Mudharabah adalah pembiayaan berbasis bagi hasil (profit sharing), dimana capital di-investasikan oleh penyedia dana yang tidak menyaratkan penghasilan tetap (a fixed return), namun secara jelas memperlihatkan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penghasilan dalam hal terjadi kerugian ( capital impairment risk).

3.2. Definisi dan profil dari Equity Investment Risk.

49. Tipe Equity Investment Risk yang dibahas dalam seksi ini, secara garis besarnya dapat didefinisikan sebagai “ risiko yang timbul karena memasuki suatu kerjasama untuk tujuan melakukan atau berpartisipasi dalam suatu pembiayaan tertentu atau pada suatu kegiatan bisnis secara umum sebagaimana diuraikan dalam akad, dan dengan mana penyedia dana ikut menaggung risiko bisnis”.

50. Karakteristik equity investment dimaksud , termasuk dalam mempertimbangan kualitas partner, kegiatan bisnis yang mendasari (underlying business activity) dan hal-hal yang sedang berjalan lainnya. Sesuai sifatnya, tipe equity investment ini di sajikan sebagai satu kesatuan risiko yang dikaitkan dengan Mudarib atau partner Musharakah , kegiatan dan operasi bisnis.

51. Dalam meng-evaluasi risiko dari suatu investasi yang menggunakan instrumen profit sharing Mudharabah atau Musharakah, profil risiko yang potensial dari partner (Mudarib atau Musharakah Partner ) adalah pertimbangan penting dalam melakukan due diligence. Due diligence itu penting untuk memenuhi syarat dari LKI tentang tanggung jawab atas kepercayaan (fiduciary responsibilities) sebagai suatu investor atau PRI / penyedia dana dalam suatu profit sharing dan loss bearing basis (menaggung kerugian bersama) atau Mudharabah atau suatu profit and loss bearing basis (Musyarakah). Profil risiko ini mencakup catatan masa lalu dari tim manajemen , kualitas rencana bisnis , personalia yang dilibatkan dan proposal tentang kegiatan Musharakah dan Mudharabah yang diajukan.

52. Faktor-faktor yang terkait dengan hukum dan dampak lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja equity investment perlu dipertimbangakan dalam evaluasi risiko. Faktor-faktor tersebut mencakup kebijakan tentang tarif , quota, pajak atau subsidi dan perubahan kebijakan yang tiba-tiba yang mempengaruhi kualitas kelayakan investasi.

53. LKI hendaknya mengungkapkan risiko-risiko ikutan tentang kesenjangan informasi yang reliable yang menjadi dasar dalam penilaian investasi mereka, misalnya sistem pengendalian financial yang tidak memadai (inadequate) . Mitigasi risiko ini dapat mengharuskan investor untuk melakukan peranan aktif dalam memantau investasi, atau menggunakan suatu struktur mitigasi risiko tertentu.

54. Walaupun alokasi profit tepat waktu dapat diatur didepan, LKI hendaknya bersiap terhadap penundaan dan berbagai variasi dari pola cash flow dan kemungkinan-kemungkinan kesulitan dalam melakukan suatu eksekusi terhadap suatu exit strategy yang sukses.

55. Risiko yang timbul dari penggunaan suatu profit sharing instrument untuk tujuan pembiayan, tidak termasuk risiko kredit dalam konteks yang umum, namun menanggung karakteristik risiko kredit yang krusial karena risiko ketidak cukupan modal. (capital impairment).

3.3. Pertimbangan- Pertimbangan Operasional.

Prinsip 3.1.
LKI hendaknya sudah mempunyai strategi , manajemen risiko, dan proses pelaporan yang sesuai tentang karakteristik risko dari equity investment, mencakup investasi-investai pada Mudharabah dan Musharakah .

56. LKI hendaknya mendefinisikan dan menetapkan tujuan dan kriteria dari investasi-investasi yang menggunakan instrumen-instrumen profit sharing termasuk tipe investasi, toleransi risiko, penghasilan yang diharapkan (expected return) dan periode investasi yang di-inginkan. Misalnya, suatu struktur Musharakah dapat berisikan suatu opsi untuk melakukan penyelamatan dimana LKI sebagai penyedia pembiayaan (financiers) mempunyai hak kontraktual untuk mensyaratkan partnernya secara periodik untuk membeli, dengan suatu kontrak tersendiri, suatu bagian dari saham LKI dalam investasi pada net value dari asset, jika kontrak mencantumkan rincian beberapa persetujuan dasar (Diminishing Musharakah).

57. LKI hendaknya sudah mempunyai, dan juga melakukan kaji ulang (review), kebijakan, prosedur, dan struktur manajemen risiko yang sesuai untuk meng-evaluasi dan mengelola risiko berkaitan dengan penguasaan, menahan (hold) atau keluar dari investasi berdasarkan profit sharing. LKI hendaknya meyakini bahwa sudah ada infrastruktur dan kapasitas yang sesuai untuk memantau secara terus menerus performance dan operasi dari perusahaan dimana LKI melakukan investasi sebagai partner. Hal ini mencakup evaluasi tertang kesesuaiannya dengan syariah., kecukupan pelaporan keuangan, dan pertemuan berkala dengan partner dan terpeliharanya catatan pertemuan/meeting tersebut

58. LKI harus mengidentifikasi dan memantau transformasi dari risiko pada berbagai tingkat masa laku investasi, umpamanya, dimana bisnis tempat ber-investasi terlibat dalam inovasi atau produk dan jasa baru di suatu pasar.
LKI yang menggunakan berbagai instrument (salah satunya adalah Musharakah) pada tingkat kantrak yang berbeda, agar sudah mempunyai prosedur dan pengendalian yang sesuai , karena tingkatan yang berbeda akan memberikan risiko yang berbeda pula.

59. LKI agar menganalisa dan menentukan kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan timing dari cash flow baik mengenai hasil (return) maupun capital gain yang berasal dari equity investment.

60. LKI hendaknya menggunakan teknik-teknik mitigasi risiko yang sesuai Syariah, yang mengurangi dampak kemungkinan terjadinya pemburukan (impairment) pada suatu investasi. Hal ini dapat mencakup penggunaan pengamanan yang diizinkan partner yang sesuai Syariah.

Prinsip 3.2.
LKI hendaknya meyakini bahwa metode penilaian (valuation) mereka adalah sesuai dan konsisiten dan dapat melaksanakan asesmen terhadap dampak yang potensial dari metode mereka mengenaikal kulasi dan alokasi pendapatan (profit). Metode-metode tersebut hendaknya disetujui bersama antara LKI dan Mudarib dan/atau partner Musyarakah.

61. LKI hendaknya sudah sepakat dengan Mudarib dan/atau Musyarakah partner sebelum memasuki Perjanjian (Agreement) tentang metode penilaian (valuasi) yang sesuai yang akan digunakan serta periode waktu dimana pendapatan (profit) akan dihitung serta alokasi yang mempertimbangkan praktik-praktik pasar serta fitur-fitur likiditas. Valuasi dan akunting memainkan peranan yang penting dalam mengukur kualitas dari equity investment, khususnya pada suatu perusahaan privat, untuk mana harga penawaran yang independen mungkin tidak tersedia atau tidak cukup volumenya untuk menyediakan suatu dasar valuasi pasar dan likiditas yang berarti (meaningfull). Suatu metode yang sesuai dan disepakati dapat diaplikasikan untuk menentukan pendapatan (profit) dari investasi dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari gross atau net profit yang diperoleh dari bisnis Mudharabah atau Musyarakah, atau berdasarkan syarat-syarat yang disepakati bersama lainnya. Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan saham parnertship dalam Musyarakah (misalnya pada suatu Diminishing Musyarakah), pemindahtanganan saham akan dinilai menurut fair value atau berdasarkan syarat-syarat yang disepakati bersama lainnya.

62. LKI hendaknya melaksanakan asesmen dan mengukur risiko terkait dengan potensi manipulasi dalam melaporkan hasil usaha yang mengarah pada over statement atau under statement hasil usaha kerjasama (partnership). Keuntungan yang dilaporkan dapat secara gross atau secara net. Jika untuk suatu alasan praktik-praktik memperlancar keuntungan pada suatu periode akunting dan penetapan pembentukan escrow account untuk menahan sebagian profit selama periode investasi equity (equity investment) yang dicatat dan disetujui oleh semua partner dalam investasi tersebut , LKI akan memasukkan dampaknya pada penghasilan LKI secara overall.

63. LKI dapat bersepakat dengan Mudarib dan atau Musyarakah partner untuk mengikat suatu pihak yang independen jika diperukan, untuk melaksanakan pemeriksaan (audit) dan penilaian terhadap investasi. Penyediaan hal ini adalah untuk melengkapi dan memudahkan pelaksanaan, hasil penilaian akan membantu untuk meyakini transparansi dan objektivitas dalam valuasi dan dalam mendistribusikan keuntungan dan menentukan jumlah yang dapat ditahan untuk diinvestasikan kembali.

Prinsip 3.3.

LKI perlu mendefinisikan dan menetapkan exit strategies , berkaitan dengan kegiatan equity investment mereka termasuk perpanjangan dan penyelamatan kondisi dari investasi Mudharabah dan Musyarakah, namun dengan persetujuan dari Dewan Syaraiah LKI.

64. LKI hendaknya menetapkan kriteria untuk exit strategies , termasuk penyelamatan equity investment dan penghapusan investasi yang macet. Kriteria dapat mencakup alternatif jalan keluar dan penetapan waktu keluar dari pernasalahan . Dalam hal ada kerugian namun ada peningkatan terhadap prospek bisnis , LKI dapat mengindikasikan perpanjangan periode investasi. Ekspektasi LKI hendaknya didasarkan pada asesmen mereka bahwa ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa akan ada perputaran bisnis selama periode pemulihan dengan suatu pandangan bahwa investasi pada waktunya akan menghasilkan dan akan dapat menutup kerugian dan menghasilkan profit.

65. LKI hendaknya memahami bahwa sebagai suatu perusahaan (going concern) , seorang investee tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan likiditasnya agar dapat mendistribusikan profit. Karenanya , LKI hendaknya menyepakati bersama parnert investasinya tentang metode perlakuan terhadap profit yang ditahan (retained profit) oleh investee.

4. Risiko Pasar.

Risiko Pasar.

Prinsip 4.1.
LKI hendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja tentang manajemen risiko pasar yang sesuai (termasuk pelaporannya) berkaitan dengan semua assets yang ditangani , termasuk yang belum ada pasarnya atau yang rentan terhadap volatilitas harga.

4.1. Latar Belakang.

66. Seksi ini menetapkan prinsip-prinsip berkaitan dengan risiko pasar, yang merujuk kepada dampak potensial dari pergerakan pasar yang kurang baik seperti benchmark rate, fx rate, harga-harga equity dan harga barang barang komoditi, terhadap nilai ekonomi dari suatu asset . Eksposur risiko pasar dapat terjadi pada suatu waktu tertentu maupun sepanjang periode investasi.

4.2. Definisi dan profil risiko pasar

67. Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko kerugian pada posisi neraca atau non neraca (on & off balance sheet) yang timbul dari pergerakan harga pasar, misalnya fluktuasi dalam nilai yang diperdagangkan, aset yang dapat dipasarkan dan disewakan (termasuk sukuk) dan dalam portofolio individual pada sisi non neraca (umpamanya rekening-rekening investasi terbatas / ristricted). Risiko yang terkait dengan volatilitas nilai pasar spesifik asset sekarang dan yang akan datang (umpamanya , harga komoditi dari asset Salam, harga pasar dari Sukuk, harga pasar dari assets Murabahah yang dibeli yang akan diserahkan pada suatu periode waktu tertentu) serta kurs fx.

68. Dalam pelaksanaan operasi Ijarah , seorang lessor menghadapi risiko pasar dari sisa nilai i asset yang disewakan pada akhir masa sewa atau jika penyewa (lessee) memutuskan sewa lebih awal (dengan tidak melakukan pembayaran) selama kontrak.
Dalam IMB, lessor menghadapi risiko pasar pada nilai yang disandang oleh asset yang disewakan (sebagai kolateral) pada kejadian (event) penyewa (lessee) tidak memenuhi kewajibannya sebagai penyewa.

69. Dalam Salam, LKI menghadapi fluktuasi harga komoditi pada saat long position setelah mengikatkan diri pada suatu kontrak dan ketika sedang menguasai (menahan) barang yang dijadikan subjek sampai barang diserahkan. Dalam kasus Salam Paralel, juga terdapat risiko bahwa kegagalan dalam penyerahan (delivery) subjek, akan menyebabkan LKI menghadapi risiko harga komoditi sebagai akibat dari perlunya membeli asset yang sama pada pasar spot untuk memenuhi kewajiban pada kontrak Salam Paralelel .

70. Ketika LKI terlibat dalam pembelian Asset yang tidak aktif diperdagangkan dengan kecendrungan tidak menjualnya, penting untuk menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan likiditas pasar dimana assets tersebut diperdagangkan yang memberikan peningkatan risiko pasar yang lebih tinggi. Assets yang diperdagangkan di pasar yang tidak liquid tidak dapat direalisir pada harga yang ditawarkan pada pasar yang lebih aktif.

71. LKI juga menghadapi risiko fluktuasi fx yang timbul dari perubahan umum dari harga spot fx baik dalam transaksi antar negara (cross border transactions) dan sebagai hasil akhir penerimaan hasil hutang piutang dalam fx. Eksposur ini boleh di ’hedge’ dengan menggunakan metode yang sesuai Syariah.

4.3. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam operasional.

Prinsip 4.1.
LKI hendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja manajemen risiko pasar yang sesuai (termasuk pelaporan) berkaitan dengan assets yang ditahan (dikuasai) , termasuk yang tidak mempunyai pasar yang ready dan / atau yang menghadapi gejolak harga yang tinggi.

72. LKI hendaknya mengembangkan suatu strategi risiko pasar termasuk tingkat akseptabilitas risk appetite dari risiko pasar dengan mempertimbangkan perjanjian kontrak dengan penyedia-penyedia dana, tipe dari kegiatan risk taking dan target pasar dalam rangka maksimalisasi hasil ketika menahan eksposur dibawah tingkat yang ditentukan sebelumnya (pre determined levels). Strategi harus dikaji ulang secara periodik oleh LKI , dikomunikasikan kepada staff yang relevan dan terbuka bagi penyandang dana.

73. LKI agar membentuk proses manajemen risiko pasar dan sistem informasi yang sehat dan komprehensif , yang antara lain terdiri dari :
o Suatu kerangka kerja yang konseptual yang membantu dalam mengidentifikasi risiko pasar yang mendasari (underlying market risk)
o Pedoman dalam pengaturan kegiatan pengambilan risiko dalam portofolio yang berbeda dari PRIT dan limit risiko pasar mereka.
o Kerangka kerja yang sesuai (cocok) dalam menetapkan harga, valuasi, dan pencatatan pendapatan, dan
o Suatu manajemen sistem informasi yang kuat untuk mengendalikan (control), memantau (monitoring) dan melaporkan eksposur risiko pasar dan performance kepada level yang sesuai dari direksi (senior manajemen).
Setelah terpenuhi kebutuhan persyaratan tersebut dimuka ( penetapan harga , kerangka kerja valuasi dan pencatatan pendapatan, Sistem Manajemen Informasi yang kuat untuk mengelola eksposur, dan seterusnya ), dapat diterapkannya kerangka kerja manajemen risiko pasar yang sudah dikembangkan, hendaknya menjadi pertimbangan dalam asesmen terhadap konsekwensi bisnis dan risiko reputasi.

74. LKI hendaknya mampu menghitung eksposur risiko pasar dan melakukan asesmen eksposur terhadap kemungkinan kerugian kedepan pada net open position assets mereka.

75. Eksposur risiko dalam investasi sekuritas sama risikonya dengan risiko yang dihadapi oleh perantara financial yang konvensional (conventional financial intermediaries ), seperti harga pasar , likiditas, dan rate fx . Dalam hubungan ini . LKI hendaknya meyakini bahwa strategi mereka, termasuk batasan tentang risk appetite dari assets yang dapat diperdagangkan , dan bahwa risk appetite tersebut di-support dengan cukup oleh capital yang ditahan untuk tujuan itu.

76. Dalam valuasi assets dimana tidak tersedia harga pasar, LKI hendaknya mengatur dalam program produk mereka sendiri, pendekatan secara detil dalam menilai posisi risiko pasar mereka. LKI dapat menggunakan teknik-teknik forecasting dalam melakukan asesmen nilai potensial dari assets dimaksud.

77. Dalam hal metodologi yang tersedia kurang sesuai (deficient), LKI hendaknya melakukan asesmen terhadap kebutuhan : (a) dana yang dialokasikan untuk meng-cover risiko yang berasal dari likiditas, assets baru dan ketidak pastian dalam asumsi tentang valuasi yang mendasari serta realisasinya, dan (b) menetapkan suatu kontrak perjanjian dengan nasabah (counterparty) tentang metode yang digunakan secara rinci dalam valuasi assets .

Rekening Investasi yang dibatasi (Restricted Investment Account)

78. LKI mengemban tugas sebagai lembaga yang dipercaya untuk menerapkan kebijakan manajemen risiko dan prosedur yang sama terhadap assets yang dipegangnya untuk dan atas nama PRIT sebagaimana dilakukan LKI terhadap assets yang dipegang untuk dan atas nama pemegang saham serta pemegang dana investasi yang tidak terbatas lainnya.

79. Jika LKI memainkan peranan sebagai Market Maker terhadap PRIT, maka hal ini akan meningkatkan risiko likiditas, yang hendaknya dikelola (manage) menurut prosedur yang sesuai, sebagaimana diatur dalam Seksi 5, dibawah ini.

5. Risiko Likiditas.

Prinsip 5. 1.
LKI haendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja manajemen likiditas (termasuk pelaporan) yang memperhatikan pemisahan , eksposur likiditas secara overall basis terkait dengan current account ; rekening investasi terbatas dan rekening investasi tidak terbatas

Prinsip 5. 2.
LKI hendaknya meng-asumsikan risiko likiditas sebanding dengan kemampuan akses mereka terhadap dana yang cukup sesuai Syariah untuk mitigasi risiko likiditas dimaksud.

5.1. Latar belakang.

80. Seksi ini memberikan petunjuk berkaitan dengan risiko likiditas, yang menekankan pada elemen-elemen kunci untuk manajemen likiditas yang efektif dalam cakupan eksposur LKI. LKI mengumpulkan dan berusaha menarik berbagai sumber dana untuk disalurkan kepada pembiayaan dan investasi mereka.. LKI dapat mempunyai berbagai macam kewajiban, seperti kebutuhan untuk membayar kembali pemegang current account pada saat diminta , menyediakan dana yang sudah dijanjikan dalam transaksi Musyarakah, dan untuk membuat tersedianya cash flow guna keperluan biaya atau pembayaran keuntungan (profit).

5.2. Definisi dan profil risiko likiditas.

81. Risiko likiditas adalah potensi kerugian bagi LKI yang timbul dari ketidakmampuan mereka dalam memenuhi kewajiban atau untuk membiayai peningkatan assets pada saat jatuh tempo dengan kerugian dan atau dibebani biaya yang tidak akseptabel .

Profil para penyedia dana.

82. Secara garis besarnya terdapat dua tipe para penyedia dana : (a) pemegang current account; dan (b). pemegang rekening investasi terbatas (PRIT). Pemegang-pemegang rekening ini memerlukan suatu tingkat likiditas yang perlu dijaga oleh LKI.untuk memenuhi kebutuhan penarikan-penarikan dana mereka .Sesuai dengan kondisi kontrak, PRIT (sementara tidak menjadi penyedia dana) dapat juga dipertimbangan dalam peningkatan manajeman likiditas, jika LKI memerlukan pengganti dana yang ditarik oleh seorang investor dipending realisasi dari asset yang berkaitan.

83. Walaupun pemegang current account tidak ikut dalam keuntungan kegiatan bisnis LKI , namun LKI harus punya kemampuan memenuhi kewajibannya / pembayaran yang diperlukan untuk memenuhi penarikan uang tunai yang diminta pada jumlah dan waktu yang diinginkan.

84. LKI dapat lebih mengandalkan dana yang disediakan oleh pemegang current account. Pembayaran kembali oleh LKI terhadap jumlah pokok yang disimpan oleh pemegang rekening dijamin tanpa hak mempero;eh keuntungan, mengingat pemegang rekening current account tidak ikut menaggung risiko LKI.

85. PRIT adalah investor yang berpartisipasi / ikut menaggung ketidak pastian dari bisnis LKI , karenanya ikut memperoleh keuntungan atau menanggung kerugian yang berasal dari investasi yang dilakukan untuk dan atas nama mereka. Diluar kebutuhan penarikan dana secara umum penarikan yang dilakukan oleh PRIT dapat merupakan hasil dari pada : (a) lebih rendah dari yang diperkirakan atau penghasilan yang akseptabel. (b) concern terhadap keadaan keuangan LKI. (c) berbagai kontrak dan kegiatan yang dilakukan LKI tidak sesuai dengan hukum dan ketentuan Syariah.

86. Dimana digunakan prinsip Mudharabah terhadap sumber dana, dari sudut pandang asset and liability manajemen , LKI pada tingkat tertentu dapat dipandang sebagai pengaman karena LKI menaggung risiko dari assets dimana dana-dana mereka di-inmvestasikan. Pernyataan ini benar hanya jika Mudarib (LKI) telah bertindak sesuai dengan tugas yang dipercayakan kepadanya sesuai akad Mudharabah tanpa kesalahan pelaksanaan atau kelalaian.

87. LKI tidak menaggung risiko terhadap assets yang dibiayai dengan current account, yang dibebani oleh pemegang saham itu sendiri..

88. Sebagai agen kepercayaan , LKI peduli (concern) terhadap keselarasan kebijakan investasi mereka dengan pemegang rekening investasi dan risk appetite yang ditetapkan pemegang saham . Jika kebijakan investasi ini tidak konsisten dengan harapan dan risk appetite dari pemegang rekening investasi, maka pihak yang terakhir ini dapat menarik dana-dana mereka yang dapat menyebabkan krisis bagi LKI. Hal ini dapat terjadi khususnya pada PRIT.

5,3. Pertimbangan operasional

Prinsip 5.1.
LKI haendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja manajemen likiditas (termasuk pelaporan) yang memperhatikan pemisahan , eksposur likiditas secara overall basis terkait dengan current account ; rekening investasi terbatas dan rekening investasi tidak terbatas

Kebijakan manajemen likiditas

89. LKI harus mejaga likiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya setiap waktu. Dalam hubungan ini dan dengan mempertimbangkan sifat dari LKI , kegiatan bisnis dan lingkup pasar modal, LKI hendaknya sudah mempunyai kebijakan manajemen likiditas , yang dikaji ulang secara periodik , mencakup :
o Strategi dalam mengelola likiditas dengan melibatkan pengawasan Dekom dan direksi.
o Suatu kerangka kerja untuk mengembangkan dan mengimplementasikan proses pengukuran dan pemantauan likiditas yang sehat (sound).
o Sistem yang cukup dan siap pakai untuk memantau dan melaporkan eksposur likiditas secara periodik
o Kapasitas pendanaan yang cukup (adequate), dengan referensi tertentu pada kemauan dan kemampuan dari shareholders untuk menyediakan tambahan modal jika diperlukan.
o Akses kepada likiditas melalui realisation dan arranggement fixed assets seperti penjualan dan penyewaan kembali (sale and lease back), dan
o Krisis manajemen likiditas.

90. Kebijakan hendaknya merupakan penggabungan baik faktor kuantitatif maupun faktor kualitatif. Faktor kuantitatif, termasuk luas dan keberagaman sumber-sumber dana , konsentrasi basis dana , keandalan assets yang dapat dipasarkan (laku dijual), atau ketersediaan fasilitas yang standby yang berasal dari pendanaan eksternal. Kualitatif faktor, termasuk penilaian terhadap kemampuan secara umum dari manajemen, kemampuan-kemampuan khusus manajemen tresury dan human realation , kualitas sistem informasi manajemen, reputasi LKI di pasar, kemauan dan kemampuan pemegang saham untuk menyediakan tambahan modal dan dalam kasus pendanaan cabang atau subsudiary, kemauan dan kemampuan KP atau induk perusahaan dalam penyediaan likiditas.

91. Mengingat infra struktur likiditas berbeda pada suatu negara dengan negara lain, operasi LKI antar yurisdiksi diharapkan menekankan pada kebutuhan lokal terhadap manajemen likiditas . Dalam hubungan ini, LKI yang menjadi bagian dari suatu grup secara normal diharapkan mampu berdiri sendiri, dengan demikian dapat mementau dan mengelola kebutuhan likiditasnya sendiri secara terpisah. Namun demikian dengan pengaturan atau perjanjian antar otoritas, LKI dapat mempertimbangkan jaminan dari pencadangan likiditas oleh KP atau induk perusahaan terhadap cabang atau subsidiary.

Pengukuran dan pemantauan likiditas.

92. LKI perlu mengindentifikasi setiap kekurangan likiditas kedepan dengan membuat daftar jatuh tempo yang didasarkan pada time bands yang sesuai. LKI dapat menerapkan kriteria sendiri dalam menetapkan klasifikasi cashflow, termasuk penggunaan metode kebiasaan (behavioural methods ) dan dapat mempertimbangkan pula perbedaan tipe cashflows sebagaimana indikasi dibawah ini :
o Mengenali cash flow ; waktu-waktu jatuh tempo dan jumlahnya yang diketahui dimuka. Kategori disini mencakup piutang (receivables) dari Murabahah, Ijarah, IMB dan Diminishing Musyarakah..
o Cashflow yang tergantung kondisi namun dapat diperkirakan (Salam dan Isthisna) . Suatu keadaan yang tergantung kondisi (conditionallity) didefinisikan dalam persyaratan (terms) dari tipe akad atau kinerja (performance) yang didasarkan pada persyaratan yang disepakati (agreed terms and condition) pada suatu periode yang disepakati.
o Cashflow yang tergantung kondisi namun tidak dapat diprediksi – dalam beberapa kasus, suatu investasi dalam suatu Musyarakah adalah untuk suatu periode yang dapat diakhiri sewaktu-waktu (open ended period) dan suatu exit strategy adalah dengan dilakukannya asesmen secara periodik.

93. Dalam melakukan kalkulasi terhadap KDN ( kebutuhan dana secara netto), situasi likiditas LKI berkaitan dengan ekspektasi manajemen terhadap pemegang rekenig investasi berpengaruh secara substansial . Sementara dasar dari suatu kalkulasi KDN adalah dengan asumsi bahwa dana-dana akan dikembalikan (dibayar) sesuai dengan kontrak atau jatuh temponya, namun ini mungkin tidak realistis untuk menganggap bahwa semua pemegang rekening investasi akan mempertahankan dananya pada LKI sampai jatuh tempo. Karena itu perlu asesmen secara internal terhadap ekspektasi mereka dan pemberian insentif merupakan bagian dari kalkulasi KDN.

94. Berkaitan dengan peranan ganda dari LKI dalam memenuhi kewajibannya terhadap pemegang current accounts serta mengelola ekspektasi dari pemegang rekening investasi mereka, LKI hendaknya membuat analysis cash flow secara periodik dengan berbagai skenario pasar dan berbagai kondisi. Skenario dapat bervariasi tergantung pada kondisi pasar lokal dan dapat didasarkan pada : (a) lingkunagn operasi yang ‘normal’ (umpamanya kedaan pemerintahan yang sedang baik), dan (b) skenario pada kondisi yang memburuk atau kurang menguntungkan (misalnya keadaan yang tidak normal dan kondisi khaos).
Misalnya :
o Analisa hendaknya mencakup asumsi tentang pembayaran kembali investasi capital kepada pemegang rekening investasi. Dalam hal terjadi kerugian investasi , sejauh mana kerugian akan dikurangi dengan menggunakan CRI ( Cadangan Risiko Investasi ), perlu dipertimbangkan.

o Skenario hendaknya didasarkan pada asumsi yang relevan yang didasarkan pada faktor-faktor yang berpengaruh pada eksposur Neraca dan non Neraca. Tingkat likiditas dan profil penarikan lebih awal , dihitung berdasarkan skenario ini dan dilakukan back test (test mundur) secara periodik untuk menfalidasi asumsi-asumsi yang mendasari dalam proses pengukuran.

o Dalam analysis yang didasarkan pada skenario-skenario dan asumsi atas dasar kebiasaan (behavioural assumtion) , LKI perlu melakukan asesmen dan menerapkan ukuran-ukuran likiditas yang mencerminkan kekhususan dari masing-masing portrofolio. Dalam praktik pada pasar tertentu , LKI dapat mempunyai beberapa tipe portofolio yang berbeda (misalnya ‘rekening investasi terbatas’ yang diberlakukan sebagai off balance sheet item) . Ukuran dan karakteristik dari assets , yang dijual oleh LKI terkait dengan portofolio rekening investasi terbatas , akan menentukan profil likiditas spesifik mereka.

95. LKI hendaknya menetapkan jumlah maksimum mismath likiditas secara kumulatif, yang dipertimbangkan sebagai aksptabel (namun dalam batas ketentuan yang berlaku) dan dapat dikelola dalam beberapa time bands, sebagai suatu persentase dari total dana yang tersedia. Dalam yurisdiksi tertentu , dimana assets secara tegas dipisahkan sesuai dengan sumber dananya, LKI hendaknya memantau eksposure likiditas secara terpisah sesuai dengan sifat dan campuran dana yang tersedia.- pemegang current account dan pemegang rekening investasi terbatas, yang dapat diperkirakan akan berbeda secara substansial. Dampak dari kekurangan likiditas (liquidity shortage) dapat berbeda menurut penyedia dana (fund providers) likiditas utama, sehingga limit yang terpisah dari mismath likiditas harus ditetapkan sesuai kondisi itu. Limit-limit tersebut harus dikaji ulang secara berkala , mempertimbangkan situasi likiditas LKI, iklim ekonomi dan kondisi pasar.

Mitigasi Risiko Likiditas

Prinsip 5.2.
LKI hendaknya meng-asumsikan risiko likiditas sebanding dengan kemampuan akses mereka terhadap dana yang cukup sesuai Syariah untuk mitigasi risiko likiditas dimaksud.

96. LKI hendaknya melakukan asesmen terhadap seberapa penting dan seberapa luas akses mereka terhadap sumber-sumber dana yang tersedia. Dalam mengelola likiditasnya LKI kemungkinan mempunyai sumber-sumber dana sebagai berikut :
o Cashflow secara alamiah yang berasal dari kegiatan perbankan mereka yang biasa
o Realisasi dari investasi assets mereka yang diperdagangkan
o Sekuritisasi assets
o Kemampuan untuk melakukan akses kepada dana dana pemegang saham, dan atau KP (Kantor Pusat.).

97. Kebijakan manajemen likiditas LKI hendaknya mencakup beberapa bentruk persetujuan pejanjian / kontrak yang mengikat tentang prosedur likuidasi, untuk menghindari keharusan melikuidasi assets pada harga yang tidak menguntungkan, yang dihasilkan karena penurunan nilai capital dari PRI yang dapat merusak reputasi LKI.dan kelangsungan usahanya.

98. LKI harus punya rencana darurat likiditas yang ditujukan bagi berbagai tingkat krisis likiditas. LKI harus mendefinisikan batas-batas tingkatan tersebut , namun dapat mempertimbangkan berbagai tingkatan tersebut sebagai berikut :

o Identifikasi suatu kesenjangan likiditas atau suatu situasi dimana seakan terjadi suatu kejadian penarikan-penarikan tidak mengikuti pola yang diperkirakan, ketika, misalnya LKI sebagai institusi terkena penurunan rating.
o Suatu kebutuhan untuk melikuidasi assets atau investasi dengan cara normal untuk memenuhi suatu kesenjangan likiditas atau situasi , dan
o Persyaratan keadaan darurat yang harus dilakukan didalam kejadian dimana langkah sebelumnya ternyata gagal memenuhi kecukupan kesenjangan likiditas

99. Dimana memungkinkan, hendaknya rencana darurat LKI mencakup faktor-faktor berikut dan membatasi tindakan sesuai point point pada masing-masing tingkatan
o Penahanan likuid assets berkualitas tinggi yang dapat diperdagangkan , yang mungkin dapat dilepas dalam jumlah yang terukur dipasar dengan dipertimbangkan kecendrungan bahwa kemungkinan tidak dapat direalisasi secara penuh sesuai dengan nilai bukunya.
o Profil ‘other assets’ dan tingkat kelancaran assets ini.
o Asesmen atas kepatuhan terhadap Syariah dan ketersediaan produk-produk dana dipasar, termasuk kemungkinan perjanjian kerjasama baik dengan LKI lainnya maupun Institusi konvensional dengan syarat bebas bunga (interest free basis) untuk akses dana sementara (temporary funding) , atau perjanjian sale and lease back (jual dan disewa kembali) untuk dana-dana jangka yang lebih panjang.
o Kemungkinan perjanjian likiditas dengan Bank Sentral dengan syarat bebas bunga (interest free basis)
o Membentuk suatu Tim Manajemen Krisis atau personel yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan pada berbagai tingkat krisis likiditas.
o Pengumuman tentang prosedur untuk berkomunikasi dengan KP- LKI dan atau otoritas.

100. Namun demikian, sejauh mana kecendrungan bahwa LKI mengandalkan bentuk-bentuk perjanjian kerjasama yang dikemukakan diatas, mereka perlu meyakini bahwa ada kemauan pihak counterparty mematuhi perjanjian tersebut.

6. Risiko Tingkat Penghasilan (Rate of Return Risk)

Risiko Tingkat Penghasilan.

Prinsip 6.1.
LKI hendaknya membentuk manajemen risiko yang komprehensif dan proses pelaporan untuk melakukan asesmen terhadap kemungkinan dampak faktor-faktor pasar yang berakibat pada tingkat penghasilan (rate of return) dari assets dibandingkan dengan tingkat penghasilan yang diharapkan oleh PRI.

Prinsip 6.2.
LKI hendaknya sudah mempunyai kerangka kerja yang sesuai untuk mengelola ‘displace commercial risk’ diman perlu.


6.1. Latar belakang.

101. Seksi ini menetapkan prinsip-prinsip berkaitan dengan risiko tingkat penghasilan (rate of return risk). Risiko tingkat penghasilan secara umum dikaitkan dengan eksposur neraca secara overall , dimana mismatch timbul diantara assets dan saldo-saldo dari penyedia dana-dana.

102. Mengingat tanggung jawab LKI adalah untuk mengelola ekspektasi dari PRI dan tanggung jawabnya kepada pemegang curent account , risiko tingkat penghasilan adalah suatu isu risiko strategik yang terbentuk sebagai bagian dari manajemen risiko neraca (balance sheet risk magement) bagi LKI.

6.2. Definisi dan profil risiko tingkat penghasilan.

103. LKI menghadapi risiko tingkat penghasilan dalam konteks eksposur neraca mereka secara overall . Suatu peningkatan pada ‘benchmark rate’ dapat mempengaruhi ekspektasi tingkat penghasilan yang lebih tinggi dari PRI. Risiko tingkat penghasilan (rate of return risk) berbeda dari risiko sukubunga (interest rate risk) , dimana LKI lebih concern terhadap hasil dari kegiatan investasi mereka pada akhir periode investasi. Hasil tersebut tidak dapat diprediksi secara pasti.

104. Suatu konsekwensi dari risiko tingkat penghasilan mungkin adalah ‘ displaced commercial risk’ . LKI dapat berada dalam tekanan pasar untuk membayar suatu penghasilan (return) melebihi tingkat yang dihasilkan oleh assets yang dibiayai oleh PRI jika penghasilan (return) dari assets itu ‘under performing’ dibandingkan tingkat (rate) yang diberikan oleh kompetitor. LKI mungkin dapat mengambil keputusan untuk melepaskan bagian hak dari saham Mudarib atas keuntungan LKI untuk memuaskan dan untuk mempertahankan penyedia dana mereka dan meminta mereka untuk tidak menarik dana-dana mereka. Displaced Commercial Risk terjadi karena tekanan kompetisi LKI untuk menarik dan mempertahankan investor (penyedia dana). Keputusan LKI untuk melepaskan hak nya sebagian atau seluruhnya dari saham mereka sebagai Mudarib terhadap profit untuk kepentingan PRI adalah suatu keputusan komersial, suatu dasar yang perlu dijelaskan dan tunduk terhadap kebijakan dan prosedur yang disetujui oleh Dekom LKI.

105. Suatu Profit Equalisation Reserve (PER) selanjutnya digunakan istilah Cadangan Pensetaraan Keuntungan (CPK) adalah jumlah yang patut atau pantas dikeluarkan / disisihkan oleh LKI dari gross income, sebelum dialokasikan kepada Mudarib sebagai pemegang saham, untuk mempertahankan suatu tingkat pengembalian investasi bagi PRI dan meningkatkan owner’s equity. Dasar untuk perghitungan jumlahnya agar cocok / pantas harus ditetapkan lebih dulu dan dilaksanakan sesuai kondisi perjanjian yang diterima oleh PRI dan setelah kaji ulang dan disetujui oleh Dekom LKI. Dalam yurisdiksi tertentu otoritas pengawasan (dhi pengawasan Bank atau LKI), menetapkan syarat-syarat untuk menjaga CPK (Cadangan Persetaraan Keuntungan) yang terbentuk .

106. Suatu CRI (Cadangan Risiko Investasi) adalah suatu jumlah yang sesuai atau pantas yang disisihkan oleh LKI diluar pendapatan pemegang rekening investasi, setelah dialokasikan kepada Mudarib sebagai pemegang saham dalam rangka melindungi dampak dari risiko kerugian investasi pada masa depan pada pemegang rekening investasi. Syarat dan kondisi dimana CRI dapat disisihkan dan penggunaannya harus setelah ada persetjuan Dekom LKI.

6.3. Pertimbangan Operasional

Prinsip 6.1.
LKI hendaknya membentuk manajemen risiko yang komprehensif dan proses pelaporan untuk melakukan asesmen terhadap kemungkinan dampak faktor-faktor pasar yang berakibat pada tingkat penghasilan (rate of return) dari assets dibandingkan dengan tingkat penghasilan yang diharapkan oleh PRI.

107. LKI hendaknya sudah mengambil langkah-langkah yang perlu untuk meyakini bahwa proses manajemen berkaitan dengan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko tingkat penghasilan (termasuk struktur yang cocok ). Mengingat risiko tingkat penghasilan (rate of return risk) berasal dari berbagai posisi neraca, LKI hendaknya sudah mempunyai staff yang kompeten untuk menangani analysis dari eksposur risiko yang timbul dari kegiatan konsolidasi neraca.

108. LKI hendaknya waspada terhadap faktor-faktor yang meningkatkan risiko tingkat penghasilan (rate of return risk). Bentuk utama dari rate of return risk yang dihadapi LKI terdiri dari peningkatan tingkat sukubunga tetap jangka panjang di pasar. Secara umum, tingkat pendapatan yang diperoleh dari assets mencerminkan benchmark dari periode sebelumnya dan tidak terkait secara langsung dengan perubahan dalam peningkatan benchmark rate.

109. LKI hendaknya melakukan asesmen terhadap akibat tingkat ketergantungan mereka pada pemilik dana current accounts . Walaupun pemegang current account tidak mengharapkan penghasilan, namun penarikan yang tiba-tiba terhadap dana-dana tersebut akan berdampak negatif pada potensi tingkat penghasilan (rate of return) secara overall bagi LKI.

Manajemen risiko tingkat penghasilan (rate of return risk management)

110. LKI hendaknya sudah mempunyai sistem yang sesuai untuk mengidentifikasi dan mengukur faktor-faktor yang meningkatkan risiko tingkat penghasilan (rate of return risk).

111. Dalam menghitung tingkat penghasilan (rate of return), LKI hendaknya menggunakan suatu metode gapping untuk mengalokasikan posisi kedalam ‘time band’ dengan sisa waktu jatuh tempo atau pada saat penentuan harga baru, yang mana yang lebih awal. Fixed rate atau floating rate assets LKI diklasifikasikan menurut tanggal piutang (receivables date ) karena hasil-hasil dari piutang ini mencerminkan kepemilikan langsung penyedia dana dan kepemilikan yang sesungguhnya dari assets. Cash flow nyata (aktual) dapat meng-indikasikan kesenjangan pada simulasi yang lebih maju (advance) atau pendekatan yang dinamis (dinamic approaches) dalam melakukan asesmen terhadap keberagaman cash flow dan net income kedepan . Taksiran berdasarkan pendekatan yang selektif dapat memberikan hasil kira-kira yang akseptabel dari berbagai pendapatan (earnings) periode yang akan datang, jadi, outputnya adalah tingkat penghasilan (yield) yang berbeda-beda atas ekspektasi penghasilan bagi PRI.

112. Pengukuran risiko rate of return menunjukkan pentingnya perencanaan cash flow bagi instrumen dan kontrak dimana LKI memerlukan simulasi dan asesmen terhadap perilaku maturity, asumsi yang mendasari dan parameternya, yang harus dikaji ulang secara periodik untuk meyakininya. Potensi ancaman yang material terhadap penghasilan kedepan dan tidak bermanfaatnya informasi yang dihasilkan harus dipertimbangkan dalam menentukan tipe dan perilaku LKI.

113. Dalam melakukan asesmen apakah suatu ancaman yang potensial akan cukup material nilainya , cendrung memberikan dampak yang segera terhadap suatu posisi neraca , LKI hendaknya meyakini bahwa mereka memahami karakteristik yang berbeda dari posisi neraca mereka dalam berbagai mata uang dan berbagai yurisdiksi dimana mereka beroperasi.

114. Dalam melakukan asesmen terhadap eksposur risiko tingkat penghasilan (rate of return risk) . LKI hendaknya memperhatikan noncontractual behavioral maturity (kebiassan pencairan yang tidak diatur dalam kontrak) dari transaksi-transaksi dalam konteks lingkup mereka beroperasi dan kondisi pasar yang berubah. Misalnya, pembayaran lebih awal yang dilakukan nasabah (dalam transaksi Murabahah atau Ijarah) di dalam berbagai negara, LKI dapat menerima penyelesaian secara penuh namun memberikan potongan (rebat) pada transaksi berikutnya, sementara di negara lain, LKI dapat memberikan potongan langsung sebagai kebijaksanaan tanpa merujuk pada kontrak.

115. LKI agar mengembangkan penggunaan teknik-teknik neraca (balance sheet techniques) untuk meminimalisasi eksposur mereka dengan menggunakan strategi sebagai berikut , diantaranya :
o Menentukan dan meragamkan rasio keuntungan yang akan datang sesuai dengan ekspektasi kondisi pasar.
o Mengembangkan instrument-instrument baru yang sesuai Syariah
o Melakukan sekuritisasi ‘tranches’ dari assets yang diperkenankan oleh Syariah

Displaced Commercial Risk Management

Prinsip 6.2.
LKI hendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja yang sesuai untuk mengelola Displaced Commercial Risk (DCR) , dimana memungkinkan.

116. LKI hendaknya sudah mempunyai suatu kebijakan dan kerangka kerja untuk mengelola ekspektasi dari pemegang saham dan PRI. Ketika tingkat penghasilan di pasar dari pesaing PRI lebih tinggi daripada yang diberikan oleh LKI kepada PRI mereka, LKI perlu melakukan evaluasi tentang sifat dan sejauh mana ekspektasi dari PRI mereka dan melakukan asesmen terhadap jumlah kesenjangan antara rate dari kompetitor dan rate mereka serta rate yang diharapkan oleh PRI mereka.

117. LKI perlu mengembangkan dan mempertahankan keputusan yang sudah diinformasikan tentang suatu tingkatan yang cocok untuk saldo CPK , hendaknya diingat bahwa fungsi penting nya adalah untuk menyediakan mitigasi pada Displaced Commercial Risk. Beberapa LKI mempertahankan saldo tertentu secara proporsional dengan PRI dalam equity PRI ,dengan tujuan melancarkan penghasilan PRI dan khususnya, untuk memperkuat tingkat penghasilan mereka jika hasilnya dibawah dari penghasilan kompetitor mereka. Hal ini berimplikasi bahwa selama bertahun-tahun saldo dari cadangan ini akan meningkat, dan sebaliknya yang lainnya akan habis.

7. Risiko Operasional.

Prinsip 7.1.
LKI hendaknya telah mempunyai sistem dan pengendalian, termasuk pembentukan Dewan Syariah (advisor), untuk meyakini kesesuaian dengan prinsip prinsip dan hukum-hukum syariah .

Prinsip 7.2.
LKI hendaknya sudah mempunyai mekanisme yang sesuai untuk mengamankan kepentingan semua penyedia dana . Jika dana milik PRI bercampur dengan dana LKI sendiri, LKI hendaknya meyakini bahwa basis untuk assets, pendapatan (revenue) , biaya dan alokasi keuntungan (profit) ditetapkan dan dilaksanakan dan dilaporkan sedemikian rupa, konsisten dengan tanggung jawab yang dipercayakan kepada LKI.

7.1. Latar belakang.

118. Seksi ini menetapkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan sistem dan pengendalian yang sesuai dan diarahkan bagi risiko operasional pada LKI.
LKI menghadapi risiko yang berasal dari kegagalan pengendalian intern mereka , termasuk proses, orang dan sistem. Pengendalian hendaknya memberikan keyakinan yang reasonable terhadap operasi LKI yang sehat (soundness) dan laporan-laporan yang dapat dipercaya.

7.2. Definisi dan profil risiko operasional.

119. LKI hendaknya memperhitungkan semua risiko operasional yang material yang berdampak pada operasi mereka, termasuk risiko kerugian yang disebabkan ketidak cukupan atau kegagalan proses internal , orang dan sistem atau kejadian-kejadian dari luar. LKI dapat pula menggabungkan sebab-sebab kerugian yang berasal dari ketidak patuhan terhadap Syariah serta kegagalan dalam mengemban tanggung jawab atas kepercayaan (fiduciary responsibilities).

120. LKI menghadapi risiko berkaitan dengan ketidak patuhan terhadap Syariah dan risiko yang dikaitkan dengan tanggung jawab atas kepercayaan (fiduciary responsibilities) yang diberikan oleh penyedia dana yang berbeda-beda. Risiko ini dihadapi oleh LKI atas penarikan dana oleh funds providers, kehilangan pendapatan (loss of income) , kekosongan kontrak yang mengarah pada penurunan reputasi atau pembatasan terhadap kesempatan bisnis.

121. Risiko ketidak patuhan terhadap Syariah (Syariah non compliant risk) adalah risiko yang timbul dari kegagalan LKI dalam mematuhi hukum-hukum dan prinsip-prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah dari LKI atau badan yang relevan dalam yurisdiksi dimana LKI beroperasi.

122. Kepatuhan terhadap Syariah adalah penting (critical) bagi operasi LKI dan persyaratan kepatuhan harus meresap pada keseluruhan organisasi , produk-produk dan aktivitas mereka. Ketika mayoritas penyedia dana menggunakan layanan bank menganggap kepatuhan terhadap syariah adalah suatu prinsip yang tidak bisa ditawar, maka persepsi terhadap kepatuhan terhadap hukum-hukum dan prinsip-prinsip Syariah adalah sangat menentukan keberlangsungan bisnis dengan mereka. Dalam hubungan ini kepatuhan terhadap Syariah dikategorikan sebagai prioritas tinggi dalam hubungannya dengan risiko lainnya yang diidentifikasi. Jika LKI tidak mematuhi hukum dan prinsip Syariah, transaksi mereka harus dibatalkan dan penghasilan yang berasal dari transaksi tersebut dipertimbangkan sebagai tidak sah (illegitimate).

123. Risiko kepercayaan (Fiduciary Risk) adalah risiko yang timbul dari kegagalan LKI untuk melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya sesuai dengan standar yang aplikabel baik yang eksplisit maupun yang implisit .Sebagai akibat suatu kerugian dalam investasi, LKI dapat menjadi insolvent karena LKI tidak dapat : (a) memenuhi permintaan pemegang current account untuk membayar kembali dana-dana mereka, dan ,(b) mengamankan kepentingan pemegang rekening investasi. LKI bisa gagal untuk bertindak hati-hati ketika mengelola investasi-investasi yang menghasilkan risiko terhadap kemungkinan tidak menghasilkan profit bagi PRI..

7.2. Pertimbangan operasional.

124. LKI hendaknya sudah mempunyai suatu kerangka kerja yang sehat (sound) dan komprehensif untuk mengembangkan dan mengimplementasikan suatu lingkup pengendalian yang prudent (hati-hati) untuk mengelola risiko operasional yang timbul dari berbagai aktivitas mereka.

125. Kerangka kerja diatas agar diimplementasikan secara konsisten pada seluruh organisasi LKI dan dipahami oleh seluruh staf yang relevan.

126. LKI hendaknya melakukan kaji ulang secara periodik untuk mendeteksi dan meluruskan kekurangan-kekurangan dalam operasional. Kaji ulang dan evaluasi terhadap pengendalian intern hendaknya meliputi ruang lingkup independen audit, dan asesmen oleh internal dan/atau eksternal auditors.

Risiko ketidak patuhan terhadap Syariah (Syariah non compliant risk)

Prinsip 7.1.
LKI hendaknya sudah mempunyai sistem dan pengendalian yang cukup , termasuk Dewan/Penasihat Syariah, untuk meyakini kepatuhan terhadap hukum dan prinsip-prinsip Syariah

127. LKI hendaknya meyakini bahwa mereka setiap saat mematuhi hukum dan prinsip-prinsip Syariah sebagaimana ditetapkan oleh badan yang rekevan dalam yurisdiksi dimana LKI beroperasi, menyangkut produk-produk dan aktivitas mereka. Artinya pertimbangan kepatuhan terhadap Syariah diperhatikan ketika mereka menerima deposits dan dana-dana investasi, menyediakan pembiayaan dan melaksanakan pelayanan investasi kepada nasabah-nasabah mereka.

128. LKI hendaknya meyakini bahwa dokumentasi atas kontrak-kontrak (akad) sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip Syariah, dengan memperhatikan formasi (formation) , pemutusan (termination) dan elemen-elemen yang mungkin dapat menciderai kontrak performance seperti fraud , tidak dilaporkan (misrepresentation) , pemaksaan, dan lain-lain terkait dengan hak dan kewajiban.

129. LKI hendaknya melaksanakan kaji ulang terhadap kepatuhan terhadap Syariah (Syariah compliant ) sekurang-kurangnya setahun sekali, dilakukan baik oleh suatu Departemen Pengendalian Syariah yang terpisah atau sebagai bagian dari fungsi internal atau eksternal audit yang ada dengan orang-orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan tujuan tersebut. Tujuannya adalah untuk meyakini bahwa :
(a) sifat pembiayaan LKI dan investasi equity, dan
(b) operasi mereka ,
dilaksanakan dengan penekanan kepada hukum dan prinsip-prinsip Syariah yang applikabel sebagaimana fatwa , kebijakan dan prosedur yang disetujui oleh Dewan Syariah LKI.

130. LKI hendaknya menjaga ‘jejak’(track) dari pendapatan yang tidak dikenal (income not recognised) yang timbul dari ketidak patuhan terhadap syariah (Syariah non compliant) dan asesmen terhadap kemungkinan kasus serupa terjadi lagi di waktu yang akan datang. Berdasarkan tinjauan sejarah yang lalu dan area potensial dari ketidak patuhan terhadap Syariah, LKI dapat melakukan asesmen terhadap profit yang tidak dikenal sebagai profit LKI yang sah.

Risiko Kepercayaan (Fiduciary risk)

Prinsip 7.2.
LKI hendaknya sudah mempunyai mekanisme yang sesuai untuk mengamankan kepentingan semua penyedia dana . Jika dana milik pemegang rekening investasi bercampur dengan dana LKI sendiri, LKI hendaknya meyakini bahwa basis untuk assets, pendapatan (revenue) , biaya dan alokasi keuntungan (profit) ditetapkan dan dilaksanakan dan dilaporkan sedemikian rupa, konsisten dengan tanggung jawab yang dipercayakan kepada LKI.

131. LKI hendaknya menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan yang jelas dan formal untuk mengatasi perbedaan dan potensi konflik peran mereka sehubungan dengan pengelolaan tipe rekening-rekening investasi yang berbeda. Kebijakan yang terkait dengan pengamanan kepentingan PRI, dapat mencakup hal-hal sebagai berikut :

o Identifikasi kegiatan investasi yang memberikan kontribusi bagi penghasilan investasi , dan mengambil langkah-langkah untuk melakukan kegiatan ini sejalan dengan kepercayaan dan tugas yang diberikan kepada LKI untuk memperlakukan penyedia dana mereka secara adil (appropriately) dan sesuai dengan syarat dan kondisi (terms and conditions) perjanjian investasi mereka.
o Alokasi assets dan keuntungan (profit) antara LKI dan PRI hendaknya dikelola dan dilaksanakan sebagaimana mestinya terhadap PRI yang telah menginvestasikan dananya dalam periode investasi yang berbeda (nasabah lama).
o Menetapkan cadangan yang sesuai pada levels yang tidak bertentangan dengan hak bagi PRI yang telah ada untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
o Membatasi pergeseran risiko antar current accounts dan rekening-rekening investasi.

132. LKI hendaknya melaksanakan azas keterbukaan informasi yang cukup pada waktu yang tepat kepada pemegang rekening investasi mereka dan kepada pasar untuk menyajikan suatu dasar yang dapat dipercaya (reliable) dalam melaksanakan asesmen terhadap profil risiko dan performance investasi.

Rekening-rekening investasi terbatas.(restricted investment accounts)

133. LKI hendaknya menjaga rekening-rekening secara terpisah dalam hubungannya dengan penanganan operasi-operasi bagi rekening investasi terbatas dan meyakini pemeliharaan pencatatan atas semua transaksi dalam investasi.

134. Untuk mengatasi penurunan penghasilan pada waktu mendatang dalam tingkat penghasilan bagi PRI dalam hal terjadi kasus kerugian, LKI dapat membentuk cadangan terpisah menurut klas rekening atau menurut risikonya. Metode dalam menetapkan dan penggunaan cadangan hendaknya didokumentasikan , termasuk dasar dalam menetapkan pengeluaran dan pemasukan cadangan , maksimum yang diizinkan untuk cadangan khusus serta penggunaan dan persyaratan bagi cadangan-cadangan khusus tersebut.

135. Dalam hal LKI meningkatkan dana untuk tujuan investasi khusus tertentu, LKI hendaknya meyakini bahwa PRI memenuhi persyaratan tertentu yang konsisten dengan skala , jangka waktu, tingkat risiko dari peluang investasi. Persyaratan kelayakan dapat mencakup suatu tingkat investasi tertentu.

136. LKI hendaknya sudah mempunyai prosedur dan pengendalian yang sesuai untuk meyakini kecukupan kualitas informasi yang diberikan dalam rangka investasi dan bahwa hukum/peraturan yang relevan dan persyaratan-persyaratan dipenuhi seluruhnya, khususnya jika memasarkan suatu investasi kepada investor-investor yang potensial.

137. Dalam hal , jika LKI membentuk suatu anak perusahaan ( subsidiary) yang secara penuh terpisah atau suatu SPV (special purpose vehicle) sebagai suatu sarana untuk melaksanakan suatu investasi spesifik tertentu, atau pembiayaan Musyarakah tertentu, LKI hendaknya meyakini bahwa risiko-risiko yang timbul pada anak perusahaan dan / atau SPV tersebut dipantau dan dilaporkan pada tingkat grup (manajemen risiko berdasarkan konsolidasi). Suatu kerugian investasi yang timbul dari anak perusahaan atau SPV dapat meningkatkan risiko reputasi bagi LKI.

Jakarta, 28 September 2009.
----- ------ 000----------