28.12.08

Fungsi Treasury pada Bank Umum

Oleh : Z. D u n i l
Treasury merupakan salah satu kegiatan inti dalam bank yang berfungsi dan bertanggung jawab untuk mengelola :
Risiko Likiditas
Risiko Suku Bunga
Risiko Nilai Tukar
Risiko kredit dalam penempatan dana selain pada kredit, dalam pembelian surat berharga dan investasi.
Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) yang terkait dengan treasury.
Risiko Operasional yang terkait dengan fungsi dan tugas dari Treasur
A. A k t i v i t a s T r e a s u r y
Dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut diatas , kegiatan Treasury bank akan meliputi hal-hal sebagai berikut :
v Manajemen Assets and Liabilites (Assets and Liabilities Management atau ALM), mencakup :
§ Mengatur Likiditas Bank secara keseluruhan , baik rupiah maupun valuta asing , termasuk pengaturan posisi GWM dan Posisi Devisa Netto ,
§ Mengelola Primary & Secondary Reserve
§ Mencari dan menempatkan dana baik Rupiah maupun valuta asing dalam usaha memelihara likiditas bank
v Melakukan transaksi Trading (Surat berharga , Valuta Asing , Derivatif) baik di Pasar Uang , maupun di Pasar modal atau secara OTC (over the counter).
v Melakukan hedging dalam rangka pengamanan posisi bank atau nasabah sesuai kebutuhan
v Menerbitkan dan mengembangkan produk-produk treasury dalam rangka maksimalisasi profit terkait peran Treasury sebagai profit center sekaligus untuk pengelolaan likiditas
Fungsi Treasury dilakukan oleh Kantor Pusat bank. Karena itu kegiatan treasury dilakukan untuk bank secara keseluruhan , sehingga ciri transaksi yang dilakukan oleh Treasury pada umumnya adalah :
§ Transaksi dalam jumlah besar (bulk , whole sale)
§ Pengambilan keputusan dalam transaksi lazimnya dalam waktu singkat karena melalui sarana komunikasi yang pada umumnya elektronik bahkan sebagiannya bersifat on line terutama dalam pencarian dan penempatan dana.
§ Transaksi tidak dilakukan face to face , jaraknya pun bisa antar benua. Sarana komunikasi dapat terdiri dari RMDS (Reuter Monitor Dealing System ) , Telepon dan FAX .
§ Risiko terjadinya kerugian sangat tinggi, sesuai nilai / volume transaksi yang besar dan sarana yang digunakan. Kesalahan dalam menerjemahkan informasi pasar, situasi /trend ekonomi menyebabkan kesalahan dalam analisis dan dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi bank
§ Transaksi banyak mengandalkan kepiawaian Trader , Dealer dan tim treasury lainnya. Tidak ada proposal , appraisal , dari external. Tidak ada collateral dalam transaksi. Namun dalam manajemen risiko treasury, diatur limit , baik limit atas volume transaksi , limit dealer/trader , limit counterparty , dan limit akseptabel risk yang diperkenankan. Diatur sistem dan prosedur dengan pengendalian intern (internal control) yang cukup (adequate). Pelaksanaan internal control dikaji ulang secara berkala guna memastikan bahwa dalam pelaksanaannya masih efektif mencegah kesalahan , penyimpangan dan kemungkinan fraud. Pemantauan dan pengendalian (control) atas transaksi serta pelaporan yang tepat waktu adalah salah satu kegiatan yang terus menerus dilakukan dalam operasional treasury.
§ Menggunakan High Technology. Penggunaan technology ini dapat menjadi pisau bermata dua , mempercepat/mempermudah dalam melaksanakan transaksi namun apabila tidak dilengkapi dengan security system yang andal atau tidak disiplin dalam pengoperasian akan dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi bank (operational risk/fraud risk).
B. O r g a n i s a s i :
Fungsi Treasury dalam bank lazimnya dikelola dalam suatu Department yang disebut sebagai “Treasury Department” atau dengan nama lain yang menggambarkan suatu unit kerja pengelola treasury yang bertanggung jawab kepada Direksi Bank
Untuk menunjang fungsi dan tugas treasury , organisasi departemen ini membawahi beberapa satuan kerja. Lazimnya terdapat satuan- satuan kerja sebagai berikut :
* Risk Taking Unit
Pada sebagian besar bank, kegiatan risk taking unit ini dilakukan oleh suatu ‘Dealing Room’ yang merupakan satuan kerja yang sehari-hari bertugas , mencari dana , menempatkan dana , memperdagangkan surat-surat berharga (baik jual beli secara outright maupun secara repo (repurchase) , baik di pasar perdana mapun dipasar sekunder dalam rupiah maupun valuta asing. Demikian juga kegiatan penempatan dana jangka panjang dalam surat berharga (antara lain obligasi) yang digolongkan sebagai kegiatan investasi dilakukan oleh satuan kerja ini setelah melalui analisis dan perhitungan risiko oleh Middle Office.
Bank dapat pula membentuk seksi/unit tersendiri (namun masih sebagai bagian dari Risk Taking Unit ) yang khusus mengelola perdagangan surat-surat berharga, sehingga ‘Dealing Room’ lebih focus hanya dalam mencari dan menempatkan dana.
* Middle Office
Merupakan satuan kerja yang sehari-hari melakukan fungsi manajemen risiko dalam bidang treasury. Yaitu identifikasi , mengukur , memantau dan mengendalikan risiko terutama risiko likiditas , risiko suku bunga , risiko nilai tukar serta risiko lainnya yang terkait dengan semua kegiatan dan transaksi yang dilakukan oleh Treasury Department.
Satuan kerja ini memberikan batasan-batasan (limit) dalam pengambilan risiko, antara lain menyangkut hal-hal sebagai berikut :
v Limit transaksi ( Transaction / product limit )
v Pembatasan mata uang ( Currency limit)
v Pembatasan volume transaski (Turn over limit)
v Pembatasan Posisi Terbuka ( Open Account limit)
v Pembatasan kerugian ( Cut Loss limit)
v Pembatasan intra hari ( Intra day limit)
v Limit nasabah dan counter party (Individual & counter party limit)
v Limit Pihak Terafiliasi (Connected Parties limit)
v Pembatasan Industri , Sektor Ekonomi , Wilayah (Industry , economic sector and geography limit)
Penetapan limit bagi counterparty , volume transaksi , jenis kegiatan dan lainnya adalah guna membatasi kemungkinan kerugian yang dapat terjadi pada bank. Demikian pula kewenangan dalam bertransaksi , limit kewenangan dari dealer , trader , serta cheaf dealer/trader dalam transaksi dibatasi oleh Direksi Bank berdasarkan rekomendasi dari Satuan Kerja ini.
* Settlement Unit . Sering disebut juga sebagai settlement desk / settlement office , merupakan satuan kerja yang menyelesaikan administrasi , rekonsiliasi , memonitor transaksi , menyusun pelaporan semua transaksi yang dilakukan oleh Risk Taking Unit.
Disamping organisasi pelaksana sebagaimana tersebut diatas , Treasury diarahkan dan dibantu dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya oleh :
* Assets and Liability Committee (ALCO) , yang merupakan suatu komite yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan Assets and Liability Management (ALMA).
Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai Alma dan ALCO antara lain sebagai berikut :
ALMA :
Bank harus menyusun dan mendokumentasikan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit yang mempengaruhi kinerja ALMA Bank. Kebijakan ALMA harus menggambarkan secara jelas mengenai tanggung jawabdan kewenangan dalam :
a) identifikasi risiko suku bunga yang berasal dari transaksi dan produk Bank.
b) Menetapkan sistem pengukuran risiko suku bunga
c) Formulasi dan eksekusi strategi pengelolaan eksposur risiko suku bunga.
d) Otorisasi dan mekanisme pengecualian kebijakan.
ALCO :
1. Cakupan Kebijakan ALCO meliputi :
a. Uraian tentang tanggung jawab , frekuensi ALCO meetings , dan keanggotaan ALCO
b. Uraian tentang jalur pelaporan antara ALCO dan Direksi
c. Uraian tentang strategi penanaman dana
d. Strategi hedging
e. Strategi pendanaan
f. Strategi penetapan harga
g. Pengelolaan risiko suku bunga, yaitu :
(1) Penetapan limit terhadap eksposure tertentu
(2) Pengukuran risiko dengan mengunakan Gap Analysis , Duration Analysis , atau Simulation Models.
2. Tanggung Jawab ALCO antara lain mencakup :
a. Pengembangan, kaji ulang dan modifikasi strategi ALMA
b. Evaluasi posisi risiko suku bunga bank dan strategi ALMA guna memastikan bahwa hasil risk taking position bank telah konsisten dengan tujuan pengelolaan risiko suku bunga.
c. Kaji ulang penetapan harga (pricing) aktiva dan pasiva untuk memastikan bahwa pricing tersebut dapat mengoptimalkan hasil penanaman dana , meminimalkan biaya dana dan memelihara struktur neraca bank, sesuai dengan strategi ALMA bank.
d. Kaji ulang deviasi antara hasil actual dengan proyeksi anggaran dan rencana bisnis bank, dan
e. Penyampaian informasi lepada direksi mengenai setiap perkembangan ketentuan dan peraturan terkait yang mempengaruhi strategi dan kebijakan ALMA
* Risk Management Committee , khususnya yang mengatur kebijakan , strategi dan prosedur dalam melaksanaan asesmen risiko yang terkait dengan bidang tugas Treasury.
Komite-komite tersebut diatas merupakan suatu badan dalam bank yang berfungsi melakukan evaluasi , analisa , menetapkan kebijakan baru yang sesuai perkembangan yang perlu dilakukan bank dalam kaitannya dengan strategi bisnis bank dalam rangka pengelolaan risiko baik menyangkut risiko kredit , risiko pasar dan risiko operasional. Satuan kerja yang dominan dalam komite-komite tersebut pada umumnya adalah satuan kerja yang terkait dengan aktivitas perkreditan serta satuan kerja yang terkait dengan aktivitas treasury. Selain itu komite juga harus didukung oleh data akurat dan data mutakhir yang relevan , biasanya di-supply oleh Accounting Departement. Komite- komite tersebut lazimnya dipimpin oleh Direksi bank yang terlibat langsung dalam penanganan manajemen risiko dalam kegiatan perkreditan atau kegiatan treasury.
C. Lingkungan Operasional Treasury
(Treasury Operation Environment )
Keberhasilan pengelolaan risiko likiditas suatu bank ditentukan oleh banyak faktor , diantaranya hal-hal sebagai berikut :
I. Intrumen Likiditas.
Primary & Secondary Reserves
Prinsip yang pertama dari bank adalah, bank harus selalu dalam kondisi likuid, artinya bank tersebut harus senantiasa mampu membayar semua kewajibannya. Untuk menjaga kondisi demikian terus menerus, maka bank harus memelihara cash yang cukup sehingga kapanpun penarikan dilakukan nasabah, uang selalu tersedia. Cash ini selalu ada, baik dalam bentuk cash yang ada di bank yang bersangkutan (termasuk seluruh cabang) serta Giro yang ada di Bank Indonesia yang sifat likuidnya sama dengan cash.
Giro bank umum di Bank Indonesia saldo minimalnya diatur oleh BI dengan istilah GWM (Giro Wajib Minimum). Kedua bentuk dana cash tersebut dikenal pada Bank Umum sebagai Primary Reserve (PR) yang berfungsi sebagai penyangga operasional bank sehari-hari.
Disamping Primary Reserve tersebut di atas yang diatur seefisien mungkin (diusahakan tanpa mengorbankan likuiditas), masih diperlukan cadangan penyangga yang dapat dicash-kan sewaktu-waktu apabila PR yang ada tidak mencukupi.
Cadangan ini disebut sebagai Secondary Reserve (SR) yang fungsinya adalah :
- Sebagai dana cadangan yang sengaja dibentuk untuk cadangan sekunder dalam rangka prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk membayar apabila ada penarikan dari pemilik dana yang cukup besar (Deposit break).
- Untuk menjembatani dua hal yang kontradiktif yakni antara profitabilitas dan likuiditas.
- Sebagai penempatan sementara dana yang sudah direncanakan untuk kredit tetapi belum ditarik oleh debitur.
Faktor yang menentukan besar kecilnya SR ini adalah sifat dana masyarakat (dana yang bersifat volatile memerlukan SR yang lebih besar) serta pola penarikan kredit dari nasabah debitur terutama debitur-debitur besar. Prinsipnya, dalam pengelolaan SR ini adalah maksimalisasi penempatan dana dalam arti setiap saat harus menghasilkan, dana tidak boleh menganggur walaupun hanya semalam.
Sebab itu sifat penanaman untuk SR haruslah :
- Hight Quality.
- Marketable.
- Short term maturity.
Sesuai sifat tersebut diatas, maka penempatan yang sesuai sebagai SR adalah SBI , Call Money, Deposit on Call, kemudian baru dipilih bentuk penempatan lainnya yang tingkatan liquid-nya agak lebih rendah dibandingkan kelompok pertama seperti SBPU,CD bank lain , Obligasi dan SUN (Surat Perbendaharaan Negara/SPN dan Obligasi Negara/ON). SPN dan ON dapat pula di- cash kan sewaktu-waktu melalui penjualan , baik penjualan secara outright maupun secara Repo di pasar sekunder.
SBI , SPN dan ON termasuk dalam kategori surat berharga yang digolongkan oleh BI sebagai ‘kolateral berkualitas tinggi’ sehingga dapat dijadikan jaminan dalam hal bank umum memerlukan pinjaman (Likiditas Intra Hari atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek/FPJP) dari bank Indonesia.
Bentuk dan volume penempatan terhadap aktiva lainnya khususnya menyangkut aktiva yang termasuk dalam SR tidaklah dapat dilepaskan dari latar belakang kondisi bank pada saat penempatan, seberapa liquid penempatan yang diperlukan, dan juga ditentukan oleh situasi ekonomi yang mempengaruhi kebijakan penempatan dana bank. Umpamanya pada saat ekonomi sedang booming bank mempunyai kecendrungan melakukan penempatan pada bidang perkreditan (LDR bank akan tinggi) dan pada kondisi ekonomi sedang lesu atau pertumbuhan rendah maka bank cendrung melakukan penempatan pada non kredit terutama pada instrument yang aman dari risiko kredit seperti SBI , SPN ,ON.
Dalam kondisi demikian maka LDR bank akan rendah dan KPMM/CAR dari bank akan meningkat.
II. Karakteristik sistem financial
Karakteristik sistem financial tidak sama diantara Negara , termasuk pengaturan setempat oleh Otoritas Pengawasan Bank (Banking Supervisor) . Hal ini sangat menentukan hal-hal apa yang dapat dilakukan/diperbuat oleh suatu bank dan apa yang tidak mungkin dilakukan dalam pengaturan likiditas bank. Fasilitas-fasilitas sebagai berikut merupakan sarana bagi suatu bank dalam mengelola likiditas :
1. Adanya Pasar Uang Antar Bank(PUAB). .
Pasar uang antar bank merupakan tempat pinjam meminjam dana dalam jangka pendek diantara sesama bank dalam rangka memenuhi kekurangan likiditas atau menempatkan dana sementara karena kelebihan likiditas.
2. Adanya pasar perdana dan pasar sekunder surat-surat berharga (securities).
§ Adanya pasar perdana dalam penjualan Sertifikat Bank Indonesia (yang merupakan surat berharga jangka pendek ) dan Pasar Perdana SPN (Surat Perbendaharaan Negara ), juga jangka pendek , serta Obligasi Negara merupakan kesempatan bagi bank untuk menempatkan kelebihan dananya terutama yang belum tersalur ke perkreditan , dalam surat berharga (baik jangka pendek berupa SBI dan SPN , maupun jangka panjang berupa Obligasi Negara). Surat-surat berharga tersebut tergolong sebagai ‘free risk deposit’ bagi bank. Sehingga bank dalam melakukan penempatan pada surat-surat berharga dimaksud tidak perlu memperhitungkan ‘credit risk’ , karena surat-surat berharga tersebut terjamin pengembaliannya. Dalam perhitungan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum ) , asset tersebut diberi bobot risiko 0 %, artinya penempatan dalam asset tersebut tidak memerlukan capital penyangga . Disamping itu, ini yang paling penting , surat-surat berharga tersebut dapat di-uangkan apabila diperlukan likiditas secara mendadak, yaitu melalui penjualan Repo, untuk memperoleh pinjaman darurat yang bersifat jangka pendek kepada BI seperti Likiditas Intra Hari atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Atau dapat pula dijadikan jaminan (pledge) kepada bank lain atau dijual repo maupun dijual secara outright dipasar sekunder.
§ Over The Counter Market (OTC), adalah pasar perdagangan surat berharga yang dilakukan langsung dilantai bursa tanpa melalui jaringan telepon dan komputer yang memungkinkan komunikasi sesama dealers. Surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kualifikasi untuk diperdagangkan di bursa saham yang lebih besar.
3. Tersedianya sarana untuk perdagangan surat berharga secara on line yang diselenggarakan oleh Bank Idonesia seperti BI-SSSS dan BI-RTGS.
§ BI-SSSS (Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System) ,adalah sarana transaksi dengan bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik antara Peserta, Penyelenggara, dan System Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
§ BI –RTGS (Bank IndonesiaReal Time Gross Settlement) adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi secara individual. Peserta sistem BI-RTGS adalah Bank Indonesia, Bank, pihak lain selain Bank yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia. Pihak selain Bank adalah Instansi Pemerintah, Lembaga Keuangan Internasional, dan lembaga lain yang menurut pertimbangan Bank Indonesia dapat memiliki rekening giro di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
§ OPT (Operasi Pasar Terbuka), dikenal juga sebagai OMO (Open Market Operation) adalah kegiatan transaksi dipasar uang yang dilakukan Bank Indonesia dengan Bank lain dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. Operasi Pasar Terbuka dapat pula dilakukan Bank Indonesia secara Syariah (OPT Syariah/OPTS)
Tujuan OPT/OPTS adalah untuk mencapai target operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia. Target operasional kebijakan moneter tersebut dapat berupa target kuantitas uang primer atau komponennya, atau target suku bunga pasar jangka pendek.
Pencapaian target operasional kebijakan moneter dilakukan dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan melalui Kontraksi Moneter atau Ekspansi Moneter.
Kontraksi Moneter adalah pengurangan likuiditas perbankan melalui OPT/OPTS, sedangkan Ekspansi Moneter adalah penambahan likuiditas perbankan melaui OPT/OPTS.
OPTS itu sendiri merupakan salah satu kegiatan Bank Indonesia dalam Operasi Moneter Syariah (OMS). OMS dilakukan dengan dua cara, yaitu OPTS dan Standing Fasilities Syariah . Standing Fasilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
OPT/OPTS dilakukan melalui kegiatan :
1. Penerbitan SBI(Sertifikat Bank Indonesia) / SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah)
2. Jual beli surat berharga dalam rupiah yang meliputi, SBI/SBIS, Surat Utang Negara, dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, Penyediaan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI);
3. Jual beli valuta asing terhadap rupiah
4. Adanya instrument moneter dan sarana lainnya untuk perdagangan surat berharga yang diatur oleh Bank Indonesia, yang menjadi sarana bagi bank dalam melakukan transaksi surat-surat berharga guna pengaturan likiditasnya.
Instrument- instrument dimaksud adalah:
§ SBI (Sertifikat Bank Indonesia), adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang di terbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek.
SBI memiliki karaktersistik sebagai berikut :
a. Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta).
b. Berjangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas bulan) yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
c. Penerbitan dan perdagangan dilakukan dengan sistem diskonto.
d. Diterbitkan tanpa warkat (Scripless).
Artinya SBI diterbitkan tanpa adanya fisik SBI itu sendiri dan bukti kepemilikan bagi pemegang hanya berupa pencatatan elektronis
e. Dapat dipindah-tangankan (negotiable).
Perhitungan diskonto dalam perdagangan SBI dengan Bank Indonesia dilakukan atas dasar rumus diskonto murni (true discount) sebagai berikut :
Nilai diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai.
NT = NN x 360 / {360 + (TD x JW) }
NT = Nilai Tunai
NN = Nilai Nominal
TD = Tingkat Diskonto
JW = Jangka Waktu
§ SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah) d/h SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indoesia) adalah surat berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut :
a) Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
b) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (duabelas ) bulan
c) Diterbitkan tanpa warkat
d) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, dan
e) Tidak dapat diperdagangkan di padsar sekunder.
f) Bank Indonesia menetapkan imbalan terhadap SBIS dan dibayar pada jatuh waktu.
g) Penerbitan SBIS melalui mekanisme lelang.
§ FASBI. (Fasilitas Bank Indonesia), adalah fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Karakteristik dari FASBI adalah :
1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 hari terhitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai tanggal jatuh tempo.
2. Nilai Diskonto dan Nilai Tunai transaksi dihitung berdasarkan nilai diskonto murni (true discount) sebagai berikut :
Nilai Diskonto = Nilai Nominal - Nilai Tunai
NT = NN x 360 / {360 + ( TD x JW)}
Bank Indonesia tidak menerbitkan warkat (Bukti Kepemilikan) dalam FASBI melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan pada rekening giro berupa confirmation advice pada sistem BI–RTGS sebagai bukti transaksi yang bersangkutan.
FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat di agunkan dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.
5. Adanya bantuan dari Bank Indonesia bagi bank yang kesulitan likiditas berupa :
§ Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) , yaitu suatu fasilitas yang dapat diberikan Bank Indonesia kepada bank umum yang hanya digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. Bank Indonseia menetapkan syarat untuk memperoleh FPJP sebagai berikut :
1. Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (mismatch) , dapat memperoleh FPJP maksimum sebesar perkiraan saldo Giro Negatif Bank yang dihitung sendiri oleh bank (Self Assessment).
2. FPJP wajib dijamin dengan agunan milik bank berupa SBI dan atau Obligasi Pemerintah/ dan atau surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang nilainya sekurang-kurangnya sebesar FPJP.
3. Surat berharga lain selain SBI dan Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 2 ditetapkan oleh Bank Indonesia. FPJP diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight)
4. Bank dapat menggunakan FPJP sebanyak-banyaknya selama 90 hari berturut-turut.
§ Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
Adalah fasilitas pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank Syariah yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek.
Kesulitan pendanaan jangka pendek adalah keadaan yang dialami Bank Syariah yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). Ketentuan mengenai FPJPS antara lain sebagai berikut :
1. Memenuhi persyaratan tingkat kesehatan 3 bulan terakhir sekurang-kuranmgnya Cukup Sehat (CS) untuk predikat tingkat kesehatan secara keseluruhan dan Sehat (S) untuk peringkat tingkat kesehatan permodalan
2. Dijamin dengan agunan milik bank yang bersangkutan yang berkualitas tinggi (dapat berupa SWBI atau surat berharga lainnya)
3. FPJPS dapat diberikan maksimum sebesar kewajiban yang tidak dapat diselesaikan
4. FPJPS yang diterima bank menggunakan prinsip Mudharabah
§ Fasilitas Likiditas Intra Hari. 
    Yaitu penyediaan dana dari Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan Bank sebagai peserta BI RTGS dan pererta SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan penggunaan. FLI dalam rangka RTGS disebut FLI-RTGS, adalah FLI untuk mengatasikesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional sistem BI-RTGS. FLI dalam rangka Kliring disebut sebagai FLI Kliring adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet . Apabila fasilitas ini tidak bisa ditutup pada sore hari maka fasilitas akan dijadikan FPJP dan Bank yang bersangkutan harus segera memenuhi kewajiban sebagaimana persyaratan FPJP. FLI untuk Bank Syariah disebut FLIS (Fasilitas Likuiditas Intra hari bagi Bank Syariah).
§ FFasilitas Pembiayaan Darurat (FPD).
    Fasilitas ini diberikan Bank Indonesia kepada Bank Bermasalah karena kesulitan Likuiditas, tetapi yang memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan Bank Indonesia, serta berdampak sistemik yang pemberiannya didasarkan kepada keputusan rapat Menteri keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dan pendanaannya menjadi beban pemerintah. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling sedikit 5 %.Dan dijamin dengan agunan
III. R e g u l a si (Ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia)
Ketentuan-ketentuan yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap operasional treasury/pengaturan Likiditas bank antara lain sebagai berikut :
1. Giro Wajib Minimum (GWM)
Adalah simpanan wajib yang harus dipelihara oleh Bank Umum di Bank Indonesia untuk menampung penarikan bank baik tunai maupun melalui kliring atas beban bank yang bersangkutan. Saldo rekening giro bank minimal yang wajib di jaga di BI adalah 5% dari dana pihak ketiga (DPK) baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing.(catatan : Persentase GWM dan patokan lainnya dapat berubah, disesuaikan dengan kondisi ekonomi/antisipasi Bank Indonesia terhadap kemungkinan terjadinya situasi yang kurang menguntungkan dan sebagainya). Misalnya, melalui PBI No.6/15/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang “Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah dan Valuta Asing“, ditetapkan ketentuan baru tentang GWM yang ringkasnya sebagai berikut :
Ketentuan Umum :
1. Bank wajib memelihara GWM dalam Rupiah
2. Bank Devisa selain wajib memelihara GWM dalam Rupiah, juga wajib memelihara GWM dalam valuta asing.
3. GWM dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5% dari DPK dalam Rupiah.
4. Selain memenuhi ketentuan butir 3 diatas, bagi :
a. Bank yang memiliki DPK lebih besar dari Rp. 1 Triliun s/d Rp. 10 Triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam Rupiah sebesar 1% dari DPK dalam Rupiah.
b. Bank yang memiliki DPK dalam Rupiah > Rp. 10 Triliun s/d Rp. 50 Triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar 2% dari DPK Rupiah.
c. Bank yang memiliki DPK dalam Rupiah > Rp. 50 Triliun, wajib memelihara tambahan GWM sebesar 3% dari DPK dalam Rupiah.
5. Bank yang memiliki DPK dalam Rupiah s/d Rp. 1 Triliun, tidak di kenakan kewajiban tambahan GWM sebagaimana butir 4.
6. GWM dalam valuta asing sebagaimana butir 2 diatas, ditetapkan sebesar 3% dari DPK dalam valuta asing.
7. Persentase GWM sebagaimana diatas dapat disesuaikan dari waktu-kewaktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan arah kebijakan Bank Indonesia.
GWM diberikan jasa giro oleh Bank Indonesia.
2. KPMM (CAR)
CAR adalah rasio atau perbandingan antara Modal Bank dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan penempatan dana klhususnya penempatan dana yang harus diperhitungkan bobot risiko tinggi (umpamanya 100 %) dari nilai posisi dana yang ditempatkan. Penempatan pada asset dengan bobot risiko 0 % (seperti SBI , SPN dan ON ) akan sangat berbeda pengaruhnya terhadap CAR dengan penempatan dana pada perkreditan dengan bobot risiko 100 persen. Pengaruh penempatan dana pada asset tertentu secara langsung berpengaruh pada besaran KPMM (CAR). CAR atau KPMM ditetapkan minimal sebesar 8 % dengan formula perhitungan sebagai berikut :
Sesuai SEBI No.5/23/DPNP tanggal 29 September 2003, perhitungan kebutuhan Modal Minimum bagi Bank Umum ditetapkan berlaku rumus sebagai berikut :
CAR= { (Tier 1 + Tier 2 + Tier 3) - Penyertaan}/ {ATMR(risiko Kredit)+12,5 % x BMuMR = 8 %.
BMuMr = Beban Modal untuk Market Risk.
Pelaksanaan untuk sampai kepada perhitungan sesuai dengan rumus diatas di tempuh dengan tahapan sebagai berikut :
1. Hitung ATMR sesuai Ketentuan yang Berlaku.(SE Bank Indonesia No.26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang telah dikoreksi dengan SEBI No.2/12/DPNP tanggal 12 Juni 2000).
2. Hitung Beban Modal untuk Seluruh Jenis Risiko Pasar (Resiko Suku Bunga, Risiko Nilai Tukar Termasuk Risiko Perubahan Harga Option).
3. Perhitungkan risiko spesifik untuk eksposur yang termasuk dalam Trading Book, untuk Risiko Suku Bunga, a.l. Obligasi yang diterbitkan BUMN atau Swasta dikeluarkan dari perhitungan ATMR berdasarkan Risiko Kredit.
4. Hitung Eksposur tertimbang menurut Resiko Pasar (Market Risk – Weighted exposures) =12,5 x Beban Bunga Seluruh Risiko Pasar.
5. Jumlahkan ATMR + Eksposur tertimbang menurut Risiko Pasar.
6. Hitung Modal Inti (Tier 1), Modal Pelengkap (Tier 2), Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3) yang dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar.
7. Hitung Penyertaan yang dilakukan Bank sebagai pengurang untuk butir 6.
8. Lakukan penghitungan sebagai berikut : ( 6 - 7) / 5 , hasilnya nyatakan dalam prosentase, itulah angka KPMM.
9. Tier 3 yang digunakan dalam KPMM sebesar yang dibutuhkan untuk menutup resiko pasar.
10. Tier 3 yang memenuhi persyaratan tapi tidak digunakan menutup risiko pasar, dihitung sebagai rasio kelebihan Modal Pelengkap Tambahan (Excess Tier 3 Capital Ratio).
11. Diberlakukan mulai Januari 2005.
3. Komposisi Modal.
Komposisi Modal Bank dalam Tier 1 , Tier 2 dan Tier 3 diatur oleh Bank Indonesia secara rinci. Apa yang dapat dimasukkan dalam masing-masing kelompok modal menjadi pembatas bagi bank dalam pengaturan likiditas. Artinya pengaturan likiditas bank harus dengan memperhatikan keterbatasan yang telah ditetapkan BI tentang kriteria rekening-rekening yang dapat dikelompokkan sebagai Modal Inti (tier 1) , Modal Pelengkap (Tier 2 ) dan Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3).
Penempatan dana berupa kredit pada suatu pihak ke III (atau kelompok) dibatasi oleh ketentuan BMPK yang dikaitkan besarannya terhadap Tier 1 + Tier 2.
Ketentuan tentang Komposisi Modal juga dapat dirubah oleh Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
4. Posisi Devisa Neto.
Besarnya komposisi aktiva dan pasiva valuta asing (termasuk kontijensi & komitment) dalam off balance sheet juga ditetapkan dalam prosentase tertentu dari modal bank. Dengan demikian bank bank harus mengatur likiditas dan transaksi valuta asingnya dalam range ketentuan yang ditetapkan dalam PDN (Posisi Devisa Neto).
IV. Deposit Guarantee
Deposit Guarantee sangat menentukan dalam memperhitungkan risiko bagi bank. Apabila penempatan dana pada suatu lembaga (baik oleh individual maupun suatu business entity ) dijamin keamanannya (bebas dari risiko kredit) maka pemilik dana akan merasa aman terhadap dana yang ditempatkannya. Sementara ini deposit guarantee diberikan oleh Pemerintah cq Departemen Keuangan terhadap dana-dana yang disimpan di perbankan baik oleh individu maupun oleh suatu instansi /perusahaan termasuk oleh bank sendiri dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Jaminan ini lazim dikenal sebagai ‘Blanket Guarantee”. Namun demikian berdasarkan perkembangan terakhir, telah ditetapkan bahwa ‘blanket guarantee’ tersebut akan dialihkan kepada suatu lembaga tertentu yang berfungsi sebagai penjamin, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dikukuhkan dalam Undang Undang No. 24 tahun 2004. Sesuai rencana, Undang-Undang ini akan efektif berlaku mulai tanggal 22 September 2005. Dalam Undang-Undang No 24/2004 tersebut disebutkan , selama enam bulan pertama sejak UU tersebut berlaku efektif ( 22 September 2005 s/d 21 Maret 2006 ) seluruh simpanan nasabah bank masih dijamin. Kemudian dalam 6 (enem) bulan selanjutnya (22 Maret s/d 21 September 2006) nilai simpanan yang dijamin paling tinggi Rp. 5 milyar. Besarnya simpanan nasabah yang dijamin akan dikurangi secara bertahap sehingga mulai 22 Maret 2007 jumlah yang dijamin hanya Rp. 100 juta.
Dengan demikian guarantee dimaksud nantinya bukan lagi merupakan jaminan keamanan yang bebas biaya bagi pemilik dana maupun bank sebagai penerima penempatan maupun pihak yang menempatkan dana. Bank yang manjadi peserta penjaminan oleh LPS tentunya harus menyetorkan dana penyertaan dan membayar premi.
Namun berdasarkan ketentuan terakhir (PBI No.10/11/PBI 2008 tgl. 31 Maret 2008) , antara lain mengingat perlunya antisipasi terhadap krisis keuangan yang saat ini dialami (TW IV -2008), maka ketentuan terhadap nilai penjaminan dinaikkan kembali menjadi Rp.5.milyar.
D. Pengukuran dan pemantauan Risiko Likiditas.
Risiko Likiditas merupakan risiko utama dalam kegiatan bank , yang senantiasa harus diwaspadai dan dikelola dengan baik . Pengelolaan risiko likiditas dimulai dengan pengukuran dan pemantauan.
Hal-hal berikut merupakan best practice yaitu pengukuran dan pemantauan yang minimal harus dilakukan bank termasuk pada bank- bank yang tergolong kecil.
v Cash (out) flow untuk berbagai maturity instruments pada posisi passiva , menurut currency , gap analysis.
Cash out flow merupakan sarana untuk memperkirakan pengeluaran yang akan terjadi pada suatu periode waktu tertentu ( bisa harian , mingguan , dua mingguan , bulanan ). Gap Analysis merupakan analisa terhadap pemasukan dan pengeluaran dana untuk suatu periode , sehingga bank dapat merancang dari mana kekurangan dana akan ditutup dan kemana kelebihan akan ditempatkan.
v Rasio Liquid Assets terhadap Total Assets
Rasio ini menggambarkan suatu komposisi seberapa liquid posisi bank dilihat dari rasio ini, semakin besar rasionya semakin liquid komposisi asset bank . Tiap bank mempunyai rasio aman tertentu berdasarkan pengalamannya, namun rasio ini bukan satu-satunya pedoman dalam mengatur komposisi aset bank.
v Rasio Liquid Assets terhadap Contingent Liability
Rasio ini memberi gambaran perbandingan posisi liquid assets terhadap kewajiban kontinjensi yang dikeluarkan bank (L/C , Bank Garansi dsb.nya). Berdasarkan pengalaman bank , dapat diperkirakan kebutuhan penyediaan dana atau liquid assets dalam mengantisipasi kemungkinan pencairan kontinjensi serta realisasi import atas dasar L/C yang dibuka bank, yang memerlukan penyediaan dana / liquid assets.
v Rasio Liquid Assets terhadap Giro dan Tabungan.
Bank juga dapat menetapkan rasio antara Liquid Assets terhadap posisi giro dan tabungan yang aman berdasarkan pengalaman bank. Rasio tersebut dapat diatur berdasarkan pengalaman , ditingkatkan pada periode tertentu (umpama pada menjelang Hari Raya ) dan dapat dikurangi pada periode yang lain.
v Rasio kelonggaran tarik terhadap Komitmen Kredit.
Kelonggaran tarik adalah selisih antara total komitmen kredit dengan total posisi debet nasabah debitur. Kelonggaran tarik menggambarakan besarnya dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh debitur, yang harus disediakan dananya oleh bank. Kelonggaran tarik diperhitungkan dalam cash outflow. Biasanya dalam suatu persentase berdasarkan pengalaman bank.
v Tingkat konsentrasi pada deposito besar tertentu
Konsentrasi pada deposito besar tertentu memberikan gambaran tingkat ketergantungan pendanaan bank pada suatu kelompok nasabah. Ketergantungan yang terlalu tinggi sangat berisiko, karenanya diversivikasi sangat dianjurkan. Artinya dalam kondisi normal , deposito yang tidak terlalu besar nominalnya dan terbagi atas banyak deposan , lebih aman dibandingkan satu atau dua deposan dengan deposito besar yang sangat dominan dalam komposisi dana bank.
v Rasio hutang berjangka terhadap Aktiva Illiquid.
Rasio ini untuk melihat kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban berjangkanya dengan assets yang illiquid. Berdasarkan pengalaman , bank dapat menetapkan suatu rasio yang aman, dan menyiapkan langkah pencairan assets illiquid untuk memenuhi kewajiban berjangka yang besar.
v Country Exposures , serta valuta masing-masing exposures.
Bagi bank besar atau bank yang aktif dalam transaksi valas , perlu diketahui exposures menurut Negara guna mengatur penyediaan /pencarian dana dalam rangka pemenuhan kewajiban atau perencanaan cash inflow sesuai currency/ valuta masing-masing yang dibutuhkan , sekaligus memperhitungkan risiko nilai tukar dan risiko suku bunga yang harus diselesaikan bank guna settlement transaksi dimaksud.
v Exposure account tertentu (yang dominan atau berpengaruh).
Account tertentu yang dominan atau menentukan dalam exposure bank perlu diperhatikan . Hubungan dan komunikasi dengan pemegang account tersebut harus dijaga agar bank mengetahui langkah mereka sehingga bank terhindar dari penarikan dana yang mendadak. Deposit break atau adanya deposit yang tidak dapat diperpanjang karena suatu dan lain hal hendaknya dapat diketahui sebelumnya sehingga cukup waktu bagi bank untuk dapat mengambil langkah pencairan aktiva tertentu atau mencari sumber dana pengganti dalam harga yang wajar.
v Kesesuaian dengan strategi penerbitan surat berharga.
Strategi penerbitan surat berharga oleh bank , hendaknya dilakukan secara terencana . Tujuannya harus jelas , untuk menghimpun dana guna suatu keperluan tertentu yang sudah ditetapkan programnya. Hendaknya diperhatikan masalah cost dalam penerbitan suatu surat berharga apakah matching dengan pendapatan produk penempatan dana yang dirancang.
E. Skenario Posisi Likiditas
Skenario posisi likiditas adalah salah satu cara dalam memperkirakan posisi likiditas suatu bank. Skenario dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
v Memperkirakan penarikan deposit berdasarkan suatu persentase tertentu dari saldo . Berdasarkan data periode lalu , bank dapat menghitung rata-rata penarikan yang terjadi dibandingkan dengan saldo deposit. Dengan memperhatikan fluktuasi musiman , bank akan dapat memperkirakan persentase penarikan dari saldo untuk periode mendatang.
v Memperkirakan jumlah funding yang tidak diperpanjang. Untuk deposit yang besar bank harus memberikan perhatian tersendiri dan dengan pendekatan yang baik , bank akan dapat mengetahui kecendrungan apakah suatu funding akan diperpanjang atau tidak. Berdasarkan itu dapat diperlirakan funding mana yang tidak akan diperpanjang. Untuk funding diluar itu dapat dilakukan penaksiran berdasarkan pengalaman bank.
v Perkiraan kewajiban yang jatuh waktu. Dari data bank dapat dihitung jumlah kewajiban yang jatuh waktu dan harus diperhitungkan sebagai cash outflow.
v Perkiraan perubahan sukubunga dan perubahan nilai tukar yang dapat mempengaruhi keputusan dalam menetapkan komposisi dan ragam instrumen likiditas. Keputusan dalam menetapkan komposisi dan ragam instrument likiditas adalah faktor risiko (kemungkinan kerugian) dan kesempatan dalam memperoleh keuntungan. Perubahan suku bunga dan perubahan nilai tukar mengharuskan bank me-review komposisi dan merubahnya untuk menghindari kemungkinan kerugian kerugian atau mencari peluang untuk memperoleh keuntungan atau keduanya.
v Perkiraan pemberian kredit s/d periode waktu tertentu. Komitmen kredit baru akan mempengaruhi posisi likiditas bank. Karena itu harus diperhitungkan persentase tertentu dari komitmen baru yang akan ditarik (diperhitungkan sebagai cash out flow) agar dapat disediakan funding-nya.
v Perkiraan kredit bermasalah baru. NPL baru harus diperhitungkan sebagai asset yang dikeluarkan dari perhitungan cash inflow pada jatuh temponya. Jadi harus dimasukkan sebagai unsur pengurang dalam likiditas bank. Semakin tinggi jumlah NPL baru , akan makin menyulitkan bagi bank dilihat dari sisi likiditas.
v Perkiraan lainnya yang mempengaruhi posisi likiditas bank (situasi pasar global , regional , lokal) harus dapat di-analysis dan diperkirakan apakah akan ada dampaknya pada likiditas bank.
Penutup:
Pengelolaan risiko likiditas pada suatu bank , sangat ditentukan oleh baik buruknya pengelolaan treasury bank tersebut. Sejauh mana bank secara piawai memanfaatkan semua fasilitas, dana, asset berupa surat berharga dsbnya serta hubungan dan kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar disatu sisi senantiasa menjaga kelancaran likiditas bank dan disisi lain mendapatkan keuntungan yang memadai bagi bank.
Reference :
- PBI/SEBI yang terkait dengan Perbankan, Moneter dan Sistem Pembayaran.
- Working Papers dari Basel Committee on Banking Supervision , terkait dengan Banking
Services dan Financial Stability.