21.6.09

KAJI ULANG MANAJEMEN RISIKO SUKU BUNGA

KAJIULANG MANAJEMEN RISIKO SUKU BUNGA.


(INTEREST RATE RISK MANAGEMENT REVIEW)


Oleh : Z. D u n i l


 Pengertian Risiko Pasar dan Risiko Suku Bunga.

Risiko Pasar (market risk) dijelaskan dalam ketentuan BI (Lampiran SEBI N0. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2004) sebagai berikut : “Risiko Pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dan portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank (adverse movement) . Yang dimaksud dengan variable pasar adalah suku bunga dan nilai tukar, termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga options.
Risiko Pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan”.

Sedangkan “Risiko Suku bunga (Interest rate risk) adalah potensi kerugian yang timbul akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi bank yang mengandung risiko suku bunga”. Mengenai Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk) , dijelaskan bahwa risiko nilai tukar adalah risiko kerugian akibat pergerakan yang berlawanan dari nilai tukar pada saat bank memiliki posisi terbuka. Karena cakupan Risiko Pasar yang variable utamanya adalah sukubunga dan nilai tukar cukup luas yang masing-masing mempunyai prinsip , teknik dan best practices yang berbeda, maka pembahasan dalam tulisan ini hanya akan menyangkut review terhadap implementasi manajemen risiko sukubunga sedangkan review terhadap implementasi manajemen risiko nilai tukar sudah dimuat dalam tulisan sebelumnya (di up load pada 4 Mei 2009).

Risiko suku bunga merupakan exposur kondisi keuangan suatu bank terhadap pegerakan suku bunga yang merugikan. Menerima risiko tersebut merupakan bagian yang normal dari bisnis bank, dan dapat merupakan bagian yang penting dalam menciptakan keuntungan dan peningkatan nilai saham. Perubahan dalam suku bunga berakibat berubahnya pendapatan bunga bersih dan tingkat pendapatan dan biaya operasional suatu bank yang sensitif terhadap perubahan suku bunga . Perubahan tingkat suku bunga juga berakibat pada underlying value instrument assets, liability dan Off Balance Sheet (OBF) karena present value dari future cash flow (bahkan cash flow –nya sendiri) berubah karena suku bunga berubah. Sesuai dengan itu maka agar proses manajemen suku bunga efektif, perlu dijaga supaya suku bunga tetap berada pada prudent level untuk keamanan dan kesehatan (soundness) bank.

Terdapat 2 (dua) perspective paling umum untuk melakukan asesmen terhadap risiko suku bunga bank ; yaitu :

- the earning perspective, yang difokuskan pada dampak perubahan suku bunga pada pendapatan bank yang akan diterima dalam jangka pendek,

- the economic value perspective, yang difokuskan pada nilai cash flow suatu bank

 Sumber risiko suku bunga.

Sebagai ‘finacial intermediaries ‘ bank menghadapi risiko suku bunga dengan berbagai cara. Pembahasan yang utama dan paling sering, bentuk risiko suku bunga timbul dari perbedaan waktu dari jatuh tempo (maturity) dan repricing (penetapan ulang suku bunga) terhadap suku bunga mengambang (floating rate) dari assets, liabilities dan posisi Off Balance Sheet(OBS ). Sementara repricing terhadap ketidak sesuaian jatuh tempo (mismatch) merupakan fundamen dari bisnis bank, dapat meng-expose pendapatan dan underlying nilai ekonomi (economic value) terhadap fluktuasi yang tidak diperkirakan sebagai perbedaan suku bunga. Sebagai contoh, apabila bank mendanai suatu pinjaman jangka panjang ber- bunga tetap, dengan suatu deposit berjangka pendek, bank bisa menghadapi suatu penurunan baik pada future income yang berasal dari posisi pinjaman yang diberikan serta underlying value dari pinjaman tersebut, apabila terjadi kenaikan suku bunga . Penurunan tersebut terjadi karena cash flow dari pinjaman adalah tetap selama masa laku kredit, sedangkan cash flow yang dibayar pada deposit bersifat variable dan meningkat setelah jatuh temponya.

Repricing mismatches, juga dapat meng-expose perubahan slope dan bentuk pada kurva pendapatan (yield curve) . Risiko yield curve timbul apabila terdapat pergeseran yang tidak diperkirakan pada yield curve yang mengakibatkan dampak yang merugikan pada pendapatan bank atau underlying economic value. Sebagai contoh, underlying economic value dari suatu long position obligasi pemerintah berjangka waktu 10 tahun di hedge dengan suatu short position dari Government Notes berjangka waktu 5 tahun, dapat mengurangi secara tajam apabila yield curve tersebut curam (steepens), bahkan apabila posisi di hedge terhadap pergerakan parallel dari yield curve . Sumber risiko suku bunga lainnya yang penting, biasanya disebut sebagai basis risk , timbul dari hubungan yang tidak sempurna dalam penyesuaian tingkat bunga yang diperoleh dan dibayarkan dari instrument yang berbeda, namun dengan karakteristik repricing yang mirip. Apabila suku bunga berubah, maka perbedaan ini dapat menaikkan perubahan yang tidak diperhitungkan dalam cash flow dan spread pendapatan antara instrument instrumen asset, liabilities dan OBS dari jatuh tempo yang sama atau frekuensi-frekuensi repricing. Sebagai contoh, suatu strategi pendanaan untuk pemberian kredit dengan jangka waktu 1 tahun dengan deposit 1 tahun dengan variable rate yang ditetapkan tiap bulan (repricing) berdasarkan LIBOR, menggambarkan bahwa institusi tersebut menghadapi risiko bahwa spread antara 2 (dua) index suku bunga dapat berubah tak terduga.

Tambahan dan peningkatan sumber risiko suku bunga yang penting, timbul dari opsi (option) yang diikatkan (embedded) pada banyak portofolio asset, liability dan OBS bank. Formalnya, sebuah opsi menyediakan kepada pemegang opsi, hak namun bukan kewajiban, untuk membeli (buy), menjual (sell) atau dengan cara yang sama memilih cash flow dari suatu instrument atau financial contract. Opsi dapat berupa instrumen yang berdiri sendiri (‘stand alone ‘) seperti ‘exchange traded option’ (opsi perdagangan/jual beli valuta) dan over the counter (OTC) contract, atau dapat juga diikaitkan dalam instrument-instrumen standar. Sementara bank bank menggunakan exchange traded dan opsi OTC baik dalam rekening perdagangan maupun dalam rekening non perdagangan, instrumen-instrumen yang terikat opsi yang umumnya lebih penting dalam kegiatan non-trading. Contoh dari instrument yang terikat opsi meliputi berbagai tipe obligasi dan notes (surat utang) dengan ‘call’ atau ‘put’ provision, pinjaman dengan memberi hak kepada peminjam untuk menyelesaikan hutangnya lebih cepat, dan berbagai tipe non maturity deposit instruments yang memberi hak kepada depositor untuk menarik dananya setiap waktu, sering tanpa sesuatu penalty atau denda. Apabila tidak dikelola dengan baik, maka pembayaran instruments yang mempunyai karakteristik yang tidak saling menopang (asymmetrical payoff) dengan syarat opsi dapat memberikan risiko yang signifikan khususnya kepada mereka yang menjual, karena opsi yang dipegang, secara explicit dan mengikat, umumnya dilaksanakan sepanjang menguntungkan bagi pemegang hak opsi dan tidak menguntungkan bagi penjual. Lebih lanjut suatu daftar yang semakin panjang dari hak opsi dapat mempengaruhi leverage (perputaran) dan dapat memperbesar pengaruh (baik posistif maupun negatif) dari posisi opsi pada kondisi keuangan perusahaan.

 Akibat yang ditimbulkan risiko suku bunga.

Sebagaimana dikemukakan diatas, perubahan dalam suku bunga dapat mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan baik bagi pendapatan bank maupun nilai ekonomi nya (economic value) . Hal ini memberikan 2 (dua) perspective yang terpisah namun saling melengkapi dalam melakukan asesmen terhadap exposure risiko suku bunga bank.

Earnings perspective.

Dalam earning perspective, fokus analisa adalah pada akibat / dampak perubahan tingkat bunga pada pendapatan yang dilaporkan (accrual). Hal ini merupakan pendekatan tradisional terhadap asesmen risiko suku bunga yang dilakukan berbagai bank. Gejolak dalam pendapatan adalah point penting dalam analisa risiko suku bunga, karena pengurangan pendapatan atau kerugian dapat mengancam stabilitas keuangan suatu institusi dengan mengikis kecukupan modal dan mengurangi keyakinan pasar. Dalam hubungan ini, komponen dari pendapatan yang secara tradisional diterima dan sangat mendapat perhatian adalah net interest income (yaitu ; selisih antara total interest income dengan total interest expense) . Fokus pada hal ini mencerminkan pentingnya net interest income dari total pendapatan bank serta kaitannya secara langsung dengan perubahan tingkat bunga. Namun demikian, begitu bank melakukan expansi dengan aktivitasberlandaskan ‘fee-based’ dan non interest income lainnya, maka fokus yang lebih luas pada overall net income, menyatukan interest income dengan non interest income menjadi suatu hal yang biasa/lazim. Non interest income timbul dari berbagai kegiatan seperti loan servicing dan berbagai program sekuritisasi aset, dapat menjadi sesuatu yang juga sangat sensitive, dan mempunyai hubungan yang kompleks dengan suku bunga pasar. Sebagai contoh, beberapa bank menyediakan jasa layanan dan fungsi administrasi kredit (loan) untuk pool kredit pemilikan rumah (mortgage loan pools) dengan memungut suatu fee tertentu yang didasarkan pada volume aset yang di-administrasikan. Apabila suku bunga turun (fall) maka layanan bank pada jasa tersebut mungkin menurun (declined) dalam pendapatan fee yang diperoleh, karena kredit yang bersangkutan dibayar lebih awal (prepay). Bahkan sumber tradisional dari non interest income, seperti ‘ transaction processing fee’ menjadi sangat sensitive terhadap suku bunga. Peningkatan sensitifitas ini menyebabkan manajemen bank dan supervisor (otoritas pengawasan bank) menggunakan kajian yang lebih luas mengenai akibat potensial terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar pada pendapatan bank dan lebih luas lagi terhadap penaksiran pendapatan dalam berbagai situasi suku bunga yang berbeda.


Economic value perspective.


Gejolak dalam suku bunga pasar dapat juga berakibat pada economic value dari posisi, asset, liability dan Off Balance Sheet (OBF) bank.. Jadi sensitifitas terhadap economic value bank terhadap fluktuasi dari suku bunga merupakan pertimbangan penting bagi shareholder, direksi serta otoritas pengawasan bank. Nilai ekonomi bagi suatu instrumen merupakan suatu asesmen terhadap present value dari expected cash flow, didiskontokan untuk mencerminkan suku bunga pasar.
Lebih lanjut, economic value dari suatu bank dapat dipandang sebagai present value dari expected net cash flow bank, didefinisikan sebagai ‘ expected cash flow dari asset, dikurangi expected cash flow dari liability,ditambah dengan expected net cash flow dari posisi OBS ‘ Dalam hal ini, perspective economic value mencerminkan suatu kajian dari sensitivitas kekayaan bersih bank, terhadap fluktuasi tingkat bunga. Karena nilai ekonomi perspektif mempertimbangkan dampak potensial dari perubahan suku bunga pada present value dari semua future cash flow, hal ini mengungkapkan suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang potensi akibat jangka panjang dari perubahan tingkat bunga dari pada yang ditawarkan oleh earnings perspective. Pandangan yang lebih menyeluruh lebih penting, karena perubahan dalam pendapatan dalam jangka pendek – merupakan typical focus dalam earnings perspective – tidak dapat menggambarkan indikasi yang akurat dari akibat pergerakan suku bunga pada posisi overall bank.

 Embedded Losses.

Sejauh ini penjelasan tentang ‘earning perspective’ dan ‘economic value perspective’ difokuskan pada, bagaimana perubahan suku bunga mendatang (future change) dapat membawa akibat pada kinerja keuangan bank. Dalam melakukan evaluasi tingkat risiko suku bunga, dapat diasumsikan bahwa suatu bank juga mempertimbangkan dampak dari suku bunga yang lalu terhadap kinerja mendatang (future performance). Khususnya instrument – instrument yang tidak dilakukan ‘mark to market’, mungkin sudah mengandung keuntungan atau kerugian dari pergerakan diwaktu lalu.. Keuntungan atau kerugian dimaksud mungkin tercermin seterusnya dalam pendapatan bank. Sebagai contoh, suatu pemberian kredit jangka panjang, diperhitungkan dengan suku bunga tetap ketika suku bunga rendah, dan sekarang harus didanai dari dana bersuku bunga lebih tinggi, maka pada sisa masa lakunya sudah tercermin bahwa bank akan merugi.

Praktik manajemen risiko suku bunga yang sehat (sound practice).

Praktek manajemen risiko suku bunga melibatkan 4 (empat) elemen dasar dari manajemen instrument-instrumen asset, liability dan off balance sheet (OBS) :

 Pengawasan yang memadai oleh Dewan Komisaris dan Direksi bank
 Kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko
 Pengukuran, pemantauan dan pengendalian manajemen risiko yang memadai
 Pengendalian intern dan independent audit yang komprehensif.

Hal-hal spesifik yang diaplikasikan oleh suatu bank terhadap elemen – elemen tersebut dalam mengelola risiko suku bunga sangat tergantung pada kompleksitas dan sifat kegiatan dan bentuk perusahaan serta tingkat exposur risiko suku bunga . Karena itu apa yang merupakan praktek manajemen risiko suku bunga yang memadai, sangat beragam diantara bank-bank. Sebagai contoh, suatu bank yang tidak terlalu kompleks, dimana direksinya terlibat dalam kegiatan operasional sehari-hari secara detil, mungkin cukup hanya mengandalkan proses manajemen risiko suku bunga yang relatif masih tergolong dasar (basic). Sedangkan organisasi bank lainnya yang lebih kompleks dan mempunyai rentang kegiatan yang luas akan memerlukan proses manajemen risiko suku bunga yang lebih formal untuk mengarahkan kegiatan keuangan mereka yang lebih luas dalam menyediakan bagi direksi informasi yang dibutuhkan direksi untuk memantau dan mangarahkan kegiatan sehari-hari. Lebih lanjut proses manajemen risiko suku bunga yang lebih kompleks yang digunakan pada bank dimaksud, memerlukan pengendalian intern yang memadai termasuk audit atau mekanisme pengawasan lainnya untuk meyakini integritas dari informasi yang digunakan pejabat bank dalam mengawasi kepatuhan terhadap kebijakan dan limit yang ditentukan. Tugas dari individu-individu yang terlibat dalam pengukuran risiko (risk measurement), pemantauan (monitoring), dan fungsi pengendalian (control function) harus dipisahkan secara cukup (sufficient) dan harus independen dari pembuat keputusan bisnis (business decision makers) dan pengambil posisi (position takers) untuk menghindari pertentangan kepentingan (conflict of interest).

Komite Basel berkeyakinan bahwa, risiko suku bunga harus dipantau pada basis konsolidasi, secara komprehensif, agar meliputi juga exposure pada anak-anak perusahaan. Namun demikian, pada waktu yang sama, institusi harus mengenal benar-benar setiap kelainan dari ketentuan dan kemungkinan hambatan pergerakan cash flow diantara afiliasi dan menyelaraskan sesuai proses manajemen risiko mereka. Sementara konsolidasi dapat menyediakan suatu ukuran yang komprehensif menyangkut risiko suku bunga, namun dapat juga under estimate terhadap risiko apabila posisi pada suatu afiliasi digunakan untuk meng-offset posisi pada afiliasi yang lain. Hal ini dikarenakan konsolidasi accounting secara konvensional memperbolehkan secara teori meng-offset antara posisi-posisi yang bersangkutan dimana suatu bank mungkin tidak dapat mempraktekkan hal yang menguntungkan karena batasan ketentuan. Manajemen hendaknya mengenali potensi pengukuran secara konsolidasi untuk mengurangi risiko sesuai dengan keadaan.


REVIEW MANAJEMEN RISIKO SUKUBUNGA


Pelaksanaan manajemen risiko sukubunga harus direview secara berkala dan review hendaknya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut secara komprehensif :

1. Apakah Bank sudah menetapkan batasan yang jelas tentang tanggung jawab pihak-pihak (individu dan /atau komite-komite) yang bertanggung jawab untuk mengelola risiko suku bunga ?.
Apakah diyakini bahwa sudah ada pemisahan tugas yang cukup dalam elemen-elemen kunci proses manajemen risko untuk menghindari pertentangan kepentingan yang potensial ?.

Kriteria : (Prinsip mnajemen risiko sukubunga No. 3 dari BIS)

Bank hendaknya menberikan batasan yang jelas tentang individu-individu dan / atau komite-komite yang bertanggung jawab untuk mengelola risiko suku bunga dan hendaknya meyakini bahwa ada pemisahan tugas yang cukup dalam elemen-elemen kunci dari proses manajemen risko untuk menghindari pertentangan kepentingan yang potensial.

Bank hendaknya mempunyai fungsi-fungsi pengukuran risiko, pemantauan dan pengendalian yang didefinisikan secara jelas dan bahwa fungsi-fungsi tersebut cukup independen terhadap fungsi – fungsi pengambil posisi dari bank yang memberikan laporan exposure risiko langsung kepada direksi dan dewan komisaris bank.

Bank yang lebih besar dan kompleks hendaknya mempunyai suatu satuan kerja yang ditunjuk untuk bertanggung jawab terhadap rancangan dan administrasi fungsi-fungsi pengukuran risiko suku bunga, pemantauan dan pengendaliannya

Prinsip tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

 Bank-bank hendaknya menetapkan batasan individu-individu dan atau komite-komite yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan berbagai elemen manajemen risiko suku bunga.
Direksi hendaknya menetapkan batas wewenang dan tanggung jawab untuk pengembangan strategi, peng-implementasian taktik, dan melaksanakan fungsi-fungsi pengukuran risiko, dan pelaporan dari proses manajemen risiko suku bunga.
Direksi hendaknya juga memberikan jaminan yang ‘reasonable’ bahwa semua kegiatan dan semua aspek risiko suku bunga sudah dicakup dalam proses manajemen risiko bank.

 Hendaknya hati-hati dalam meyakini bahwa terdapat pemisahan tugas yang cukup, dalam elemen-elemen kunci dari proses manajemen risiko untuk menghindari pertentangan kepentingan yang potensial.
Direksi hendaknya meyakini bahwa ada pengamanan yang memadai untuk meminimalisasi potensi adanya individu-individu yang menetapkan pengambilan risiko pada posisi bank, dapat mempengaruhi secara tidak benar fungsi pengendalian kunci (keycontrol function) dari proses manajemen risiko seperti pengembangan dan pemaksaan kebijakan dan prosedur dan pelaporan risiko kepada direksi, serta mempengaruhi tingkah laku dari fungsi ‘ back office’.

Sifat dan cakupan dari pengamanan hendaknya sesuai dengan ukuran dan struktur bank. Juga diselaraskan dengan volume dan kompleksitas transaksi-transaksi serta komitmen-komitmen bank. Bank-bank yang lebih besar dan kompleks hendaknya menugaskan suatu satuan kerja independen yang bertanggung jawab untuk merancang (design) dan meng-administrasikan fungsi-fungsi proses manajemen pengukuran risiko suku bunga, pemantauan dan pengendalian. Fungsi pengendalian yang dikerjakan oleh satuan kerja ini seperti mengadministrasikan limit risiko, merupakan bagian dari sistem pengendalian yang menyeluruh

 Personalia yang ditugaskan untuk melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko suku bunga hendaknya mempunyai pemahaman yang baik dan mendasar tentang semua tipe risiko suku bunga yang dihadapi banknya.


2. Apakah bank sudah mendefinisikan kebijakan dan prosedur risiko suku bunga dengan jelas dan konsisten dengan sifat dan kompleksitas aktivitas bank ?.

Kriteria : (Prinsip mnajemen risiko sukubunga No. 4 dari BIS).

Bank perlu menetapkan definisi tentang kebijakan dan prosedur risiko suku bunga dengan jelas dan konsisten dengan sifat dan kompleksitas dari aktivitas bank. Kebijakan-kebijakan tersebut hendaknya diaplikasikan dengan berbasis konsolidasi, dan apabila mungkin, pada tingkat afiliasi individual, khususnya apabila diketahui adanya perbedaan-perbedaan ketentuan dan kemungkinan hambatan terhadap pemindahan kas diantara afiliasi.

Penjelasan :

 Bank hendaknya mempunyai kebijakan dan prosedur yang didefinisikan dengan jelas untuk membatasi dan mengendalikan risiko suku bunga. Kebijakan ini hendaknya diaplikasikan dengan berbasis konsolidasi dan dimana mungkin, kepada afiliasi tertentu atau unit-unit lainnya dari bank. Kebijakan dan prosedur dimaksud hendaknya menggambarkan batas tanggung jawab dan pertanggung jawaban terhadap keputusan–keputusan manajemen risiko suku bunga dan hendaknya secara jelas memberikan batasan instrumen yang diperkenankan, strategi ‘hedging’ dan kesempatan mengambil posisi. Kebijakan risiko suku bunga hendaknya juga meng-identifikasi parameter kuantitatif yang menetapkan level risiko suku bunga yang akseptabel bagi bank.

 Dimana memungkinkan, kedepan, limit harus dikhususkan pada tipe instrumen – instrumen, portofolio atau aktivitas. Semua kebijakan risiko suku bunga harus dikaji ulang secara periodik dan direvisi apabila perlu. Direksi harus mendefinisikan prosedur spesifik dan persetujuan yang diperlukan sebagai pengecualian terhadap kebijakan, limit dan kewenangan.

 Suatu ‘pernyataan kebijakan ‘ (policy statement) mengidentifikasi tipe-tipe instrumen dan kegiatan bahwa bank dapat memakai atau bertindak untuk sesuatu tujuan dimana direksi dapat mengkomunikasikan toleransi risiko dengan basis konsolidsi pada perusahaan–perusahaan yang secara hukum berbeda. Jika statement tersebut tersedia, hendaknya secara jelas di-identifikasi isntrumen-instrumen yang dibolehkan, yang dibedakan menurut karakteristiknya, dengan juga menjelaskan tujuan, dimana instrumen tersebut bisa digunakan. Pernyataan hendaknya juga menggambarkan suatu penetapan prosedur institusi secara jelas untuk memperoleh instrumen spesifik, mengelola portofolio, dan mengendalikan secara aggregate, exposure risiko sukubunga bank.

Kriteria Bank Indonesia. (Lampiran SEBI No. 5/121/DPNP tgl. 29 September2003 ,rumawi III. 2. c. ).

Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit :

1)Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur yang komprehensif dan tertulis untuk mengelola risiko suku bunga.

2) Kebijakan dan prosedur harus menetapkan dan menguraikan garis tanggung jawab dan akuntabilitas yang melampaui keputusan pengelolaan risiko suku bunga dan harus secara jelas mencakup instrumen yang diotorisasi, strategi lindung nilai dan peluang mengambil posisi.

3) Kebijakan risiko sukubunga juga harus membuat parameter kuantitatif yang diperoleh dari penggunaan metode pengukuran risiko sukubunga seperti interest rrate sensitivity , Earning at Risk, dan Economic Value of Equity, guna menggambarkan tingkat risiko sukubunga yang adapat ditolerir oleh bank.

4) Seluruh kebijakan dan prosedur risiko sukubungs harus dikaji secara berkala dan direvisi apabila diperlukan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko, Satuan Kerja Audit Intern , atau Auditor Eksternal yang memiliki kompetensi dalam penerapan manajemen risiko sukubunga.

5) Penetapan selisih (spread) yang ditetapkan antara sukubunga referensi dengan sukubunga pasar untuk menetapkan pricing transaksi tertentu dilakukan setelah Bank mempertimbangkan kondisi keuangannya secara keseluruhan . Dalam kebijakan dan proses tersebut, Bank harus memastikan bahwa sukubunga dimaksud telah mencerminkan prinsip kehati-hatian.


3. Apakah bank sudah mengidentifikasi risiko suku bunga yang inherent dalam produk dan aktivitas baru dan meyakini bahwa hal tersebut telah melalui prosedur dan pengendalian yang cukup sebelum diperkenalkan /diluncurkan ?.

Kriteria : (Prinsip mnajemen risiko sukubunga No. 5 dari BIS).

Penting bagi bank untuk mengidentifikasi risiko suku bunga yang inherent dalam produk dan aktivitas baru dan meyakini bahwa hal tersebut telah melalui prosedur dan pengendalian yang memadai sebelum diperkenalkan /diluncurkan . Lindung nilai yang utama atau inisiatif manajemen risiko wajib disetujui lebih dahulu oleh dewan komisaris atau komite yang diberi wewenang.

Penjelasan :

 Produk-produk dan kegiatan yang baru bagi bank hendaknya melalui suatu kajian dan penilaian yang hati-hati, untuk meyakini bahwa bank memahami karakteristik risiko suku bunga produk dan kegiatan tersebut dan menyatukannya dalam proses manajemen risiko bank. Jika melakukan analisis, apakah suatu produk atau kegiatan baru tersebut mengandung suatu elemen baru dalam exposure risiko suku bunga atau tidak, bank hendaknya waspada bahwa perubahan pada jatuh tempo suatu instruments, repricing, atau syarat pembayaran dapat membawa akibat yang material terhadap karakteristik risiko suku bunga dari produk-produk tersebut. Sebagai contoh yang gampang, keputusasn untuk membeli dan manahan (hold) suatu obligasi pemerintah berjangka waktu 30 tahun akan memberikan perbedaan yang signifikan atas strategi risiko suku bunga pada suatu bank yang sebelumnya telah membatasi jatuh tempo (maturity) investasi yang dilakukannya kurang dari 3 tahun. Sama juga, suatu bank yang meng-spesialisaikan diri pada tingkat bunga tetap pinjaman–pinjaman kredit jangka pendek, kemudian terjun pada pemberian kredit perumahan dengan sukubunga tetap, hendaknya waspada terhadap optionality features (konsep-konsep opsi) dari risiko yang mengikat dalam banyak produk perumahan jangka panjang yang memungkinkan peminjam setiap waktu membayar lebih awal, baik dengan penalty sekedarnya atau tanpa penalty.

 Sebelum meng-introdusir suatu produk baru, lindung nilai, atau strategi pengambilan posisi, direksi hendaknya meyakini bahwa prosedur operasional yang memadai, dan sistem pengendalian risiko sudah berjalan dengan baik. Dewan komisaris atau komite yang diberi wewenang, hendaknya juga menyetujui lindung nilai utama (major hedging) atau gagasan manajemen risiko sebelum di-implementasikan. Usulan untuk menjalankan instrumen-instrumen baru, atau strategi baru hendaknya mengandung hal-hal sebagai berikut :

o Uraian tentang produk atau strategi yang relevan
o Identifikasi dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menetapkan manajemen risiko sukubunga yang efektif dan sehat (sound) dari produk atau kegiatan
o Analisis dan alasan dari kegiatan yang diusulkan dalam kaitannya dengan kondisi keuangan bank secara overall, tingkat kapital (capital levels), dan
o Prosedur yang digunakan untuk mengukur, memantau dan mengendalikan risiko dari produk atau kegiatan yang diusulkan .

Kriteria Bank Indonesia. (Lampiran SEBI No. 5/121/DPNP tgl. 29 September 2003,rumawi III. 2. d.1. ).

Identifikasi Risiko Suku Bunga :

Bank wajib melakukan identifikasi risiko suku bunga secara tepat yang terdapat pada aset, transaksi derivatif, dan instrumen keuangan lain baik pada aktivitas fungsional tertentu maupun aktivitas Bank secara keseluruhan.

Pengukuran risiko suku bunga.

4.Apakah bank sudah mempunyai sistem pengukuran risiko suku bunga yang mencakup semua sumber risiko sukubunga yang material dan telah dilakukan asesmen tentang dampak dari perubahan suku bunga ?.

Kriteria : (Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.6 dari BIS).

Penting bagi bank mempunyai sistem pengukuran risiko suku bunga yang mencakup semua sumber-sumber yang material dari risiko sukubunga dan melakukan asesmen tentang dampak dari perubahan suku bunga dengan berbagai cara yang konsisten dengan cakupan aktivitas mereka. Asumsi yang menjadi dasar dari sistem harus dipahami dengan baik oleh risk managers dan manajemen bank.

Penjelasan :

 Bank hendaknya mempunyai sistem pengukuran risiko sukubunga (tergantung pada kompleksitas dan range dari kegiatan masing-masing bank) yang meng-assess akibat dari perubahan tingkat bunga baik kepada penghasilan (earnings) maupun kepada nilai ekonomi (economic value). Sistem tersebut hendaknya mampu untuk mengidentifikasi setiap kelebihan exposure yang mungkin terjadi

 Sistem pengukuran hendaknya :

o Meng-assess semua risiko sukubunga yang material, dikaitkan dengan posisi asset bank, liabilities dan Off BalanceSheet (OBS ) .
o Gunakan konsep-konsep keuangan dan teknik pengukuran risiko yang umum, dan
o Gunakan asumsi dan parameter yang didokumentasikan dengan baik.

 Sebagai suatu ketentuan umum, setiap sistem pengukuran perlu disatukan dengan exposure risiko sukubunga yang timbul dari seluruh kegiatan yang dicakup bank, termasuk sumber-sumber trading dan non trading.
Ini tidak termasuk sistem pengukuran yang sudah berbeda sebelumnya dan pendekatan manajemen risiko yang digunakan dalam kegiatan yang berbeda, namun direksi hendaknya mempunyai suatu pandangan yang terintegrasi dari risiko suku bunga antar produk dan business line.

 Suatu sistem pengukuran manajemen risiko sukubunga bank, hendaknya ditujukan kepada semua sumber-sumber yang material dari risiko sukubunga, termasuk repricing, yield curve, basis, dan exposure risiko opsi.. Dalam banyak kasus, karakteristik tingkat bunga dari holding bank yang besar akan dinominasi oleh profil risiko aggregate - nya. Sedangkan semua holding bank, masing-masing akan menerima perlakuan yang sesuai. Sistem pengukuran hendaknya mengevaluasi konsentrasi pada bidang tertentu. Sistem pengukuran risiko sukubunga hendaknya juga menyediakan perlakuan (treatment) yang tegas terhadap instrumen-instrumen yang dapat secara signifikan mempengaruhi posisi agregate bank, bahkan termasuk instrumen yang bukan merupakan konsentrasi utama Instrumen-instrumen yang terikat secara signifikan atau dengan karakteristik opsi yang explisit hendaknya mendapat perhatian khusus.

 Tersedia sejumlah teknik untuk mengukur exposure risiko sukubunga dari keduanya, ‘earning’ dan ‘economic value’ . Kompleksitas pengukuran bertingkat dari kalkulasi yang sederhana, sampai simulasi statis menggunakan posisi yang di-hold saat ini (current holding) sampai menggunakan model teknik dinamis yang sangat rumit yang merefleksikan potensi kegiatan bisnis kedepan. (future).

 Teknik paling simpel untuk mengukur exposure risiko sukubunga bank, dimulai dengan suatu skedul jatuh tempo / skedul repricing yang mendistribusikan sensitifitas sukubunga pada posisi asset, liabilities dan OBS kedalam ‘time bands’ sesuai dengan jatuh temponys (jika fixed rate) atau sisa jangka waktu untuk repricing berikutnya (jika floating rate) . Skedul dimaksud dapat digunakan untuk merumuskan (generate) indikator-indikator sederhana dari sensitifitas risiko sukubunga baik ‘earning’ maupun ‘economic value’ untuk merubah tingkat bunga.. Apabila pendekatan ini digunakan untuk meng-assess risiko sukubunga dari pendapatan saat ini (current earnings), maka hal ini sering disebut sebagai ‘gap analysis’ . Ukuran dari ‘gap ‘ untuk suatu ‘time band’ tertentu, adalah : exposure asset, dikurang exposure liabilities, ditambah dengan exposure OBS yang di-reprice atau jatuh tempo dalam ‘time band’, memberikan gambaran indikasi dari exposure risiko repricing bank.

 Suatu skedul jatuh tempo / skedul repricing dapat juga digunakan untuk mengevaluasi akibat perubahan sukubunga pada suatu economic value bank dengan menerapkan bobot sensitifitas (sensitifity weight) pada setiap ‘time band’ . Bobot dimaksud didasarkan pada taksiran durasi (duration) assets, dan liabilities yang jatuh tempo pada masing-masing ‘time band’, dimana durasi adalah suatu ukuran perubahan persentase dari ‘economic value’ dari suatu posisi yang cendurng merubah tingkat sukubunga .Bobot dasar durasi juga dapat digunakan dengan kombinasi dengan suatu skedul jatuh tempo / skedul ‘repricing’untuk menyediakan suatu taksiran kasar dari perubahan ‘economic value’ bank yang akan mempengaruhi serangkaian perubahan tertentu dalam pasar sukubunga.

 Beberapa bank (khususnya bank-bank yang menggunakan instrumen-instrumen keuangan yang kompleks atau dengan kata lain menggunakan profil risiko yang kompleks) menggunakan sistem pengukuran risko suku bunga yang lebih rumit dibandingkan dengan mereka yang menggunakan skedul jatuh tempo sederhana (simple maturity schedules)/ repricing schedule. Ciri dari teknik simulasi ini, memasukkan secara detail asesmen akibat potensial pada perubahan sukubunga pendapatan dan nilai ekonomi melalui simulasi alur (future path) sukubunga dan dampaknya pada cash flow. Dalam simulasi statis (static simulation) cash flow berasal sebagian besar dari posisi current and off balance sheet asset yang di-assess. Dalam pendekatan simulasi dinamis (dinamic simulation), simulasi menetapkan asumsi–asumsi yang lebih detail tentang pembahasan sukubunga mendatang serta perubahan yang diharapkan pada aktivitas bisnis bank pada waktu itu. Teknik yang lebih rumit tersebut memungkinkan interaksi yang dinamis dari arus pembayaran dan sukubunga dan cakupan yang lebih baik terhadap ikatan opsi atau opsi khusus

 Sehubungan dengan sistem pengukuran, penggunaan dari masing-masing teknik tergantung pada faliditas dari asumsi yang mendasari (underlying assumtion) dan ketepatan dari metodologi dasar yang digunakan pada model exposure risiko sukubunga. Dalam merancang sistem pengukuran risiko sukubunga, bank hendaknya meyakini bahwa derajat ke-rincian (degree of detail) tentang sifat dari posisi sensitifitas sukubunga adalah sesuai dengan kompleksitas dan risiko inherent dalam posisi tersebut. Umpamanya penggunaan ‘gap analysis’, ketepatan pengukuran risiko sukubunga tergantung sebagiannya pada jumlah time band atas mana posisi aggregate dihitung. Jelasnya penjumlahan posisi / cash flow kedalam wadah ‘time band’ mempunyai implikasi kehilangan sejumlah ‘ketepatan‘. Dalam praktiknya, bank harus melakukan asesmen atas potensi kehilangan akurasi (ketepatan) yang signifikan dalam menentukan tingkat penjumlahan (penggabungan) dan penyederhanaan yang ditetapkan dalam pendekatan pengukuran.

 Taksiran exposure risiko sukubunga, baik yang terkait dengan ‘earning ‘ atau ‘economic value’ menyederhanakan dalam beberapa bentuk penaksiran kemungkinan jalannya sukubunga kedepan. (future interest rate). Untuk tujuan manajemen risiko, bank harus menyatukan suatu perubahan sukubunga yang cukup besar yang meliputi bantuan risiko (risk attendant) bagi ‘holdings’ mereka. Bank hendaknya mempertimbangkan penggunaan ‘multiple scenarios’ mencakup kemungkinan perubahan dalam hubungan diantara sukubunga (seperti ‘yield curve risk ’ dan ‘basis risk’) sebagaimana perubahan tingkat sukubunga umum. Untuk menentukan perubahan sukubunga, teknik simulasi dapat digunakan. Analisis statistik dapat juga memainkan peranan penting dalam menilai hubungan asumsi yang berkaitan dengan ‘ basis risk ‘ atau ‘yield curve risk’

 Integritas dan ketepatan waktu (timeliness) dari data pada posisi sekarang (current position) juga merupakan suatu komponen kunci dari proses manajemen risiko. Suatu bank hendaknya meyakini bahwa semua posisi yang material dan cash flow, apakah berasal dari posisi on atau off balance sheet, harus disatukan dalam sistem pengukuran berdasarkan kesamaan waktu (timely basis). Dimana mungkin data dimaksud hendaknya mencakup informasi dari tingkat kupon atau cash flow dari instrumen dan kontrak-kontrak yang disatukan / digabungkan. Setiap penyesualian secara manual, hendaknya dimengerti dengan jelas. Khususnya setiap penyesuaian terhadap expected cash fliow, untuk pembayaran dimuka yang diperkirakan atau penebusan lebih awal hendaknya harus benar-benar beralasan dan penyesuaian tersebut hendaknya dimungkinkan untuk dikaji ulang.

 Dalam melakukan asesmen terhadap hasil sistem pengukuran risiko sukubunga, hendaknya asumsi yang mendasari sistem tersebut dimengerti oleh ‘risk manager’ dan direksi bank. Khususnya teknik - teknik yang menggunakan simulasi yang rumit hendaknya digunakan secara hati-hati agar tidak menjadi ‘kotak hitam’ (black box), yang memghasilkan angka-angka yang kelihatan tepat, tetapi dalam kenyataan adalah buram atau tidak terlalu akurat, ketika parameter dan asumsi tertentu diungkapkan. Asumsi-asumsi kunci hendaknya diketahui /dikenali oleh direksi dan ‘risk manager’ dan hendaknya dievaluasi ulang setidaknya sekali setahun. Asumsi tersebut hendaknya juga didokumentasikan dengan jelas, dan dihayati bahwa hal tersebut adalah penting. Asumsi yang digunakan dalam melakukan asesmen terhadap sensitifitas sukubunga dari instrumen yang kompleks dan instrumen dengan jatuh tempo tertentu wajib untuk didokumentasikan dengan teliti dan dikaji ulang secara tersendiri.

 Dalam mengukur exposure risiko sukubunga, lebih lanjut perlu diperhatikan 2 (dua) aspek ;

(a.) perlakuan (treatment) terhadap posisi-posisi dimana kebiasaan jatuh temponya berbeda dari jatuh tempo menurut kontrak, dan

(b) perlakuan dari posisi-posisi yang dinominasi oleh mata uang yang berbeda. Posisi-posisi seperti ‘tabungan’ (saving) atau giro / deposito jangka pendek (sight deposit) mungkin mempunyai jatuh tempo atau mungkin ‘open ended’ (tanpa jatuh tempo), namun dalam tiap kasus penabung atau deposan umumnya mempunyai opsi untuk melakukan penarikan setiap waktu. Bank mungkin memilih tidak merubah bunga terhadap deposit tersebut sesuai dengan perubahan bunga dipasar.
Faktor-faktor tersebut sesuai dengan pengukuran exposure risiko suku bunga, karena tidak hanya nilai dari posisi, melainkan waktu dari cash flow juga berubah ketika sukubunga bergejolak. Terkait dengan asset bank, pembayaran lebih awal terhadap kredit perumahan (mortgage) dan efek beragun asset juga menimbulkan ketidak pastian terhadap waktu dari cash flow pada posisi-posisi tersebut.

 Bank-bank dengan posisi yang dinominasi oleh mata uang (‘currency’) yang berbeda, dapat memperlihatkan risiko sukubunga dalam tiap mata uang. Karena ‘yield curve’ berbeda antara satu mata uang dengan mata uang lainnya, bank umumnya membutuhkan asesmen exposures setiap mata uang. Bank dengan kerumitan dan keahlian yang sesuai dan dengan exposure multi currency yang material, dapat memilih metode proses pengukuran risiko, penggabungan exposure dalam mata uang yang berbeda, menggunakan asumsi tentang hubungan (correlation) antara tingkat bunga dalam mata uang yang berbeda. Bank yang menggunakan asumsi korelasi (correlation) untuk menggabungkan exposure risiko, hendaknya secara periodik melakukan kaji ulang stabilitas dan ketepatan dari asumsi tersebut. Bank hendaknya juga mengevaluasi potensi apa yang dapat terjadi pada exposure risiko apabila asumsi yang dimaksud ternyata tidak terpenuhi.(break down).


Kriteria Bank Indonesia. (Lampiran SEBI No. 5/121/DPNP tgl. 29 September 2003,rumawi III. 2. d.2.).

Pengukuran Risiko Suku Bunga :

a)Aset, kewajiban dan rekening administratif yang akan dilakuka marked to market dikelompokkan kedalam trading book sedangkan transaksi dan posisi yang tidak dilakukan marked to market dikelompokkan kedalam banking book.

b) Umumnya posisi banking book tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek, namun akan dipelihara sampai jatuh tempo (held to maturity), seperti surat-surat berharga atau obligasi pada portofolio investasi.

c) Proses marked to market merupakan salah satu teknik yang mencerminkan nilai aset, transaksi derivatif, dan instrumen keuangan lainnya sekaligus merupakan metode yang tepat untuk mengukur posisi risiko aset dan instrumen keuangan tersebut.

d) Penilaian marked to market wajib mengacu pada PBI No.5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk). Kecukupan dan keakurasian proses marked to market harus diverifikasi oleh pihak yang independen dari satuan kerja operasional, dan memiliki kompetensi yang relevan, seperti Satuan Kerja Manajemen Risiko.

e)Bagi Bank yang mengembangkan model internal dalam rangka kebutuhan intern bank , adapat menggunakan value at risk (VAR) guna mengukur keruguan maksimum yang diperkirakan aakan timbul dari suatu posisi atau portofolio tertentu sebagai akibat perubahan indikator sukubunga di pasar (sukubunga referensi), pada suatu interval tertentu. Pengukuran dengan metode VAR dapat dilakukan dengan berbagai metode statistik seperti variance/covariance, historical simulation dan Monte Carlo simulation.

f) Dalam rangka mencegah terjadinya penyimpangan hasil statistik dan perilaku sukubunga , Bank harus menggnakan sumber data , figur dan kriteria yang dihasilkan sendiri untuk melakukan pengujian atau tidak didasarkan atas sumber data yang diperoleh dari pihak lain.

g) Dalam menilai eksposur risiko sukubunga yang melekat pada beberapa aktivitas fungsional, Banksekurang-kurangnya dapat mengukur beberapa parameter, antara lain :
(1) potential loss karena fluktuasi suku bunga
(2) volatilitas sukubunga per jangka waktu.

h) Apabila diperlukan , Bank dapat melakukan koreksi atau perbaikan kriteria dan proses pricing yang bertujuan untuk menilai risiko kredit (banking book) secara tepat dengan menyesuaikan selisih sukubunga yang diterapkan terhadap sukubunga referensi (pasar).


L i m i t.

5. Apakah bank sudah menetapkan dan melaksanakan batas-batas operasi dan praktek-praktek lainnya yang menjaga exposure dalam tingkatan yang konsisten dengan kebijakan internal ?.

Kriteria : (Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.7 dari BIS).

Bank harus menetapkan dan melaksanakan batas-batas operasi dan praktek-praktek lainnya yang menjaga exposure dalam tingkatan yang konsisten dengan kebijakan-kebijakan internal.

Penjelasan :

 Tujuan manajemen risiko sukubunga adalah untuk menjaga suatu exposure risiko sukubunga bank dalam batas parameter yang ditentukan bank atas kemungkinan batasan perubahan sukubunga. Suatu sistem batas batas risiko sukubunga dan pedoman pengambilan risiko merupakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Sistem dimaksud hendaknya mengatur batasan tingkat risiko sukubunga bank, dan dimana mungkin juga mampu untuk mengalokasikan limit kepada portofolio individual, kegiatan atau unit-unit bisnis. Sistem limit juga untuk meyakini bahwa posisi yang melebihi tingkat tertentu yang sudah ditetapkan memperoleh perhatian yang segera dari direksi. Suatu sistem limit yang sesuai memungkinkan direksi untuk melakukan pengendalian exposure risiko sukubunga, membahas kemungkinan kesempatan dan risiko, dan memantau pengambilan risiko aktual terhadap toleransi risiko yang ditetapkan sebelumnya.

 Penetapan limit hendaknya konsisten dengan pendekatan overall terhadap pengukuran risiko sukubunga. Batas-batas risiko sukubunga gabungan (aggregate) jelas mengartikulasikan jumlah risiko sukubunga yang akseptabel bagi bank, disetujui oleh dewan komisaris dan di- reevaluasi secara periodik. Batas-batas dimaksud disesuaikan dengan ukuran, kompleksitas dan kecukupan modal bank sesuai kemampuan bank untuk mengukur dan mengelola risiko. Tergantung pada sifat suatu ‘holdings bank‘, kerumitan secara umum, batas-batas dimaksud dapat juga di-identifikasi untuk individual bisnis unit, portofolio, tipe-tipe instrumen atau isntrumen-instrumen spesifik. Tingkat limit risiko secara detail, hendaknya mencerminkan karakteristik dari aset dan instrumen yang ditahan bank (‘bank’s holdings’), termasuk berbagai sumber risiko sukubunga yang di-ungkapkan (di-expose) bank.

 Penyimpangan / pengecualian terhadap limit hendaknya diketahui oleh direksi yang bersangkutan tanpa penundaan. Hendaknya ada kebijakan yang jelas seperti, bagaimana direksi memperoleh informasi dan tindakan apa yang akan dilakukan direksi dalam kasus-kasus tersebut. Secara khusus juga penting apakah limit dimaksud ditetapkan secara absolut dan benar-benar tidak boleh dilampauai, atau apakah dalam keadaan tertentu yang diuraikan dengan jelas, penyimpangan dari limit dapat ditolerir hanya dalam suatu jangka waktu pendek. Dalam konteks tersebut konservatisme, relatif dalam menentukan limit merupakan suatu faktor penting

 Sehubungan dengan tingkat penjumlahan (level of aggregation) limit hendaknya konsisten dengan pendekatan bank secara overall dalam mengukur risiko sukubunga dan hendaknya mengarahkan dampak potensial perubahan sukub unga pasar pada pendapatan yang dilaporkan dan economic value dari equity bank.. Dari suatu perspektif pendapatan, bank hendaknya meng-eksplorasi batas-batas pada gejolak pendapatan bersih, sebagaimana pendapatan bunga bersih (net interest income) untuk secara penuh melakukan asesmen kontribusi dari non interest income pada exposure risiko sukubunga bank. Batas-batas dimaksud lazimnya menetapkan tingkat akseptabilitas dari volatilitas pendapatan pada skenario–skenario sukubunga tertentu.

 Bentuk pembatasan–pembatasan untuk mengarahkan akibat tingkat bunga pada economic value dari equity bank harus disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas bank dan posisi underlying nya.. Bagi bank-bank yang melaksanakan kegiatan perbankan tradicional dan dengan memegang instrumen-instrumen jangka panjang, opsi-opsi, serta instrumen –instrumen dengan ikatan berbagai opsi, atau instrumen-instrumen yang nilainya secara substasi dapat berubah sesuai dengan perubahan tingkat bunga pasar, relatif penetapan batasan/limit sederhana (simple limits) untuk patokan instrumen-instrumen yang dapat di-hold (dipegang/ditahan) sudah mencukupi. Untuk bank-bank yang lebih kompleks, pada perubahan yang akseptabel dalam taksiran economic value dari equity bank. mungkin dibutuhkan sistem limit yang lebih detail.

 Limit-limit risiko sukubunga merupakan kunci untuk skenario tertentu dari pergerakan di pasar sukubunga seperti penaikan atau penurunan dari statu besaran tertentu. Pergerakan tingkat bunga digunakan dalam pengembangan limit hendaknya merepresentasikan secara berarti situasi ‘stress’ yang diperhitungkan dalam riwayat pergerakan tingkat bunga dan waktu yang diperlukan direksi untuk mengarahkan exposure. Limit juga dapat didasarkan pada usuran-ukuran yang diambil dari ‘underlying’ distribuís stastistik sukubunga, seperti teknik-teknik ‘earning at risk’ atau ‘economic value at risk’. Lebih lanjut skenario yang ditetapkan harus memperhatikan batasan sumber-sumber yang mungkin dari risiko sukubunga termasuk ‘mismatch’, ‘ yield curve’, ‘basis’, dan risiko-risiko opsi. Skenario sederhana menggunakan ‘paralell shifts’ dalam sukubunga mungkin tidak cukup untuk meng-identifikasi risiko-risiko tersebut.


Stress Testing.

6. Apakah bank sudah mengukur kemungkinan kerugian dalam kondisi pasar yang tertekan ?.

Kriteria :( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.8 dari BIS).

Bank hendaknya mengukur bahaya kerugian dalam kondisi-kondisi pasar yang tertekan (stressful) – termasuk tidak berlakunya asumsi-asumsi kunci- dan mempertimbangkan hasilnya dalam penetapan dan kaji ulang kebijakan-kebijakan dan limit-limit yang ditetapkan terhadap risiko sukubunga.

Penjelasan :

Sistem pengukuran risiko hendaknya juga menopang evaluasi yang bernilai tentang akibat kondisi pasar yang tertekan pada bank. Stresstesting hendaknya dirancang untuk memberikan informasi pada berbagai jenis kondisi pasar tertekan, dalam keadaan mana strategi dan posisi bank paling berisiko (vulnerable), dan kemudian dibuat sesuai dengan karakteristik risiko bank. Kemungkinan skenario-skenario stress dapat mencakup perubahan secara kasar tingkat sukubunga secara umum., perubahan dalam hubungan antara tingkat bunga pasar utama /key market rates (seperti basis risk), perubahan dalam ‘slope’ dan ‘shape’ dari yield curve (seperti yield curve rate), perubahan dalam likuiditas pasar keuangan utama (key financial market), atau perubahan dalam volatilitas tingkat bunga pasar. Skenario Stress hendaknya termasuk kondisi dimana asumsi-asumsi bisnis utama (key business assumption) dan parameter-parameter tertentu tidak berlaku. Stress testing dari asumsi yang digunakan untuk instrumen yang tidak liquid dan instrumen yang didasarkan pada kontrak jatuh tempo, sangat penting untuk pemahaman profil risiko bank. Dalam melaksanakan stress test, pertimbangan khusus hendaknya diberikan terhadap instrumen-instrumen atau pasar dimana terdapat konsentrasi, dimana posisi-posisi tersebut lebih sulit dicairkan atau di-offset dalam situasi tertekan (stress). Bank hendaknya mempertimbangkan skenario ‘ kasus terburuk ‘ sebagai tambahan kemungkinan kejadian. Direksi dan dewan komisaris hendaknya secara periodik melakukan kaji ulang terhadap rancangan dan hasil dari stress test dan meyakini bahwa rencana darurat (contingency plan) yang ssesuai yang dapat diberlakukan tiap waktu.

Pemantauan dan pelaporan.

7. Apakah bank sudah mempunyai sistem informasi yang memadai untuk mengukur, memantau, mengendalikan dan melaporkan exposure sukubunga ?.

Kriteria : ( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.9 dari BIS)

Bank harus mempunyai sistem informasi yang memadai untuk mengukur, memantau, mengendalikan dan melaporkan exposure sukubunga. Laporan hendaknya tersedia tepat waktu (on timely basis) kepada dewan komisaris, direksi dan kepada bisiness line manager yang berkepentingan.

Penjelasan :

Sistem informasi manajemen yang akurat, informatif dan tepat waktu adalah penting untuk mengelola exposure risiko sukubunga, baik sebagai informasi bagi direksi maupun untuk mendukung kepatuhan terhadap kebijakan direksi . Laporan dari pengukuran risiko harus dikerjakan secara reguler dan hendaknya dapat diperbandingkan dengan jelas terhadap kebijakan limit (policy limits). Perkiraan yang lalu atau taksiran risiko hendaknya dibandingkan dengan hasil-hasil aktual untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan model yang digunakan.

 Laporan rinci eksposur risiko sukubunga bank hendaknya di-kaji ulang oleh dewan komisaris secara reguler. Sementara tipe laporan yang disajikan untuk dewan komisaris serta berbagai level manajemen akan bervariasi berdasarkan profil risiko sukubunga bank, sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut :

o Ringkasan dari total exposure bank
o Laporan memperlihatkan kepatuhan bank terhadap kebijakan-kebijakan dan limit yang ditetapkan.
o Asumsi-asumsi kunci, misalnya kebiasaan deposit yang ‘non maturity’ (tidak diatur jatuh temponya) dan informasi atas pembayaran dimuka.
o Hasil dari ‘stress test ‘ termasuk asesmen terhadap tidak dipenuhinya asumsi dasar dan key parameters, dan
o Ringkasan dari temuan-temuan dari kaji ulang terhadap kebijakan risiko sukubunga, prosedur dan kecukupan sistem pengukuran risiko sukubunga, termasuk setiap temuan dari internal dan external auditor serta konsultan.

Kriteria Bank Indonesia. (Lampiran SEBI No. 5/121/DPNP tgl. 29 September 2003,rumawi III. 2. d.3 & 4 ).

Pemantauan Risiko Suku Bunga :

a) Bank sekurang-kurangnya meng-evaluasi dan mengkalkulasi secara keseluruhan untuk setiap transaksi agar jumlah keseluruhan eksposur risiko sukubunga dapat dipantau setiap saat.

b) Bank harus melakukan pemantauan terhadap kepatuhan limit secara harian dan setiap pelampauan limit serta tindak lanjut mengatasi pelampauan tersebut dilaporkan kepada direksi atau pejabat terkait, sesuai kewenangan yang diatur secara intern, secara harian.

Sistem Informasi Manajemen Risiko Suku Bunga :

a) Sistem informasi harus dapat memantau perubahan sukubunga secara harian serta pengaruh dari perubahan tersebut terhadap pendapatan dan permodalan bank.

b) Bank yang aktif melakukan kegiatan derivatif dan perdagangan instrumen keuangan lainnya harus memiliki sistem yang mampu memantau eksposur risiko sukubunga (trading book) dan pergerakan sukubunga secara harian, serta mengembangkan sistem tersebut sehingga pergerakandimaksud dapat dipantau secara real time basis.
c) Satauan kerja Manajemen Risiko bertanggung jawab menyususn dan mendistribusikan laporan secara akurat dan tepat waktu, menganai :
c.1. keuntungan dan kerugian dari penilaian marked to market yang diklasifikasikan berdasarkan produk, transaksi atau jenis eksposur.
c.2. Sensitifitas eksposur terhadap kerugiansebagai dampak dari perubahan suku bunga di pasar.
c.3. potensi kerugian yang dapat terjadi karena perubahan sukubunga di pasar.
d) Satuan Kerja Manajemen Risiko harus mengkaji secara berkala kecendrungan perubahan sukubunga dan kemungkinan terjadinya tekanan pasar. Hasil kajian tersebut selanjutnya disampaikan kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi sebagai bahan evaluasi untuk meninjau kembali eksposur risiko sukubunga yang ada dan limit yang ditetapkan. Pengendalian intern.


8. Apakah bank mempunyai sistem pengendalian intern yang memadai terhadap proses manajemen risiko sukubunga ?.

Kriteria : ( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.10 dari BIS).

Bank harus mempunyai sistem pengendalian intern yang memadai terhadap proses manajemen risiko sukubunga mereka. Suatu komponen yang mendasar dari sistem pengendalian intern melibatkan evaluasi dan kaji ulang (review) yang independen secara reguler terhadap efektivitas sistem, dan dimana perlu meyakini bahwa perbaikan untuk memperkuat pengendalian intern telah dilakukan sebagaimana mestinya. Hasil kaji ulang tersebut juga tersedia bagi otoritas pengawasan perbankan.

Penjelasan :

 Bank-bank hendaknya mempunyai pengendalian intern yang memadai untuk meyakini integritas proses manajemen risiko sukubunga mereka. Pengendalian intern dimaksud hendaknya merupakan bagian integral dari sistem pengendalian intern perusahaan secara menyeluruh. Mereka harus mengembangkan operasional perusahaan yang effektif dan effisien, laporan keuangan berkala yang dapat dipercaya (reliable), dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku serta kebijkan perusahaan.

Suatu sistem pengendalian intern risiko sukubunga mencakup :

o Suatu lingkungan pengendalian yang kuat
o Suatu proses yang memadai untuk meng-identifikasi mengevaluasi risiko,
o Menetapkan aktivitas pengendalian seperti, kebijakan, prosedur dan methodologi,
o Sistem informasi yang memadai, dan
o Kaji ulang yang berkesinambungan terhadap kebijakan dan prosedur


 Berkenaan dengan kebijakan dan prosedur, hendaknya diberikan perhatian kepada, proses persetujuan yang tepat, limit exposures, rekonsiliasi, kaji ulang dan mekanisme lainnya yang dirancang sebagai suatu jaminan yang ‘reasonable’ bahwa tujuan manajemen risiko sukubunga bank sudah tercapai . Banyak kelengkapan dari proses manajemen risiko yang sehat, termasuk pengukuran risiko, pemantauan dan fungsi pengendalian merupakan aspek kunci dari sistem pengendalian intern yang effektif. Bank hendaknya meyakini bahwa semua aspek dari sistem pengendalian intern adalah effektif, termasuk aspek-aspek yang bukan secara langsung merupakan bagian dari proses manajemen risiko.

 Suatu elemen yang penting bagi sistem pengendalian intern bank terhadap proses pengendalian risiko sukubunga adalah evaluasi dan kaji ulang secara reguler. Tercakup disini, bahwa pegawai mengikuti kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan., sebagaimana meyakini bahwa prosedur yang ditetapkan betul-betul mencapai tujuan yang diinginkan. Evaluasi dan kaji ulang dimaksud hendaknya juga diarahkan pada setiap perubahan yang signifikan yang dapat berakibat pada effektifitas pengendalian,seperti perubahan dalam kondisi pasar, personalia, teknologi, dan struktur kepatuhan pada limit exposure risiko sukubunga, dan hendaknya meyakini bahwa tindak lanjut yang tepat bersama direksi sudah dilakukan terhadap setiap limit yang melampaui. Direksi hendaknya meyakini bahwa semua evaluasi dan kaji ulang dimaksud dilaksanakan secara regular oleh individu-individu yang independen dari fungsi yang ditugaskan untuk melakukan kaji ulang. Jika revisi atau perkuatan pengendalian intern sudah terjamin, hendaknya ada mekanisme tetap untuk meyakini bahwa tindak lanjut telah dilakukan tepat waktru (in a timely manner).

 Kaji ulang terhadap sistem pengukuran risiko sukubunga hendaknya mencakup asesmen dari asumsi, parameters dan methodologi yang digunakan. Kaji ulang dimaksud hendaknya berusaha memahami, mengetest, mendokumentasikan proses pengukuran saat ini, meng-evaluasi ke-akuratan sistem dan merekomendsikan solusi terhadap setiap kelemahan yang di-identifikasi. Jika sistem pengukuran disatukan pada satu atau lebih sistem anak perusahaan (subsidiary) atau proses, kaji ulang hendaknya mencakup testing yang bertujuan untuk meyakini bahwa sistem dari anak perusahaan sudah di-integrasikan dengan baik dan konsisten satu sama lainnya pada semua hal-hal penting. Hasil daripada kaji ulang tersebut, bersama dengan rekomendasi untuk perebaikan, harus dilaporkan kepada direksi dan atau dewan komisaris dan segera ditindak lanjuti.

 Frekwensi dan sejauh mana bank harus melakukan revaluasi terhadap methodologi manajemen risiko dan modelnya, tergantung, sebagiannya dari exposure risiko sukubunga khususnya yang diciptakan dengan menahan (hold) dan aktivitas, langkah dan sifat dari perubahan sukubunga pasar, serta langkah dan kompleksitas dari inovasi dari pengukuran dan pengelolaan risiko sukubunga

 Bank-bank, khususnya bank dengan exposure risiko yang kompleks hendaknya mempunyai sendiri fungsi pengukuran, pemantauan, pengendalian yang dikaji ulang secara reguler oleh badan /pihak yang independen (seperti, internal atau external auditor) . Dalam kasus tertentu, laporan yang disampaikan oleh external auditor atau pihak luar lainnya hendaknya juga disampaikan kepada otoritas pengawas perbankan. Penting bahwa setiap pemeriksa independen meyakini bahwa sistem pengukuran risiko bank memadai untuk mencakup semua elemen yang material dari risiko sukubunga, apakah berasal dari kegiatan on atau off balancesheet .
Pemeriksa dimaksud hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor berikut dalam melakukan asesmen risiko :

o Jumlah risiko sukubunga, sebagai contoh :
- Sensitivitas volume dan harga dari berbagai produk
- ‘vulnerability’ dari pendapatan dan capital menurut tingkat bunga yang berbeda-beda termasuk ‘yield curve twists’
- Exposure dari ‘earnings’ dan ‘ economic value’ pada berbagai bentuk risiko sukubunga, termasuk ‘basis and optionality risk’ .

o Kualitas manajemen sukubunga, sebagai contoh, apakah :
- sistem pengukuran internal bank sesuai dengan sifat, cakupan, dan kompleksitas dan aktivitas yang dilakukan bank. - Bank mempunyai satuan kerja pengendalian risiko yang independen yang bertanmggung jawab terhadap perancangan dan administrasi fungsi pengukuran risiko, pemantauan dan pengendalian.
- Dewan komisaris dan direksi bank terlibat secara aktif dalam melakukan proses pengendalian risiko. - Kebijakan internal, pengendalian dan prosedur mengenai risiko sukubunga didokumentasikan sebagaimana harusnya
- Asumsi dari sistem pengukuran risiko didokumentasikan dengan baik, data diproses secara akurat, dan penggabungan data dilakukan sesuai dan akurat.
- Organisasi mempunyai staff yang cukup untuk melakukan suatu proses manajemen risiko yang sehat.

 Dalam hal pemeriksaan independen dilakukan oleh internal auditor, bank hendaknya mengedepankan bahwa fungsi-fungsi pengukuran, pemantauan dan pengendalian riisko hendaknya di kaji ulang secara berkala oleh external auditor . Namun hal yang dilakukan oleh external auditor hendaknya bukan merupakan pengulangan/duplikasi dari proses audit yang dilakukan oleh internal auditor.


Kriteria Bank Indonesia. (Lampiran SEBI No. 5/121/DPNP tgl. 29 September 2003,rumawi III. 2. e.).

Pengendalian Risiko Suku Bunga :

1. Pengendalian risiko dan tanggung jawab manajemen operasional atas posisi yang dikelola hingga jatuh waktu (banking book) harus ditetapkan dalam organisasi bank. Tanggung jawab tersebut antara lain meliputi : a) Rekonsiliasi posisi yang dikelola dan dicatat dalam sistem informasi manajemen.
b) Pengendalian terhadap akurasi profit and loss dan kepatuhan pada ketentuan dan standar akunting yang berlaku, terutama pengakuan diskon, pembukuan premium dan pengakuan secara akrual dari kupon.
c) Pengklasifikasian dan pembentukan provisi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Untuk surat berharga dan obligasi yang terdaftar atau diperdagangkan di Pasar Modal, Bank harus menerapkan proses pengendalian intern yang bertujuan untuk memantau selisih kredit (credit spread) dari surat berharga dan Obligasi tersebut dengan membandingkan hasil (yield) dari posisi portofolio tersebut dengan Obligasi Pemerintah.

3. Dengan mengabaikan kriteria ketentuan yang mengatur pembentukan provisi apabila Bank menilai bahwa credit spread mengalami pelebaran maka Bank harus melakukan analisis mengenai kondisi dan prospek penerbit surat berharga dan obligasi. Apabila hasil analisis dan sentimen pasar menunjukkan kesimpulan bahwa kegagalan penerbit semakin meningkat maka Bank harus segera membentuk provisi dalam perspektif kehati-hatian.

4. Apabila kemungkinan terjadi kegagalan memelihara eksposur risiko sukubunga teridentifikasi semakin meningkat, Bank sekurang-kurangnya harus:
a) Menghentikan pengakuan diskon.
b) Menerapkan pemantauan secara ketat terhadap surat berharga dan obligasi tersebut serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi kerugian.

5. Terhadap yang tidak terdaftar atau diperdagangkan di pasar, Bank harus melakukan review secara berkala terhadap kondisi, kredibilitas dan kemampuan membayar kembali penerbit surat berharga dan obligasi. Review dilakukan dengan menghimpun dan menganalisis laporan keuangan , proyeksi arus kas dan seluruh dokumen yang relevan tentang penerbit. Review secara berkala terhadap surat berharga dan obligasi tersebut harus didokumentasikan dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan.

6. Apabila Bank melakukan kontrak transaksi derivatif, seperti interest rate swaps maka dalam rangka tujuan lindung nilai dan penerapan strategi ALMA, Bank harus memastikan bahwa standar akunting yang digunakan telah sesuai dengan ketentuan dan standar akunting yang berlaku.

7. Apabila transaksi tersebut dilakukan dalam rangka lindung nilai, Bank harus menerapkan tanggung jawab yang jelas dan pengendalian intern yang bertujuan untuk :
7.a. memastikan bahwa standar akunting yang digunakan tidak menimbulkan penyimpangan pada pengakuan pendapatan.
7.b. mengecek bahwa transaksi tersebut telah efektif dilaksanakan sesuai dengan instruksi atau rekomendasi komite aset dan kewajiban (ALCO) dan transaksi tersebut mengurangi eksposur sukubunga secara keseluruhan.
7.c. Menilai kembali secara berkala bahwa lindung nilai telah efektif khususnya dalam perhitnungan rasio lindung nilai dan perbandingan rasio tersebut dari waktu ke waktu
7.d. memastikan bahwa kontrak ytransaksi tersebut tetap dikelola hingga jatuh tempo dsn tidsk skan dialihkan ke posisi trading.
7 e. Mengecek bahwa persyaratan jontrak transaksi secara intern (internals Deals).
7.f. Menilai kembali kredibilitas pihak lawan (counteroarts) dan mencegah penempatan yang terkonsentrasi karena apabila terjadi devault maka strategi lindung nilai akan menjadi tidak efektif.


Informasi untuk otoritas pengawasan bank.

9. Apakah bank sudah menyampaikan informasi yang cukup dan tepat waktu kepada Bank Indonesia sebagai sarana untuk mengevaluasi tingkat risiko sukubunga bank ?.

Kriteria :( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.11 dari BIS).

Otoritas pengawasan bank hendaknya memperoleh informasi yang cukup dan tepat waktu dari bank untuk mengevaluasi tingkat risiko sukubunga bank. Informasi dimaksud hendaknya memperhatikan jarak (range) jatuh tempo dan jenis mata uang dari masing-masing portofolio bank, termasuk off balance sheet ítems, dan informasi lain yang relevan, seperti perbedaan antara kegiatan trading dan non trading. Penjelasan :

 Otoritas pengawasan bank hendaknya, secara reguler memperoleh informasi yang cukup untuk melakukan asesmen terhadap exposure risiko sukubunga bank .Untuk meminimalisasi beban pelaporan, laporan manajemen internal adalah metode yang diprioritaskan untuk memperoleh informasi dimaksud, tetapi hal ini juga bisa diperoileh melalui pelaporan standar yang disampaikan bank, melalui pemeriksaan on site atau melalui cara-cara lainnya. Bagaimana persisnya informasi yang dibutuhkan berbeda-beda diantara otoritas pengawasan bank (supervisors), namun harus mencakup hasil dari standardisasi tingkat bunga ‘shock’ yang diaplikasikan pada Prinsip BIS No. 14. Minimal otoritas pengawasan bank memperoleh informasi yang cukup untuk mengidentifikasi dan memantau bank yang mengalami mismatch yang signifikan dalam repricing. Informasi yang terkandung dalam laporan manajemen internal, seperti repricing gap dan gap jatuh tempo, simulasi estimasi earnings dan economic value, serta hasil stress test akan sangat berguna dalam konteks ini.

 Otoritas pengawasan bank dapat mengumpulkan informasi tambahan dalam keadaan sifat dari jatuh tempo berbeda dari jatuh tempo dalam kontrak. Kaji ulang dari hasil internal model bank, mungkin dibawah suatu asumsi yang berbeda-beda, skenario dan stress test, dapat menjadi informasi yang sangat berguna.

 Bank-bank yang beroperasi dalam beberapa mata uang yang berbeda dapat mengungkapkan risiko sukubunga dari masing-masing mata uang. Karenanya otoritas dan pengawas perbankan akan menginginkan bank-bank untuk menganalisa exposure mereka secara terpisah dalam mata uang yang berbeda., sekurang-kurangnya apabila exposure dalam mata uang yang berbeda tersebut cukup material.

 Pertanyaan lain, sampai sejauh mana risiko sukubunga harus dilihat dalam kerangka bank secara keseluruhan, atau apakah ‘trading book’ yang di-‘mark to market ‘ dan banking book yang sering tidak di-mark to market harus diperlakukan secara terpisah. Sebagai suatu ketentuan umum (general rule), diperlukan dalam setiap sistem pengukuran untuk menyatukan exposure risiko sukubunga yang timbul dari aktivitas bank secara lengkap, termasuk didalamnya sumber-sumber ‘trading’ dan ‘non trading ‘. Ini tidak termasuk sistem pengukuran yang berbeda dan pendekatan manajemen risiko yang digunakan untuk kegiatan berbeda., namun direksi hendaknya mempunyai pandangan yang ter- integrasi dari risiko sukubunga lintas produk dan bisnis line. Otoritas pengawas perbankan mungkin ingin mendapatkan informasi yang lebih spesifik tentang bagaimana aktivitas trading dan non trading diukur dan disatukan kedalam suatu sistem pengukuran tunggal. Mereka juga harus meyakini bahwa risiko tingkat sukubunga baik pada kegiatan trading maupun non trading telah dikelola dan dikendalikan sebagaimana mestinya.

 Suatu analisis yang bernilai tentang risiko sukubunga, hanya mungkin jika ootoritas dan pengawas perbankan menerima informasi yang relevan secara reguler dan tepat waktu. Karena profil risiko dalam tradisional banking bisnis kurang sering berubah dibandingkan dengan trading bisnis, laporan kuartalan atau laporan semi annual reporting atau yang lama, mungkin mencukupi bagi kebanyakan bank.


Kecukupan modal (capital adequasi).

10. Apakah bank menyediakan capital sesuai tingkat risiko sukubunga yang dilaksanakan ?.

Kriteria : ( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.12 dari BIS).

Bank harus menyediakan capital sesuai tingkat risiko sukubunga yang dilaksanakan.

Penjelasan :

 Perubahan dalam sukubunga yang di-ungkapkan bank terhadap risiko rugi, yang mungkin, dalam kasus yang extrim mengancam kelangsungan hidup dari institusi. Dalam memperkuat sistem dan pengendalian yang memadai, capital memainkan peranan penting dalam mitigasi dan menopang risiko tersebut. Sebagai bagian dari manajemen yang sehat, bank menerjemahkan tingkat risiko sukubunga yang dilaksanakan, apakah merupakan bagian dari aktivitas perdagangan atau non perdagangan, kedalam evaluasi kecukupan modal overall mereka, walaupun tidak ada patokan umum tentang methodologi yang digunakan dalam proses tersebut. Dalam hal, bank menjalankan risiko sukubunga yang signifikan dalam pel;aksanaan strategi bisnis mereka, suatu jumlah substansial capital harus dialokasikan khusus untuk menopang risiko ini.

 Dimana risiko sukubunga yang dijalankan merupakan bagian dari aktivitas perdagangan bank pengawasan terhadap perlakuan capital terhadap risiko tersbut, diatur pada ‘Amandement Risiko Pasar’. Apabila duilaksankan sebagai bagian dari aktivitas non perdagangan, perlakuan pengawasan, mencakup baik capital maupun alat pengawasan otoritas dan pengawas perbankan lainnya, diatur dalam Prinsip No. 14 dan 15 .


Keterbukaan terhadap risiko sukubunga.

11. Apakah bank sudah menyampaikan kepada publik informasi tentang tingkat risiko sukubunga dan kebijakan bank dalam mengelolanya.

Kriteria : ( Prinsip mnajemen risiko sukubunga No.13 dari BIS).

Bank hendaknya me-release kepada publik informasi tentang tingkat risiko sukubunga dan kebijakan bank dalam mengelolanya. Penjelasan : Tujuan pokok dari pengungkapan kepada publik adalah untuk memfasilitasi pelaku pasar melakukan asesmen terhadap profil risiko sukubunga bank baik pada banking book maupun pada trading book. Dalam Basel II Komite Basel telah menetapkan persyaratan bagi pengungkapan informasi risiko sukubunga kepada publik sebagai bagian dari kaji ulang overall terhadap ‘ capital framework’



Reference :

(1) Bank for International Settlement (BIS) , BaselCommittee on Banking Supervision , Paper ‘ Principles for The Management and Supervision of Interest Rate Risk’ , July, 2004.

(2) Bank Indonesia , Surat Edaran Bank Indonesia MNo.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, serta Lampiran.

5.6.09

LEKSIKON ISTILAH PERBANKAN INDONESIA

Viewers,

Telah di launching blog baru " http//istilahbank.blogspot.com " yang lebih teratur dalam menyajikan istilah perbankan. Lebih mudah di akses dan lebih jelas pemilahannya. Blog ini memuat sekitar 1200 istilah bank mutakhir dan akan diperbarui setiap muncul istilah baru yang terkait dengan bank/keuangan / ekonomi yang masih relevan dengan perbankan.

Selamat berkunjung.

Wassalam,

Z. D u n i l.